Puncak Bukit Mamake di Kotabaru, Kalimantan Selatan menyuguhkan pemandangan gunung, hutan, kota, dan lautan. Mata pengunjung juga dimanjakan dengan pemandangan matahari terbit dan matahari terbenam yang menawan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·5 menit baca
Sejak dibuka secara resmi sebagai obyek wisata pada Desember 2021, banyak orang naik ke Bukit Mamake di Kotabaru, Kalimantan Selatan. Dari puncak bukit tersaji pemandangan gunung, hutan, kota, dan lautan. Mata pengunjung juga dimanjakan dengan pemandangan matahari terbit dan matahari terbenam yang menawan.
Dian Oktavia Putri (17) mengeluarkan telepon pintar dari tas kecilnya saat tiba di puncak Bukit Mamake, Desa Sarang Tiung, Kecamatan Pulau Laut Sigam, Kotabaru, Rabu (6/7/2022) sore. Ia kemudian meminta seorang temannya memotret dirinya dengan berbagai pose. Tak lupa, ia juga mengajak teman-temannya berswafoto serta memotret pemandangan alam sekitarnya.
”Keren banget pemandangan di sini walaupun sunset (matahari terbenam) tidak kelihatan karena cuaca agak mendung,” kata siswi kelas XII SMA Negeri 2 Kotabaru itu.
Dian bersama teman-temannya naik ke puncak Bukit Mamake setelah jalan-jalan ke Pantai Gedambaan di Desa Gedambaan, Pulau Laut Sigam. Mereka menggunakan sepeda motor dengan menempuh jarak sekitar 10 kilometer dari Pantai Gedambaan ke Bukit Mamake. Mereka penasaran setelah mendengar cerita keindahan Bukit Mamake dari beberapa teman.
”Ternyata, pemandangan di bukit ini memang bagus. Dalam beberapa waktu ke depan pasti lebih bagus lagi karena ada pembangunan infrastruktur dan fasilitas pendukung di sini,” ujar finalis Putri Pariwisata Kotabaru 2022 itu.
Bukit Mamake masuk dalam gugusan Gunung Sebatung (725 meter dari permukaan laut). Jalan menuju ke puncak Bukit Mamake dari Desa Sarang Tiung sepanjang 1,2 kilometer kini dalam tahap pengerasan. Jalannya sudah nyaman dilalui sepeda motor ataupun mobil. Di puncak Bukit Mamake sudah tersedia gazebo, toilet portable, dan sedang dibangun jembatan kaca.
Untuk masuk ke lokasi wisata alam Bukit Mamake atau Mamake Hill, pengunjung cukup membayar karcis retribusi sebesar Rp 5.000 per orang. Parkir kendaraan bermotor masih digratiskan. Jika ingin berkemah, pengunjung bisa menyewa tenda dengan biaya Rp 50.000 per malam. Satu tenda bisa untuk empat orang.
”Supaya dapat sunset dan sunrise (matahari terbit), saya dan teman-teman mencoba berkemah satu malam di sini. Kami naik kemarin pukul 17.00 dan akan turun pagi ini, sekitar pukul 08.00,” kata Muhammad Iqbal Saputra (18), siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kotabaru, Rabu pagi.
Iqbal dan teman-temannya menyewa dua tenda untuk bermalam di puncak Bukit Mamake dari Selasa (5/7) sore hingga Rabu pagi. Mereka membawa bekal roti, air minum, mi instan, dan air panas untuk asupan di puncak. ”Seru juga bisa mengisi waktu liburan sekolah dengan camping di sini bersama teman-teman,” ujarnya.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Sarang Tiung Bahtiar mengatakan, obyek wisata alam Bukit Mamake dibuka secara resmi pada Desember 2021. Sejak saat itu, ada tarif retribusi yang dikenakan kepada setiap pengunjung sebagaimana diatur dalam Peraturan Desa Sarang Tiung. Uang retribusi masuk sebesar Rp 5.000 per orang digunakan untuk pemeliharaan obyek wisata tersebut.
