Baik, Kualitas Udara di Kota Surabaya
Status mutu udara dilakukan dengan menghitung rata-rata konsentrasi parameter sulfur dioksida dan nitrogen dioksida tahunan sesuai Peraturan Menteri LHK Nomor 27 Tahun 2021 tentang Indeks Kualitas Lingkungan Hidup.
SURABAYA, KOMPAS
—
Kota Surabaya, Jawa Timur, memiliki kualitas udara baik. Hal itu merujuk pada hasil pemonitoran Indeks Kualitas Udara di Kota Surabaya pada rentang Januari-Mei 2022. Dari hasil pemonitoran itu, kualitas udara Surabaya berada di angka 87,0874 atau dalam klasifikasi baik (70 ≤ x < 90).
Angka tersebut berdasarkan hasil perhitungan Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya melalui sejumlah alat pemonitoran Indeks Kualitas Udara (IKU) yang terpasang di beberapa titik lokasi peruntukan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya Agus Hebi Djuniantoro, Jumat (24/6/2022), mengatakan, status mutu udara dilakukan dengan menghitung rata-rata konsentrasi parameter sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen dioksida (NO2) tahunan sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 27 Tahun 2021 tentang Indeks Kualitas Lingkungan Hidup.
Berdasarkan hasil pemonitoran, IKU di Kota Surabaya pada rentang Januari-Mei 2022 sebesar 87,0874. Artinya, IKU di kota dengan penduduk 3,1 juta jiwa ini dalam klasifikasi baik.
Disebutkan, dalam pemonitoran IKU, Pemkot Surabaya melalui Dinas Lingkungan Hidup melakukannya secara kontinu atau berkelanjutan dan sesaat. Pemonitoran dilakukan menggunakan beberapa jenis alat pengukur yang ditempatkan di sejumlah titik lokasi.
Pada pemantauan secara kontinu, Dinas Lingkungan Hidup menggunakan alat pengukur analyzer yang ditempatkan di stasiun pemantau Kantor Kelurahan Kebonsari dan Kebun Bibit Wonorejo. Pemantauan di dua lokasi itu merujuk pada parameter kualitas udara (PM10, CO, NO2, SO2, dan O3) serta meteorologi (kecepatan dan arah angin, suhu, kelembaban, curah hujan, serta global radiasi).
”Pemantauan di kedua lokasi itu menghasilkan dua data, yaitu data Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) serta data konsentrasi kualitas udara dan parameter iklim,” jelasnya.
Baca juga : Cemaran PM 2,5 di Indonesia Tertinggi Ke-17 di Dunia
Tak hanya berupa alat pengukur
analyzer
, Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya juga menggunakan sensor. Agus Hebi menyebut, pengukuran alat sensor merujuk pada parameter kualitas udara (PM10, PM 2,5, CO, NO
, SO
, dan O
) serta meteorologi (kecepatan dan arah angin, suhu, kelembaban, curah hujan, global radiasi, serta UV Indeks).
”Alat pengukur sensor ditempatkan di Kantor Kecamatan Tandes. Alat pengukur sensor juga menghasilkan data (output) sama dengan alat pengukur analyzer,” ujarnya.
Selain melakukan pemonitoran secara kontinu, Dinas Lingkungan Hidup juga menerapkan pemantauan sesaat, yakni dengan menggunakan alat Gent Stack Sampler dan Passive Sampler. Keduanya merupakan alat pencuplik udara yang lokasinya dapat dipindah-pindah sesuai dengan kebutuhan.
Dikatakan, pemantauan Gent Stack Sampler merujuk pada parameter PM10, PM 2.5, black carbon, dan 16 unsur logam lainnya dengan lokasi pantau berada di Terminal Tambak Osowilangun (TOW) yang dapat dipindah sesuai kebutuhan.
Baca juga : Surabaya Konsisten Menambah Ruang Terbuka Hijau
Sementara Passive Sampler, ujar Agus Hebi, parameternya merujuk pada NOx dan SO
dengan lokasi pantau SIER (industri), Kebun Bibit (permukiman), Jemur Ngawinan (transportasi), dan Menanggal (perkantoran) yang dapat dipindah sesuai kebutuhan. ”Sampel dari hasil pemantauan pada kedua alat tersebut dilakukan analisis terlebih dahulu di lab,” terangnya.
Jadi itu perhitungan sebelum pandemi, IKU Surabaya dalam kategori moderat sampai baik. Adapun pada waktu pandemi, datanya hampir sama dalam kategori baik. (Arie Dipareza Syafei)
Dia mengungkapkan, berdasarkan hasil pemantauan Dinas Lingkungan Hidup selama tahun 2017 hingga 2021, nilai IKU di Kota Surabaya rata-rata sekitar 90 atau dalam klasifikasi sangat baik. ”Nilai IKU kabupaten/kota merupakan hasil rata-rata dari seluruh lokasi pemantauan udara di wilayah administrasi,” kata Agus Hebi.
