Save Sangihe Island Tuduh Polres Sangihe Kriminalisasi Seorang Aktivisnya
Save Sangihe Island menuduh kepolisian mengkriminalisasi salah satu aktivisnya, Robison Saul, yang terlibat blokade mobilisasi alat berat PT TMS. Di lain pihak, kepolisian menilai Robison telah melanggar hukum.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Koalisi masyarakat penolak PT Tambang Mas Sangihe, Save Sangihe Island, menuduh polisi mengkriminalisasi salah satu aktivisnya, Robison Saul, yang terlibat blokade mobilisasi alat berat perusahaan. Di lain pihak, polisi menilai Robison telah melanggar hukum karena membawa pisau penikam.
Inisiator Save Sangihe Island (SSI), Jull Takaliuang, Jumat (8/7/2022), mengatakan, Robison sebagai salah satu aktivis SSI yang paling militan. Robison pula yang mengumpulkan informasi tentang jadwal mobilisasi kendaraan pengebor (drilling rig) PT Tambang Mas Sangihe (TMS) pada 13 Juni lalu.
Informasi ini akhirnya berujung pada blokade akses jalan dari Pelabuhan Pananaru, Tamako, di barat daya Pulau Sangihe, menuju Kampung Salurang, Tabukan Selatan Tengah, di sisi tenggara pulau oleh warga selama empat hari. ”Ison (Robison) yang mencari informasi, sampai sopir truk tronton yang membawa alat berat itu dia tanyai juga,” kata Jull.
Selama blokade empat hari yang diwarnai ketegangan antara warga dengan kepolisian dan tentara itu, Robison selalu membawa sebilah pisau yang terbuat dari besi putih. Namun, kata Jull, pisau itu tidak pernah digunakan, lebih-lebih untuk kekerasan.
”Mayoritas orang Sanger (Sangihe) itu petani dan nelayan. Mereka memang terbiasa bawa pisau ke mana-mana untuk berbagai keperluan, misalnya untuk potong daun pisang sebagai ganti payung ketika hujan. Cuma untuk hal-hal tradisional, tapi itu tidak dipakai untuk kekerasan. Memang sialnya Ison, pisaunya jatuh dan dipungut anggota TNI,” kata Jull.
Koordinator SSI, Jan Takasihaeng, menyebut Robison dipanggil aparat Polres Kepulauan Sangihe pada 30 Juni, dua pekan setelah aksi blokade warga, untuk penyidikan. Ia langsung ditetapkan pada hari yang sama sebagai tersangka karena melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
”Dia dituduh membawa pisau besi putih ketika menghadang alat berat. Padahal, pisau tersebut merupakan benda pusaka yang diwariskan dari bapak mertua Robison. Pisau itu digunakan sehari-hari untuk keperluan melaut, seperti memotong umpan dan tali jangkar hingga membersihkan tiram,” kata Jan.
Jan pun menyebut Polres Kepulauan Sangihe membuat-buat tuduhan pidana terhadap Robison. ”Kami menduga hal tersebut bentuk represivitas dan kriminalisasi terhadap pembela hak asasi manusia akan lingkungan hidup yang baik dan sehat,” tambah Jan.
Senada dengan Jan, Jull juga menyebut kepolisian memberikan perlakuan hukum yang tidak adil bagi Robison. Sebab, ia mengklaim, banyak petani yang juga membawa pisau yang biasa digunakan sehari-hari untuk beraktivitas di kebun. Namun, kepolisian tidak menyeret mereka ke ranah hukum.
Menurut Jull, tindakan ini lebih disebabkan rekam jejak Robison yang aktif menolak pertambangan skala besar sejak dulu. Pada 2020, Ia pernah menjadi koordinator lapangan aksi masyarakat, termasuk petambang emas ilegal, di Gedung DPRD Sangihe untuk memprotes penggunaan ekskavator dalam pertambangan oleh Dicky Makagansa, putra mantan Bupati Sangihe, HR Makagansa.
”Waktu itu, ada pagar di Gedung DPRD yang roboh menimpa anggota kepolisian, termasuk polwan. Akhirnya Robison yang menjadi korlap ditangkap. Putusannya, dia ditahan beberapa bulan,” kata Jull.
Di sisi lain, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kepulauan Sangihe Inspektur Satu Revianto Anriz menyatakan, kepolisian tidak secara sengaja menarget Robison. Namun, ia menyebut Robison pernah melanggar Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
Terkait tuduhan kali ini, Revianto menyatakan tidak bisa membeberkan substansi penyidikan. Namun, ia menegaskan perbuatan memiliki dan membawa senjata tajam dalam UU Darurat No 12/1951 sudah jelas dilanggar.
”Senjata tajam yang dimiliki tersangka merupakan senjata tajam jenis penusuk yang ujungnya runcing dan kedua sisinya (mata pisau) tajam,” ujarnya.
Revianto enggan memberikan komentar lebih lanjut terkait penyidikan yang sedang berlangsung ini. Pada saat yang sama, Kepala Polres Kepulauan Sangihe Ajun Komisaris Besar Denny Tompunuh juga menyarankan semua informasi terkait penahanan Robison ditanyakan langsung kepada Revianto.
Kasus ini menjadi salah satu materi dalam aksi protes SSI di Jakarta, Kamis (7/7/2022). SSI menggelar aksi di kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kedutaan Besar Kanada. Saham PT TMS dimiliki perusahaan asal Kanada, Baru Gold, dengan bagian sebesar 70 persen.