”Pada hari-hari biasa, pengunjungnya bisa mencapai 500 orang, sedangkan pada akhir pekan bisa lebih dari 1.000 pengunjung dalam sehari,” ucapnya.
Menurut Bahtiar, obyek wisata alam Bukit Mamake dibuka 24 jam. Namun, kebanyakan pengunjung datang sekitar pukul 16.00 untuk menikmati sunset. Mereka bisa bersantai hingga malam untuk melihat keindahan bintang-bintang di langit, cahaya lampu bagan atau bagang di lautan, dan cahaya lampu permukiman penduduk.
”Secara bertahap, fasilitas pendukung wisata, seperti cottage, gazebo, toilet, dan sumur bor akan dibangun secara swadaya ataupun dengan dukungan dari pemerintah daerah dan perusahaan yang ada di Kotabaru,” tuturnya.
Wisata alam
Ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Jasa Lingkungan Budi Santoso menyampaikan, wisata alam Bukit Mamake masuk dalam wilayah hutan kemasyarakatan yang dikelola Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mutiara Sarang Tiung.
Pengelolaan hutan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5617/MENLHK-PSKL/PKPS/PSLO/10/2017 tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hutan seluas 500 hektar pada kawasan lindung di Desa Sarang Tiung.
”Kami dari KUPS Jasa Lingkungan dipercaya untuk mengelola kawasan wisata alam Bukit Mamake seluas 45 hektar dan Bukit Bapake seluas 4 hektar,” katanya.
Menurut Budi, Bukit Mamake adalah obyek wisata alam untuk wisata keluarga, sedangkan Bukit Bapake untuk wisata aerosport (olahraga udara) paralayang dan gantole. Jarak dari puncak Bukit Mamake ke puncak Bukit Bapake lebih kurang 2 kilometer. Namun, aksesnya belum bagus dan cukup ekstrem.
Untuk saat ini, pengunjung hanya dikenakan retribusi masuk ketika datang saat ada petugas di loket. Petugas biasanya berjaga dari pukul 08.00 sampai 18.30 Wita. Di luar waktu tersebut, pengunjung masih diberi kebebasan naik ke puncak Bukit Mamake.
”Kalau dihitung berdasarkan karcis retribusi masuk, kami telah menjual lebih dari 5.000 karcis dari sejak pertama kali obyek wisata ini dibuka secara resmi pada 25 Desember 2021,” katanya.
KUPS Jasa Lingkungan dengan anggota berjumlah 10 orang berencana mengembangkan obyek wisata Bukit Mamake dan Bukit Bapake secara swadaya maupun dengan dukungan berbagai pihak. Kehadiran obyek wisata itu diharapkan memberikan efek domino kepada para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Sarang Tiung dan sekitarnya.
”Target kami ke depan, wisata alam Bukit Mamake dan Bukit Bapake bukan lagi berskala lokal, melainkan sudah berskala nasional dan internasional,” ujar Budi, yang sehari-hari berjualan bakso, mi ayam, dan nasi goreng di Sarang Tiung.
Ketua Gapoktan Mutiara Sarang Tiung Abdul Mulud menambahkan, nama Mamake tercetus secara spontan ketika mereka melakukan survei untuk olahraga udara paralayang di bukit tersebut pada 2013. Selanjutnya, Bupati Kotabaru Sayed Jafar Al-Idrus menamakan Bapake untuk bukit di sebelahnya yang lebih tinggi.
”Kami mulai mengelola kawasan hutan ini setelah izinnya keluar pada 2017. Warga lalu bergotong royong membersihkan kawasan Bukit Mamake dan Bukit Bapake untuk dijadikan obyek wisata,” kata kepala Desa Sarang Tiung periode 2003-2015, yang akrab disapa kai (kakek) Oyong itu.
Menurut Oyong, warga setempat ingin Sarang Tiung juga maju seperti desa lainnya karena memiliki potensi wisata alam pegunungan dan wisata bahari. ”Kami berharap pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, dan perusahaan yang ada di wilayah kami ikut mendukung pengembangan kawasan wisata di desa kami,” katanya.