Masyarakat Tuntut Dokumen Kontrak Karya Tambang Seng di Dairi Dibuka
Masyarakat di sekitar pertambangan seng PT Dairi Prima Mineral berunjuk rasa di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Mereka menuntut agar dokumen kontrak karya PT DPM dengan pemerintah dibuka ke publik.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
SIDIKALANG, KOMPAS — Perwakilan masyarakat dari berbagai kecamatan yang berada di sekitar pertambangan seng PT Dairi Prima Mineral berunjuk rasa di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, Rabu (29/6/2022). Mereka menuntut agar dokumen kontrak karya PT DPM dengan pemerintah dibuka ke publik.
”Komisi Keterbukaan Informasi Publik, Januari 2022, menyatakan kontrak karya itu dokumen publik dan harus dibuka. Namun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) malah menggugat putusan itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dan menunggu putusan pada Selasa (5/7),” kata Rohani Manalu, perwakilan masyarakat dari Yayasan Diakonia Pelangi Kasih.
Rohani mengatakan, pembukaan informasi kontrak karya tersebut sangat penting untuk mengetahui aktivitas perusahaan ke depan. Pertambangan seng ditolak warga karena membuka kawasan hutan lindung, membangun gudang peledak dekat permukiman, dan bendungan limbah di hulu permukiman yang dikhawatirkan rentan jebol karena gempa.
Unjuk rasa dilakukan dengan membentangkan spanduk di sejumlah tempat, yakni di Pasar Rabu Parongil, Simpang Tiga Desa Longkotan, Pasar Sidikalang, dan Simpang Tiga Salak yang merupakan jalur transportasi PT Dairi Prima Mineral (DPM).
”Kami menuntut agar Kementerian ESDM segera membuka dokumen Kontrak Karya Renegosiasi Nomor 272.K/30/D/DJB/2018 dan izin produksiPT DPM. Penutupan informasi ini menunjukkan darurat keterbukaan informasi pertambangan,” kata Rohani.
Rohani mengatakan, DPM sudah beraktivitas di lapangan, seperti membangun gudang bahan peledak,mulut terowongan, dan bendungan limbah pada 2021. Gudang bahan peledak dibangun hanya berjarak 50,64 meter dari permukiman dan perladangan warga. Sesuai rapat sosialisasi draf analisis masalah dampak lingkungan hidup (amdal) pada Mei 2021, gudang itu seharusnya dipindah.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral malah menggugat putusan itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dan menunggu putusan pada Selasa (5/7).
Rohani mengatakan, pembangunan tambang seng itu digagas sejak tahun 2005 dan langsung mendapat penolakan keras dari masyarakat. Proses pembangunannya kemudian berhenti total pada 2012 hingga 2017 karena penolakan warga. Namun, pembangunan tambang dilanjutkan pada 2017.
Pertambangan di dataran tinggi kawasan Danau Toba itu pun dilakukan karena diperkirakan memiliki 5 persen dari total cadangan seng dunia. Selain seng, diajukan juga izin menambang timah dan perak.
Head of Health, Safety and Environment (HSE) and Corporate Relations PT Bumi Resources Minerals, induk PT DPM, Achmad Zulkarnain, mengatakan, mereka masih menganggap dokumen itu sebagai rahasia sampai ada keputusan berkekuatan hukum tetap dari pengadilan.
”Terkait masalah lingkungan hidup, kata Zulkarnain, masyarakat bisa melihatnya di draf analisis dampak lingkungan hidup yang saat ini masih menunggu persetujuan akhir. Dokumen itu sudah diberikan kepada masyarakat saat sosialisasi,” kata Zulkarnain.
Zulkarnain mengatakan, saat ini perusahaan berhenti beroperasi sementara waktu karena ada penolakan dari warga. Perusahaan pun sedang menunggu persetujuan amdal dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebelumnya, perusahaan sudah mendapat amdal pada 2005. Kemudian, dilakukan adendum amdal pada 2019.