Pembelian Minyak Goreng Berbasis Peduli Lindungi Dianggap Merepotkan
Sosialisasi kebijakan pembelian minyak goreng curah menggunakan nomor induk kependudukan atau aplikasi Peduli Lindungi di Jateng masih minim. Pedagang dan pembeli menilai kebijakan itu merepotkan.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sejumlah pedagang dan pembeli minyak goreng di beberapa wilayah di Jawa Tengah mengaku resah dengan wacana penerapan kebijakan pembelian minyak goreng curah rakyat (MGCR) berbasis nomor induk kependudukan (NIK) yang terdaftar dalam aplikasi Peduli Lindungi. Pedagang dan pembeli mempertanyakan fungsi kebijakan itu lantaran masih minimnya sosialisasi serta merepotkan.
Joko Tri Santoso (25), pedagang sembako di Pasar Karangayu, Kota Semarang, mengaku belum pernah mendengar adanya kebijakan pembelian minyak goreng (migor) curah menggunakan NIK atau Peduli Lindungi. Menurut dia, belum ada sosialisasi dari petugas pasar dan dinas terkait mengenai kebijakan tersebut.
”Selama ini, pembelian migor di toko saya masih berlangsung seperti biasa, tidak ada yang berubah. Saya malah baru tahu kalau mau ada kebijakan pembelian (migor) dengan cara seperti itu,” kata Joko saat ditemui, Sabtu (2/7/2022).
Menurut Joko, pembelian migor curah menggunakan NIK yang terintegrasi dengan aplikasi Peduli Lindungi merepotkan para pembelinya. Apalagi, mayoritas pembelinya merupakan warga lanjut usia yang tidak memiliki atau kurang akrab dengan ponsel pintar.
”Repot sekali,m au beli minyak goreng saja harus download aplikasi dulu, login dulu. Kalau pas sinyalnya bagus masih mending. Kalau pas tidak ada sinyal dan kuota internet, bagaimana? Masak harus tethering dulu ke saya?” katanya.
Sebenarnya, warga tetap bisa membeli migor curah dengan menunjukkan KTP. Namun, penjual wajib mencatat NIK pembeli dan melakukan rekapitulasi harian. Cara itu juga dianggap Joko menambah beban pedagang. ”Mencatat NIK kayak begitu juga menyusahkan. Waktu kami yang harus dipakai untuk melayani pembeli lain jadi tersita. Kerja saya, kan, enggak hanya jualan migor saja,” imbuh Joko.
Sementara itu, di Kota Tegal dan Kabupaten Batang, sosialisasi terkait kebijakan pembelian MGCR sudah mulai dilakukan. Kendati demikian, pedagang mengaku masih belum paham betul fungsi dan tujuan kebijakan tersebut.
”Sosialisasi sudah pernah dilakukan sekali oleh distributor, tetapi sejujurnya saya masih belum tahu kebijakan ini tujuannya apa. Saya berharap kebijakan itu tidak jadi diberlakukan. Ribet sekali soalya, harus scan-scan atau mencatat NIK seperti itu,” kata Topik (50), pedagang sembako di Pasar Pagi Kota Tegal.
Qoriah (42), pedagang sembako di Pasar Kabupaten Batang, juga meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan tersebut. Setiap harinya, Qoriah menjual 15-20 kilogram migor curah. Pembelinya rata-rata merupakan pedagang gorengan dan ibu rumah tangga. Harga jual migor di tokonya Rp 14.000 per kilogram.
Menurut dia, banyak pembeli yang protes meski dirinya baru sebatas melakukan sosialisasi. ”Saya sudah menjelaskan kepada pembeli terkait kebijakan menggunakan KTP atau Peduli Lindungi. Rata-rata mereka tidak mau, katanya bikin ribet,” ujarnya.
Mau beli migor saja, kok, ada saja halangannya.
Ida (42), pembeli asal Gisikdrono, Kecamatan Semarang Selatan, juga tidak setuju dengan pembelian menggunakan Peduli Lindungi. Ia berharap diberi kemudahan dalam membeli migor curah. ”Kalau boleh pakai KTP masih mending, tidak bakal seribet pakai aplikasi. Mau beli migor saja, kok, ada saja halangannya. Dulu mahal dan langka. Sekarang barangnya sudah ada, harganya sudah turun, tetapi malah ada kebijakan seperti ini,” tuturnya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jateng Muhammad Arif Sambodo mengakui, pihaknya belum melakukan sosialisasi kepada pedagang dan pembeli migor. Hal itu terjadi karena pihaknya belum mendapatkan petunjuk teknis dari Kementerian Perdagangan. ”Sejauh ini baru sebatas imbauan-imbauan saja. Di Jateng tidak ada (sosialisasi),” ujarnya.
Arif mengimbau pedagang dan pembeli di Jateng tidak resah. Mereka diminta mengikuti perkembangan yang ada. Sebab, kebijakan ini diambil oleh pemerintah untuk membuat tata kelola distribusi migor curah lebih akuntabel. Dengan cara itu, distribusi migor curah bisa terpantau sehingga penimbunan yang menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga migor curah tidak terjadi di masa mendatang.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, pembelian migor curah diatur maksimal 10 kg per hari berdasarkan NIK yang sudah terdaftar di aplikasi Peduli Lindungi. Hal itu berlaku bagi rumah tangga ataupun usaha mikro dan kecil (UMK) (Kompas.id, 28/6).
Dalam keterangannya, Kamis (30/6/2022), Pelaksana Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin menyebut, kebijakan tersebut bukan untuk mempersulit masyarakat. Dengan kebijakan itu, pemerintah sedang menjaga harga minyak goreng untuk empat sisi, yaitu bagi masyarakat, produsen, distributor, dan pengecer.
”Kita mencari solusi yang sudah sering digunakan masyarakat, yaitu dengan menggunakan Peduli Lindungi dan sambil jalan sistemnya, kita ingin ada kontrol. Barang ini (MGCR) jumlahnya cukup banyak, yakni 300.000 ton per bulan diperuntukkan bagi masyarakat. Bukan untuk diselundupkan atau ditimbun,” ujar Rachmat.