Syair Syiar Kasidah Meretas Masa
Dalam lagu ”Wartawan Ratu Dunia” yang diciptakan 1993 oleh KH Buchori Masruri, mantan ketua PWNU Jateng, misalnya, Nasida Ria mensyiarkan soal literasi media. Itu dilakukan jauh sebelum masa banjir hoaks di media sosial.
Syair lagu menjadi salah satu daya pikat kelompok kasidah legendaris asal Kota Semarang, Nasida Ria, yang tahun ini menginjak usia ke-47. Selain menghibur, ada muatan syiar atau penyebaran nilai-nilai moral dan kebajikan di dalamnya tanpa kesan menggurui.
Wahai pencipta bom nuklir terlaknat/Mengapa kau undang hari kiamat/ciptakan saja obat yang berguna/lipatgandakan hasil pertanian
Agar tak ada wabah kelaparan/demi kesejahteraan manusia/hentikan saja produksi bom nuklir/Hoo...
Bila bom nuklir diledakan/Akan musnah kehidupan di bumi...
Petikan lagu ”Bom Nuklir” yang dirilis Nasida Ria pada 1990 itu masih terdengar relevan didengarkan di tengah perang antara Rusia dan Ukraina saat ini. Mungkin saja, saat pertama kali membawakan lagu itu, kelompok kasidah tersebut tidak menyangka bahwa 30 tahun kemudian akan muncul huru-hara yang hampir memicu wacana peledakan bom nuklir. Kini, pesan perdamaian menggema dari Semarang ke penjuru dunia.
Nasida Ria adalah sebuah kelompok kasidah dengan semua anggotanya perempuan. Kelompok itu dibentuk tahun 1975 oleh Mohammad Zain, guru seni baca Al Quran dari Kelurahan Kauman, Kecamatan Semarang Tengah. Dari sekitar 350 lagu yang telah dinyanyikan Nasida Ria, beberapa di antaranya unik dan beken. Sebut saja tembang ”Perdamaian”, ”Kota Santri”, ”Bom Nuklir”, ”Tahun 2000”, ”Dunia Dalam Berita”, hingga ”Wartawan Ratu Dunia”.
Hampir semua lagu Nasida Ria berumur panjang. Siapa pun, di masa apa pun, bisa merasa terhubung dengan lagu-lagu Nasida Ria. Menurut dosen Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro, Triyono Lukmantoro, lagu-lagu Nasida Ria berumur panjang karena lirik yang dipilih bersifat universal dan tak lekang oleh waktu.
”Menurut saya, pilihan kata dalam lagu-lagu Nasida Ria itu sungguh bernas. Hal ini yang membuat kita selalu merasa terlibat, membuat kita selalu merasa selalu diingatkan oleh Nasida Ria,” kata Triyono, Sabtu (25/6/2022), di Semarang.
Triyono menyebutkan, Nasida Ria adalah salah satu kelompok kasidah modern yang inklusif dan moderat. Meski kasidah identik dengan agama Islam, lagu-lagu mereka bisa diterima oleh orang-orang dengan beragam latar belakang agama dan kepercayaan.
Mengambil satu lagi contoh, yakni lagu ”Wartawan Ratu Dunia” yang diciptakan tahun 1993 oleh KH Buchori Masruri, mantan ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jateng 1985-1995. Begini penggalan liriknya.
Bila wartawan terpuji/bertanggung jawab berbudi/jujur tak suka berdusta/beriman serta bertaqwa.
Niscaya besar jasanya/dalam membangun dunia/ratu dunia ratu dunia/oh wartawan ratu dunia...
Lagu yang kemudian dipopulerkan Nasida Ria itu menjadi pesan pentingnya literasi media puluhan tahun sebelum era banjir hoaks dan kabar bohong.
Terkait dengan hal ini, Triyono menilai, lagu-lagu Nasida Ria memiliki metode unik dalam mengajarkan kebaikan kepada pendengarnya, yakni pendekatan deskriptif. Pendekatan ini lebih mudah diterima orang lain.
”Lagu-lagunya seakan-akan memberi tahu orang kalau, misalnya, melakukan A, bisa mengakibatkan B. Jadi, bukan menyuruh seseorang harus A atau seseorang tidak boleh B, yang kesannya menggurui. Kebanyakan orang mendengarkan lagu untuk mencari hiburan. Kalau hiburan sudah disusupi pesan menggurui seperti di kelas-kelas, misi mengajarnya sudah gagal,” ujarnya.
