Program Belajar Bersama Maestro Buka Peluang Regenerasi Lebih Luas
Maestro seni perlu difasilitasi agar bisa melakukan transfer ilmu ke generasi selanjutnya.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Tidak semua maestro seni di Indonesia mampu melakukan regenerasi. Ketiadaan transfer ilmu langsung dari maestro pada akhirnya berisiko membuat kesenian-kesenian di daerah punah dan tidak dimainkan kembali. Hal inilah yang mendorong pemerintah menggerakkan Program Belajar Bersama Maestro.
”Ketika tidak ada generasi yang menerima transfer ilmu langsung dari maestro, maka apa pun yang dilakukan sebagai upaya untuk menghidupkan kembali, akan tetap menghasilkan kesenian yang disebut sebagai bentuk kesenian kreasi baru,” ujar Prabowo Dwi Putranto, Pamong Budaya Ahli Muda sekaligus koordinator Program Belajar Bersama Maestro (BBM) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Sabtu (25/6/2022).
Oleh karena itulah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi berinisiatif melaksanakan program BBM. Dilaksanakan sejak tahun 2015, program ini adalah program pelatihan, workshop yang dilakukan dengan melibatkan para maestro seni. Jika sebelumnya digelar dengan peserta dari pelajar SMA, mulai tahun 2020, BBM dilaksanakan dengan peserta dari para pelaku budaya muda.
Tahun ini, program BBM ketoprak dilaksanakan di 12 lokasi di sejumlah daerah di Indonesia, dan lokasi pertama pelaksanaan BBM adalah di Kabupaten Magelang. Bekerja sama dengan Komunitas Lima Gunung, di Kabupaten Magelang program BBM diikuti oleh 41 peserta dengan 20 orang di antaranya belajar tari topeng dan 21 orang lainnya belajar kesenian ketoprak.
Pelatihan tari topeng dilakukan dengan melibatkan maestro Didik Nini Thowok dan Nungki Kusumastuti, sedangkan pelatihan ketoprak dilakukan bersama maestro Nano Asmorodono.
Dalam program ini, Prabowo mengatakan, pihaknya sebisa mungkin membantu agar transfer ilmu dari para maestro ini bisa berjalan baik.
”Ketika maestro merasa kesulitan untuk memberikan ilmunya, kami pun juga membantu, menyediakan asisten yang bisa membantu menerjemahkan ilmu tersebut kepada para peserta,” ujarnya.
Maestro tari Didik Nini Thowok mengakui, tidak semua maestro ataupun pelaku seni bisa mengajar, mendidik, menularkan ilmunya kepada orang lain. ”Sebagian seniman memang trampil, cakap sebagai pelaku, tetapi tidak memiliki kemampuan sebagai guru,” ujarnya.
Di masa sekarang, di tengah era kecanggihan era teknologi digital, generasi muda, termasuk pelaku seni muda, menurut dia, tetap membutuhkan keberadaan seorang guru seni. Belajar tentang kesenian tidak cukup dilakukan secara daring melalui media sosial karena dalam proses transfer ilmu tersebut, seorang seniman yang menjadi guru juga harus mengajarkan kepekaan perasaan lewat gerakan, yang sering kali harus dilakukan dengan sentuhan, pembenahan langsung dari guru ke murid.
”Berkesenian, menari secara benar, tidak cukup dipelajari dengan meniru-niru gerakan dari Youtube,” ujarnya.
Margo (33), peserta program BBM dari Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, mengaku dirinya bukan pelaku kesenian tradisional. Dunia seni yang diterjuninya hanyalah sebatas menjadi penyanyi band, dan beberapa kali juga terlibat berakting dalam film indie.
Dia mengikuti program BBM ketoprak sebatas karena ingin mencoba-coba. Namun, setelah mengikutinya, dia justru tertarik untuk mendalaminya lebih jauh.
”Saya sangat senang kalau pelatihan ketoprak bisa diperpanjang atau dilakukan beberapa kali lagi,” ujarnya. Pelatihan kethoprak bersama maestro ini membuatnya merasa lebih bisa mendalami seni peran.
Adi Junianto (23), mahasiswa Jurusan Seni Tari Universitas Yogyakarta, mengatakan, dirinya sangat senang mengikuti program BBM karena dari program ini, dia belajar tentang tari kontemporer.
”Selama ini saya hanya lebih banyak belajar tentang tari-tari tradisional saja,” ujar warga Desa Mejing, Kecamatan Candimulyo, Kabupaten Magelang, ini.
Dari Didik Nini Thowok, dia belajar tentang hal baru, yaitu bagaimana menghidupkan karakter dari benda mati, dalam hal ini topeng.
Sri Indah (22), salah seorang mahasiswi, penari asal Kecamatan Borobudur, juga sangat senang karena bisa belajar tentang hal baru, bagaimana membuat gerakan-gerakan baru, hanya dengan mengeksplorasi topeng.
”Saya pun senang karena semua materi dari maestro sekelas eyang Didik (Didik Nini Thowok) bisa dengan mudah saya terima,” ujarnya.