Kebakaran Lahan di Sumsel Empat Kali Lebih Luas Dibandingkan Tahun Lalu
Luasan kebakaran lahan di Sumatera Selatan meningkat empat kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu. Peningkatan ini disebabkan adanya aktivitas pembukaan lahan untuk penyiapan lahan perkebunan, bahkan perumahan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Luasan kebakaran lahan di Sumatera Selatan meningkat empat kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu. Peningkatan ini disebabkan adanya aktivitas pembukaan lahan untuk penyiapan lahan perkebunan, bahkan perumahan. Upaya mitigasi terus dilakukan, termasuk dengan menyiapkan personel dan armada hingga penerapan teknologi modifikasi cuaca.
Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera Ferdian Krisnanto, Rabu (22/6/2022), menyebutkan, data periode Januari-Mei 2022 menunjukkan luas lahan terbakar di Sumsel mencapai 472,07 hektar atau meningkat empat kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 100,90 hektar.
Daerah dengan lahan terbakar paling luas berada di Ogan Komering Ilir yang mencapai 90 hektar, Musi Rawas Utara dan Ogan Komering Ulu (OKU) masing-masing seluas 83 hektar. Diikuti Musi Banyuasin 68 hektar, Ogan Ilir 53 hektar, Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) seluas 43 hektar, Muara Enim 30 hektar, Musi Rawas 10 hektar, serta Lahat dan OKU Selatan masing-masing seluas 5 hektar.
Jika dilihat dari data itu, Ferdian memetakan adanya pergeseran kebakaran di Sumsel. Biasanya, kebakaran hanya didominasi wilayah tertentu, seperti Ogan Komering Ilir, Musi Banyuasin, Banyuasin, dan Ogan Ilir, tetapi sekarang jauh lebih merata seperti ke Kabupaten Penukal Abab Pematang Ilir, Muara Enim, dan Musi Rawas.
Ketiga daerah itu dulu jarang terbakar, tetapi tahun ini kebakaran yang terjadi cukup luas dan tersebar ke beberapa titik. ”Rata-rata kebakaran lahan di ketiga wilayah itu bersifat sporadis dengan luas lahan terbakar sekitar 2 hektar,” ucapnya.
Tidak hanya itu, ungkap Ferdian, tujuan pembukaan lahan juga lebih beragam, bukan hanya untuk membuka lahan pertanian atau perkebunan, melainkan sudah merambah ke tujuan lain. Salah satunya adalah untuk persiapan lahan guna pembangunan perumahan. ”Perubahan pola kebakaran lahan ini harus segera diantisipasi oleh pihak terkait,” ucapnya.
Ferdian berujar, kebakaran lahan di Sumsel sudah mulai marak terjadi sejak dua bulan terakhir dan kemungkinan akan terus meningkat sampai di masa puncak, yakni Juli-September. Oleh karena itu, upaya mitigasi sangat diperlukan, salah satunya melalui teknologi modifikasi cuaca (TMC) yang menghasilkan hujan buatan.
Pada TMC yang dilakukan di kawasan Sumsel-Jambi selama 15 hari, yakni pada 23 April- 6 Juni 2022, menunjukkan adanya kecenderungan yang baik. Peningkatan curah hujan hingga 23 persen di wilayah Sumsel dan 17 persen di wilayah Jambi jika dibandingkan dengan rata-rata intensitas hujan dalam 10 tahun terakhir.
Melihat masih adanya potensi awan hujan, ujar Ferdian, menurut rencana akan ada lagi TMC di wilayah Sumsel dan Jambi dalam waktu dekat. Dengan upaya ini, diharapkan lahan yang rentan terbakar bisa tetap basah dan embung bisa terisi air. Embung bisa digunakan sebagai sumber persediaan air ketika lahan di sekitarnya terbakar.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru berharap agar masyarakat dapat berperan dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Sumsel. Berdasarkan data diketahui bahwa kebakaran lahan disebabkan ulah manusia, terutama dari aktivitas pembukaan lahan.
”Kalau memang membutuhkan alat untuk membuka lahan, kami akan pinjamkan. Tetapi, jangan untuk kepentingan pribadi, harus kepentingan kelompok tani,” tegas Herman.
Adapun untuk perusahaan, Herman mengimbau agar pihak perusahaan benar-benar menjaga lahan konsesinya agar tidak terbakar. ”Jika terbukti lalai menjaga lahannya dari kebakaran, tentu akan dikenai sanksi,” ucapnya.
Keseriusan Pemerintah Provinsi Sumsel dalam menjaga lahan dapat dilihat dari penyediaan anggaran untuk pembelian alat pemadam kebakaran yang pada tahun 2020 dialokasikan Rp 37 miliar bagi 10 daerah rawan terbakar di Sumsel. Di sisi lain, pihaknya sudah mengusulkan adanya pengiriman helikopter patroli dan helikopter bom air pada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menurut rencana akan didatangkan secara bertahap. ”Saya sudah mengusulkan sembilan helikopter untuk dialokasikan di Sumsel,” ucap Herman.
Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Sumsel Iwan Setiawan menyebut, pihaknya sudah memperingatkan setiap perusahaan hutan di Sumsel untuk benar-benar menjaga kawasan konsesinya dari risiko karhutla. Selain menyediakan alat yang memadai, keterlibatan masyarakat sekitar juga sangat krusial.
Apalagi, kemarau musim ini diperkirakan akan lebih panas dibandingkan dengan dua tahun lalu. ”Karena itu, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat sudah dilakukan agar semua pihak dapat menjaga daerahnya dari risiko kebakaran,” ucap Iwan.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Iriansyah berpendapat risiko kebakaran tentu akan sangat tinggi di Sumsel. Alasannya, lahan di Sumsel cukup besar, terutama lahan gambut yang mencapai 1,2 juta hektar dan lahan hutan mencapai 3,8 juta hektar.
Karena itu, sebelum memasuki masa puncak musim kemarau, persiapan sudah harus dilakukan, terutama di 12 daerah rawan kebakaran di Sumsel. Dari hasil pemantauan citra satelit sudah ditemukan banyak titik panas yang tersebar di daerah rawan. Namun, ketika petugas memeriksa lokasi, banyak titik yang ternyata bukan kebakaran lahan, melainkan aktivitas lain seperti asap yang keluar dari cerobong pabrik.