Sejumlah Kejanggalan Terkait Tewasnya Brigadir Nofriansyah
Sejumlah kejanggalan di balik tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, polisi asal Jambi, perlu diusut serius.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Keluarga korban mendapati sejumlah kejanggalan di balik tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Keluarga mendesak pengusutan serius di balik peristiwa itu.
Sebagaimana diberitakan, peristiwa tembak-menembak di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo melibatkan Brigadir Jenderal J atau Nofriyansah Yosua Hutabarat dan Bharada E pada Jumat (8/7/2022). Akibatnya, Nofriyansah tewas. Nofriyansah merupakan pramudi dari istri Kadiv Propam, sedangkan Bharada E merupakan ajudan Kadiv Propam.
Samuel Hutabarat, ayah Nofriansyah, Selasa (12/7/2022), menyebut ada sejumlah kejanggalan. Pertama, pihak keluarga telah meminta ada pembuktian lewat tayangan CCTV di lokasi kejadian. Pihak keluarga meyakini rangkaian peristiwa menjelang tewasnya Nofriansyah bisa diperoleh dari tayangan kamera CCTV sebagai bukti kunci.
Namun, pejabat yang menemui pihak keluarga menjelaskan tidak ada CCTV di kamar utama rumah dinas itu. Lalu, pada jumpa pers yang digelar Polres Jakarta Selatan, Selasa siang, disebutkan bahwa CCTV rusak sejak 2 minggu lalu.
”Sungguh janggal, awalnya dibilang tidak ada CCTV di depan kamar utama rumah dinas jenderal, lalu berubah lagi informasinya, dibilang CCTV rusak,” ujarnya.
Hingga kini, lanjutnya, juga masih misterius keberadaan tiga telepon seluler (HP) milik Nofriansyah. Pihak keluarga meyakini informasi yang mungkin terkait pada rangkaian peristiwa yang berujung baku tembak itu dapat terjawab pada pesan-pesan yang ada di HP.
”Kami selaku orangtua telah meminta HP anak kami agar dikembalikan kepada orangtuanya, tetapi dibilang tidak ada. Ini membuat pihak keluarga merasa ada kejanggalan,” tambahnya.
Menurut Samuel, istrinya masih sempat berkomunikasi dengan anaknya pada Jumat siang. Saat itu, Nofriansyah mengabarkan dalam perjalanan dari Magelang menuju Jakarta. Nofriansyah mendampingi Ferdy dan istri beserta anak mereka ke Magelang.
Dalam pembicaraan di telepon kepada ibu, 8 Juli, Nofriansyah memperkirakan akan tiba di Jakarta sekitar pukul 16.00. Ia pun sempat menyatakan keinginan untuk berkumpul bersama keluarga yang tengah berziarah di Sumatera Utara. Namun, Nofriansyah tewas di rumah Ferdy pukul 17.00 WIB. Keesokan harinya, jenazahnya baru diterbangkan ke Jambi.
Nofriansyah dimakamkan di Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, Senin (12/7/2022). Seusai pemakaman, lanjut Samuel, rumah duka didatangi oleh lebih dari 50 polisi. Sebagian petugas menutup jalan masuk menuju rumah. Adapun, sewaktu masuk ke dalam rumah, petugas langsung menutup pintu dan gorden. Peristiwa itu membuat keluarga panik sekaligus marah mendapatkan perlakuan tersebut.
”Kami tidak terima diperlakukan seperti itu, tanpa etika,” kata Rohani, bibi Nofriansyah.
Tidak hanya itu, lanjut Rohani, pihak keluarga juga diinternvensi tidak boleh merekam kondisi atau kedatangan polisi tersebut. Petugas membentak dan menunjuk-nunjuk ke arah anggota keluarga yang tengah memegang HP.
Kejanggalan baru yang didapati pihak keluarga sepanjang Selasa ini adalah terblokirnya sejumlah aplikasi media sosial Samuel, istri, dan ketiga anaknya yang lain. Pemblokiran awalnya terjadi pada Whatsapp milik Rosti, istri Samuel, lalu diikuti pada Whastapp ketiga anaknya. Yang terakhir, menjelang Selasa sore, Whatsapp Samuel turut terblokir. ”Kami tidak bisa mengakses kembali. Tidak bisa berkomunikasi ke luar,” tambahnya.
Sebelumnya, Kepala Kepolisian Resor Muaro Jambi Ajun Komisaris Besar Yuyan Priatmaja menyatakan belasungkawa atas musibah itu. Namun, ia pun mengaku belum mengetahui persis duduk persoalannya.
”Yang saya tahu ini perkelahian sesama anggota (polisi),” ujarnya. Sejauh ini, lanjutnya, pihaknya hanya membantu kelancaran pengantaran jenazah hingga pemakaman.