Baca juga: Saat Presiden Mendendangkan ”Deen Assalam”
Dakwah
Mengajarkan orang lain berbuat kebaikan, di dalam Islam, dianggap sebagai dakwah. Cara dakwah bermacam-macam, melalui seni kasidah merupakan salah satunya. Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jateng KH Muhammad Muzamil menuturkan, pada zaman dulu, Wali Songo pernah berdakwah menggunakan wayang dan kesenian tradisional.
”Media yang dipakai untuk dakwah itu netral, tergantung yang menggunakan, tergantung niatnya. Kalau memang yang dilakukan itu positif, sah-sah saja dilakukan, termasuk misalnya dakwah lewat musik kasidah,” ujar Muzamil.
Menurut Muzamil, selama ini, lagu-lagu Nasida Ria berisi ajaran dan ajakan melakukan hal-hal baik. Hal itu berbuah apresiasi dari masyarakat, baik di dalam maupun luar negeri. Pada Sabtu (18/6/2022), misalnya, Nasida Ria diundang tampil dalam acara pembukaan Documenta Fifteen di Kassel, Jerman. ”Salah satu lagu yang mereka bawakan dalam acara itu berjudul ’Perdamaian’. Lagu itu baik karena mengingatkan orang untuk selalu menjaga perdamaian,” ujarnya.
Muzami menambahkan, dakwah juga tidak selalu harus menggunakan bahasa Arab. Hal itu tergantung dari target dakwah dan bagaimana preferensinya. Yang paling penting, dakwah yang disampaikan bisa diterima dengan baik oleh khalayak.
Semangat untuk terus berdakwah melalui kasidah juga menjadi motivasi bagi Rien Djamain (62) bertahan di Nasida Ria hingga saat ini. Rien merupakan satu-satunya anggota Nasida Ria yang berasal dari generasi pertama. Ketika teman-temannya satu per satu meninggalkan Nasida Ria, dia tetap setia berkarya dengan kelompok kasidah legendaris itu.
”Saya sadar kalau saya ini sudah tidak muda. Tapi, saya belum merasa capai atau merasa harus mundur. Mungkin karena keinginan saya untuk bisa terus berdakwah masih tinggi. Jadi, saya masih terus bersemangat,” ujar Rien.
Selain berdakwah melalui syair-syair yang ia lantunkan, Rien juga berdakwah melalui kata-kata pengantar yang biasanya disampaikan kepada penonton sebelum kelompoknya bernyanyi. Dalam sesi itu, Rien biasanya mencuplik potongan lirik lagu yang akan mereka tampilkan. Harapannya, pendengar tertarik untuk menyimak lagu Nasida Ria, kemudian berefleksi bersama.
Selama 47 tahun berkasidah, Rien mendapatkan banyak pengalaman menarik. Menurut Rien, pengalaman menyenangkan yang ia dapatkan adalah bisa berdakwah ke luar kota hingga luar negeri.
Sementara pengalaman tak terlupakan yang pernah dialami Rien adalah saat pentas di tengah guyuran hujan di Kota Tangerang, Banten, pada 2019. Kala itu, hujan turun sangat deras sesaat setelah Nasida Ria naik panggung. Atap panggung yang kala itu diterjang angin kencang juga rusak. Akibatnya, Rien dan anggota Nasida Ria berpentas di lainnya harus mandi air hujan.
Tak hanya basah kuyup, sistem perangkat suara dan alat musik juga mati karena basah diguyur hujan. Sambil menggigil menahan dinginnya air hujan yang membasahi tubuh, Rien berdoa supaya diberi kelancaran selama pentas.
”Untung saja, para penonton tetap sabar menunggu sampai sound system dan alat musik kami bunyi lagi. Mungkin, mereka juga sudah kangen dengan Nasida Ria. Setelah semuanya beres, pentas langsung dilanjutkan. Penonton senang, kami juga senang,” ucap Rien.
Sambutan baik dan apresiasi penonton menjadi bahan bakar bagi Rien dalam setiap penampilan bersama Nasida Ria. Ia berharap pesan dalam lagu-lagu Nasida Ria bisa dihayati dan diterapkan para pendengarnya. Para pelaku musik kasidah juga diharapkan tidak lelah berdakwah lewat kasidah. Harapannya, kasidah terus lestari selamanya.
Baca juga: Panggung untuk Musik Tradisi Nusantara