Selain IKU yang masuk dalam klasifikasi sangat baik, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) di Kota Pahlawan juga mengalami peningkatan jumlah hari baik.
Data kumulatif Dinas Lingkungan Hidup, ISPU Surabaya pada tahun 2021 untuk kategori udara baik berada di angka 218. Lalu dalam kategori sedang di angka 146 dan tidak sehat di angka 1. Artinya, selama satu tahun, kualitas udara di Surabaya baik.
Oleh sebab itu, Agus Hebi mengatakan, pada tahun 2021, Surabaya dapat meraih penghargaan ASEAN Environmentally Sustainable City (ESC) kategori Udara Terbersih Kota Besar. Lewat penghargaan itu, Surabaya diakui sebagai kota yang memiliki udara terbersih se-ASEAN atau Asia Tenggara.
”Kita mendapatkan penghargaan udara terbersih dari ASEAN karena ruang terbuka hijau yang terus bertambah dan kondisi udara semakin baik,” ungkapnya.
Meski demikian, Pemkot Surabaya memastikan akan terus menekan sumber emisi atau polutan udara melalui sejumlah upaya. Upaya itu mulai dari manajemen transportasi yang berkelanjutan, pengelolaan limbah (sampah dan air limbah), hingga pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha/kegiatan melalui Dok Lingkungan.
Termasuk pula melakukan pengawasan atau penegakan hukum bagi pencemar lingkungan, mengadakan kegiatan hari bebas kendaraan bermotor (car free day/CFD) berkala, uji emisi secara periodik, serta mengedukasi masyarakat.
”Selain berbagai upaya tersebut, untuk menyerap emisi karbon, pemkot juga memperbanyak ruang terbuka hijau dan hutan kota di mana terjadi peningkatan IKTL (Indeks Kualitas Tutupan Lahan/Hutan) tahun 2018-2021,” ujarnya.
Baca juga : Udara Surabaya Diklaim Terbersih di Asia Tenggara
Data Dinas Lingkungan Hidup mencatat, pada tahun 2018, IKTL Kota Surabaya sebesar 42,44, lalu pada tahun 2019 sebesar 42,6 dan tahun 2020 sebesar 42,63. ”Sementara pada tahun 2021, IKTL Surabaya kembali naik sebesar 42,633 dari tahun sebelumnya,” ungkapnya.
Di tempat terpisah, Kepala Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Arie Dipareza Syafei menjelaskan, hasil data perhitungan kualitas udara yang dilakukannya sebelum pandemi dalam kategori baik, berada di angka 60-70 persen.
”Jadi itu perhitungan sebelum pandemi, IKU Surabaya dalam kategori moderat sampai baik. Adapun pada waktu pandemi, datanya hampir sama dalam kategori baik,” kata Arie.
Pada kesempatan tersebut, dosen di ITS itu juga mempertanyakan data perhitungan pada aplikasi IQ Air yang mencatat kualitas udara Surabaya buruk. Bahkan, sampai sekarang, Arie mengaku belum tahu di mana titik lokasi alat IQ Air dipasang di Kota Pahlawan.
”Sampai sekarang kami belum tahu titik atau lokasi alat IQ Air dipasang di mana. Kalau, misalnya, dipasang di sampingnya ada pembangunan, kualitas udara pasti buruk karena debunya ke mana-mana,” ucapnya.
Bahkan, tambah Arie, di laman aplikasi IQ Air juga tak dilengkapi dengan foto lokasi penempatan alat ukur sehingga masyarakat hanya mengetahui kualitas udara Surabaya buruk tanpa tahu di mana lokasi sensor ukur itu dipasang.
Padahal, kata Arie, perhitungan IQ Air dengan IKU Surabaya hampir sama, yakni dari data dan parameter partikulat berukuran kecil. ”Saran saya, kalau mau melihat baik buruknya kota ini, memang IQ Air harus punya data tahunan,” ujarnya.
Oleh sebab itu, sebelum masyarakat menyimpulkan kondisi kualitas udara di Surabaya, Arie mengimbau agar membandingkan data tahunan milik IQ Air dengan hasil perhitungan Dinas Lingkungan Hidup. Misalnya, data kualitas udara hasil perhitungan selama periode 2020 dan 2021.
”Sebab, kalau tidak begitu, semua bisa berpendapat, misalnya pas buka laman IQ Air kualitas udara buruk, nanti persepsinya buruk terus. Idealnya memang harus dibandingkan apple to apple data IQ Air dengan data Dinas Lingkungan Hidup,” pungkasnya.