Murka Topeng Klana kepada Pelaku Pelecehan Seksual di Stasiun Kereta
Pelecehan seksual di kereta api harus menjadi perhatian bersama. Jangan dibiarkan apabila tidak ingin ada korban baru bermunculan.
Di antara deru mesin kereta api dan hilir mudik calon penumpang, Diva Ramadhona (20) menarikan topeng klana di peron Stasiun Cirebon, Jabar, Rabu (29/6/2022). Di belakangnya, anggota pramuka dan petugas membawa spanduk:
Stop Pelecehan Seksual….
Siang itu, Diva turut serta dalam kampanye anti-pelecehan dan kekerasan seksual. Acara itu digelar PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 3 Cirebon. Mengikuti alunan musik pengiring yang cepat dari pengeras suara, perempuan tersebut mulai menggerakkan tubuhnya.
Tangannya tangkas mengibaskan selendang merah. Selendangnya seakan-akan ingin menyabet pelaku pelecehan seksual. Sepakan kakinya yang tanpa alas bak menginjak siapa pun yang ingin merendahkan korban pelecehan. Amarahnya kian menjadi saat mengenakan kedok klana.
Topeng berwarna merah darah itu punya mata yang membelalak, lengkap dengan kumis dan jambang tebal. Giginya keluar. Wajahnya seram.
”Topeng klana ini memang dikenal dengan angkara murka,” ucap mahasiswa Jurusan Seni Tari Universitas Pendidikan Indonesia ini.
Dalam catatan Toto Amsar Suanda, pengamat tari, topeng klana merupakan gambaran tabiat buruk seseorang, serakah, penuh amarah, dan tidak mampu mengendalikan hawa nafsu. Gerakannya menunjukkan orang murka, mabuk, kegandrungan, dan tertawa terbahak-bahak.
Baca juga : PT KAI Terus Gaungkan Kesadaran Anti-kekerasan Seksual
Bagi Diva, watak topeng klana seperti pelaku pelecehan seksual di kereta yang sempat viral di media sosial beberapa hari terakhir. Dalam video itu, tangan seorang laki-laki mendekati tubuh penumpang. PT KAI telah memberi sanksi larangan naik kereta api selamanya untuk pelaku.
”Saya enggak habis pikir. Bisa-bisanya dia (pelaku) melakukan itu (pelecehan) di transportasi umum. Bukan perempuan yang salah. Pelakunya yang memanfaatkan kesempatan,” ujar Diva yang bergabung dalam Sanggar Seni Sekar Pandan di Keraton Kacirebonan sejak delapan tahun lalu.
Berbagai kasus pelecehan terhadap perempuan membuatnya waswas. ”Pelecehan itu bukan hanya nyentuh, melainkan juga bentuk verbal, seperti catcalling. Pernah saya naik motor sendiri terus di-suit sama laki-laki. Rasanya deg-degan, takut. Saya enggak tanggapi,” ungkap Diva.
Perempuan asal Cirebon ini juga belum berani bepergian di Bandung seorang diri, terlebih pada malam hari. Ia merasa lebih aman jika bersama temannya. ”Sebenarnya sendirian juga enggak apa-apa kalau orang paham perempuan harus dilindungi. Masalahnya, semua orang belum ngerti itu,” ujarnya sembari menggelengkan kepala.
Lindungi perempuan
Zhafran Firdausi Irfan (16), anggota pramuka yang turut berkampanye, juga menolak pelecehan seksual. Bersama rekannya yang lain, ia memegang spanduk bergambar larangan melecehkan perempuan, seperti berkata, ”Hai sexy, suit-suit, mau bersenang-senang? Senyum dong cantik, sendirian aja neng?”
”Tindakan itu sangat mengganggu. Enggak cuma di kereta, di pinggir jalan juga ada yang catcalling. Saya saja yang melihat itu merasa terganggu, apalagi perempuannya. Kita harus melindungi perempuan,” paparnya.
Remaja pria ini menilai catcalling, seperti bersiul dan menggoda seseorang, termasuk pelecehan seksual. Pemahaman itu ia dapatkan dari guru bimbingan konseling saat masih duduk di bangku SMPN 1 Kota Cirebon. Hingga kini, siswa SMAN 6 Cirebon ini masih memegang pendirian itu.
