Anggaran Penanganan Karhutla di Sumsel Terpangkas Covid-19
Anggaran penanganan karhutla tahun ini di Sumsel sekitar Rp 1,3 miliar, turun dari alokasi anggaran tahun lalu sebesar Rp 1,7 miliar.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Alokasi anggaran untuk penanggulangan kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di Sumatera Selatan dipangkas akibat realokasi serta penetapan ulang fokus penanganan Covid-19. Pada saat bersamaan, Pemerintah Provinsi Sumsel juga menggelontorkan dana bantuan Rp 37 miliar bagi 10 daerah yang rawan kebakaran untuk pembelian alat yang tidak habis pakai.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan Ansori, Rabu (5/8/2020), mengatakan, tahun ini anggaran yang disediakan untuk operasional penanganan kebakaran lahan di Sumsel sekitar Rp 1,3 miliar, yang berarti turun dari alokasi anggaran tahun lalu sebesar Rp 1,7 miliar. Penurunan anggaran ini terjadi karena adanya penetapan ulang fokus dan realokasi anggaran untuk penanganan Covid-19.
Walau demikian, ujar Ansori, dirinya berharap anggaran ini cukup, lantaran musim kemarau tahun ini tidak sepanjang tahun lalu. ”Tahun lalu, musim kemarau mulai terjadi pada Juli dan baru berakhir November 2019. Tahun ini, musim kemarau diperkirakan tidak lebih dari dua bulan,” katanya.
Pemprov Sumsel sudah menggelontorkan dana sekitar Rp 37 miliar sebagai dana bantuan bagi 10 daerah yang rawan karhutla. ”Setiap daerah mendapatkan dana bantuan Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar,” katanya. Dana tersebut digunakan untuk penyediaan barang yang tidak habis pakai, salah satunya untuk membeli peralatan pemadam kebakaran.
Sementara itu, Kepala Seksi Operasi Komando Resor 044 Garuda Dempo Kolonel (Inf) Ari Sudarsono menuturkan, luas lahan yang terbakar sampai 13 Juli 2020 di Sumsel sudah mencapai 226,75 hektar atau 0,05 persen dari total lahan terbakar tahun 2019, yakni seluas 428.356 hektar. Sejumlah upaya terus dilakukan untuk menanggulangi kebakaran lahan, termasuk membentuk enam subsatgas darat untuk bersiaga di 108 desa rawan di Sumsel.
Koordinator BMKG Sumatera Selatan Nuga Putrantijo menuturkan, musim kemarau tahun ini diperkirakan akan mulai terjadi di Sumsel pada Agustus 2020 dan mencapai puncaknya pada September 2020. Namun, pada Agustus pun diperkirakan masih ada hujan dengan intensitas sedang. Sementara musim hujan akan kembali melingkupi Sumsel pada Oktober 2020.
Sementara hari tanpa hujan (HTH) di Sumsel didominasi kriteria HTH pendek, berkisar 6-10 hari. HTH terpanjang terjadi di Indralaya Kabupaten Ogan Ilir dengan waktu HTH mencapai 16 hari.
Dengan situasi ini, ungkap Nuga, risiko kebakaran lahan akan lebih rendah daripada tahun lalu karena kondisi lahan masih basah, terutama di lahan gambut. Potensi awan hujan pun akan tetap ada, bahkan di puncak musim kemarau sekalipun. ”Dengan masih adanya potesi awan hujan, maka teknologi modifikasi cuaca masih bisa dilakukan,” ujarnya.
Kepala Bidang Penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Balai Besar TMC Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Budi Harsoyo menerangkan, dengan masih adanya awan hujan, maka TMC masih terus dilanjutkan. Di Sumsel dan Jambi, TMC tahap pertama sudah dilakukan pada periode 2-19 Juni dengan jumlah penerbangan 18 sorti dengan bahan semai sekitar 14,4 ton garam.
Dari penyemaian itu dihasilkan 50,20 juta meter kubik air hujan. Dengan masih adanya potensi awan hujan, ungkap Budi, penyemaian di Jambi dan Sumsel akan dilanjutkan pekan depan hingga September. Tujuan utama dari penyemaian ini adalah menjaga lahan tetap basah sehingga potensi kebakaran lahan bisa ditekan.
Deputi Bidang Penanganan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Dody Ruswandi menuturkan, upaya pencegahan harus menjadi yang utama untuk penanggulangan karhutla karena biayanya akan jauh lebih murah daripada jika sudah terjadi kebakaran.
Pencegahan karhutla di Sumatera, terutama di Riau, Jambi, dan Sumsel, menjadi sangat penting lantaran jika kebakaran lahan terjadi, asapnya bisa merebak hingga ke negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Di Sumsel saja sudah ada delapan helikopter bom air. Bahkan, pekan depan akan didatangkan helikopter CH-47 Chinook ke Palembang untuk menanggulangi kebakaran.
Jika helikopter MI dan Kamov hanya digunakan untuk kebakaran api kecil, helikopter CH 47 Chinook bisa digunakan untuk menanggulangi kebakaran lahan yang cukup besar. ”Tapi, saya harap helikopter ini tidak digunakan yang artinya jangan sampai ada lahan yang terbakar,” ujar Dody.
Untuk itu, lanjut Dody, perlu kolaborasi bersama dari semua pemangku kepentingan karena tahun ini situasinya akan lebih berat jika karhula terjadi. ”Karena tahun ini, tidak hanya karhutla, kita juga masih menghadapi Covid-19,” ucapnya.