Desvyana (23), calon penumpang kereta tujuan Bogor, mengapresiasi kampanye tersebut. Mahasiswi IAIN Syekh Nurjati ini turut membubuhkan tanda tangan dalam petisi penolakan pelecehan dan kekerasan seksual. ”Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja. Kita harus menghentikannya,” katanya.
Baca juga : PT KAI ”Blacklist” Pelaku Pelecehan Seksual di Kereta Api Argo Lawu
Manajer Humas PT KAI Daop 3 Cirebon Suprapto mengatakan, kampanye stop pelecehan dan kekerasan seksual dilaksanakan serentak di beberapa stasiun se-Jawa dan Sumatera. Kampanye tersebut untuk menggugah masyarakat agar tidak melakukan kekerasan seksual, termasuk di kereta.
”PT KAI Daop 3 Cirebon selalu berkomitmen mewujudkan transportasi kereta aman, sehat, nyaman, dan cepat bagi pelanggan,” ucapnya.
Apalagi, Stasiun Cirebon menjadi salah satu pelintasan dari Jakarta ke Jawa dan sebaliknya. Saat ini saja sekitar 5.000 orang berangkat dan pulang di Stasiun Cirebon setiap hari.
Dengan jumlah sebanyak itu, pihaknya mengimbau kepada penumpang untuk saling menghargai dan menghormati, termasuk mencegah pelecehan dan kekerasan seksual. Penumpang diminta segera melaporkan dugaan pelecehan seksual di kereta atau stasiun kepada petugas.
”Apabila ada pelaku yang terbukti melecehkan atau melakukan kekerasan seksual, kami akan menerapkan sanksi tegas dengan mem-blacklist pelaku. Dia tidak bisa naik kereta lagi selamanya,” ungkap Suprapto.
Tidak hanya di kereta, kampanye juga perlu dilakukan di bus hingga angkutan kota.
Beberapa kali, lewat pengeras suara, petugas mengingatkan penumpang agar mematuhi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dalam Pasal 5 disebutkan, pelaku perbuatan seksual nonfisik dapat dipidana maksimal 9 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 10 juta.
Di internal PT KAI Daop 3 Cirebon, lanjut Suprapto, petugas telah mengikuti pelatihan standar pelayanan, termasuk upaya mencegah kekerasan seksual. Kehadiran petugas, kamera pengintai, hingga nomor pengaduan di setiap gerbong kereta juga diharapkan mengantisipasi pelecehan.
Apalagi, pelecehan seksual di ruang publik, termasuk transportasi umum, kerap terjadi. Survei Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) menemukan, 78,89 persen dari 4.236 responden perempuan pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik.
Survei itu dilakukan pada November hingga Desember 2021 dan diikuti oleh perempuan berusia 16-24 tahun dari 34 provinsi di Indonesia. Bahkan, lebih dari setengah responden mengaku mendapat kekerasan seksual di jalanan umum atau taman (Kompas, 2/4/2022).
Sa’adah, Manajer Program Women Crisis Center Mawar Balqis, lembaga yang fokus pada perlindungan perempuan dan anak, mengatakan, kampanye pencegahan pelecehan seksual di ruang publik sangat penting. ”Tidak hanya di kereta, kampanye juga perlu dilakukan di bus hingga angkutan kota,” katanya.
Kampanye dapat berupa pemberitahuan di kendaraan. Misalnya, kontak yang bisa dihubungi jika penumpang menemukan pelecehan seksual. Penumpang juga bisa mencegah pelecehan. Contohnya, turun di tempat yang ramai jika di dalam kendaraan sepi atau berteriak saat mendapati gelagat mencurigakan dari pelaku.
”Ingat, siapa pun bisa menjadi korban dan pelaku kekerasan seksual. Tempatnya juga bisa di ranah publik atau ranah domestik,” ungkap Sa’adah.
Oleh karena itu, semua pihak harus melawan. Semua manusia pasti bisa karena topeng klana yang menyeramkan saja murka dengan pelecehan dan kekerasan seksualitu.
Baca juga : Kasus Pelecehan di KRL Jabodetabek Meningkat