Tarif Rp 750.000 Candi Borobudur Bentuk Perlakuan Khusus
Tarif atau harga tiket Rp 750.000 nantinya hanya diberlakukan khusus bagi pengunjung yang sekadar berekreasi atau jalan-jalan di bangunan Candi Borobudur.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Tarif atau harga tiket sebesar Rp 750.000 nantinya hanya diberlakukan khusus bagi pengunjung yang sekadar berekreasi atau jalan-jalan di bangunan Candi Borobudur. Adapun untuk pengunjung dengan tujuan atau kriteria tertentu, pengelola berencana mengusulkan kesempatan berkunjung secara gratis.
”Penetapan harga ini adalah bentuk keberpihakan pemerintah pada kepentingan konservasi,” ujar Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Edy Setijono, Jumat (10/6/2022). Hal itu dikemukakan Edy dalam seminar bertema ”Membicarakan (lagi) Borobudur, antara Konservasi dan Pariwisata” yang digelar Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, secara daring.
Oleh karena itu, Edy pun menolak pendapat sebagian orang yang menyatakan bahwa penetapan harga yang demikian mahal adalah bentuk komersialisasi benda cagar budaya demi mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dari candi.
Penetapan harga dan rencana pembatasan pengunjung sudah dibicarakan PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko bersama sejumlah kementerian sejak dua tahun silam. Semula, penetapan harga untuk wisatawan domestik yang naik ke candi adalah separuh dari harga tiket untuk wisatawan asing, yakni 50 dollar AS atau setara dengan nilai Rp 750.000.
Rapat koordinasi terakhir yang dilaksanakan bersama beberapa kementerian pada Sabtu (4/6/2022) memang belum membahas detail kriteria pengunjung yang harus membayar Rp 750.000 untuk naik ke candi. Meski demikian, Edy mengatakan, pihaknya berencana mengusulkan kesempatan berkunjung secara gratis kepada tiga kelompok pengunjung.
Selain pejabat pemerintah atau tamu yang berkunjung sebagai bagian dari kegiatan kenegaraan, kesempatan berkunjung gratis juga diberikan kepada mereka yang ingin melakukan riset atau penelitian. Selain itu, pimpinan agama Buddha yang ingin melakukan ritual ibadah di atas bangunan candi.
Dengan penetapan harga tersebut, Edy mengatakan, pihaknya juga sekaligus berupaya membiasakan pengunjung untuk menikmati pemandangan candi dari kejauhan. Hingga saat ini, PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko juga masih membuka kesempatan bagi pengunjung untuk berwisata hingga di pelataran candi dengan harga tiket untuk wisatawan domestik Rp 50.000 per orang.
Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Marsis Sutopo mengatakan perlu ada edukasi panjang kepada masyarakat agar saat akan berwisata ke Borobudur, mereka tidak semata-mata terfokus berkunjung ke candi. ”Para wisatawan harus diarahkan untuk datang ke kawasan Borobudur, yang mana berarti mereka nantinya lebih terkonsentrasi untuk berkunjung ke desa-desa wisata di sekitar candi,” ujarnya.
Marsis, yang pernah 11 tahun menjabat sebagai Kepala Balai Konservasi Borobudur (BKB), mengatakan, dengan mempertimbangkan kondisi kerusakan Candi Borobudur, sebenarnya candi lebih baik ditutup untuk kunjungan. Namun, jika tidak memungkinkan, sebaiknya dilakukan pembatasan pengunjung, di mana yang bisa berwisata di bangunan candi hanyalah mereka yang memenuhi syarat atau kriteria tertentu.
Tahun 2009, Marsis mengatakan, pihaknya sudah melakukan kajian terkait daya dukung dan kekuatan bangunan candi, yakni 1.259 orang per hari. Namun, perhitungan yang dibuat sebenarnya adalah daya tampung pengunjung berdasarkan kemampuan ruang candi, bukan daya tampung dengan mengukur kemampuan untuk memikul berat maksimal dari berat badan pengunjung.
Selama ini kawasan Borobudur memang tumbuh, tapi hanya kaum kapitalis yang bisa mendapatkan keuntungan.
Selain keausan dan kerusakan batuan yang dipicu oleh gesekan kaki pengunjung, kerusakan batuan juga berpotensi terjadi akibat adanya kembang susut batuan, rembesan air, dan berbagai faktor lainnya.
Noeryanto pelaku wisata sekaligus seniman kriya dari Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, mengatakan, pihaknya sepakat dengan rencana pembatasan pengunjung Candi Borobudur. Namun, seiring hal tersebut, dia berharap pemerintah serius menggarap agar wajah Candi Borobudur tergambar di desa-desa di sekitarnya.
Hal itu, antara lain, bisa dilakukan dengan mengatur agar desain rumah-rumah dan penginapan yang tumbuh di sekitar candi memakai desain meniru apa yang terpahat di relief. Dia pun berharap masyarakat tidak dibiarkan begitu saja, tetapi didampingi untuk mengembangkan kegiatan wisata di desanya masing-masing.
”Selama ini kawasan Borobudur memang tumbuh, tapi hanya kaum kapitalis yang bisa mendapatkan keuntungan. Investor-investor besar menanamkan modal untuk membangun obyek-obyek baru, sementara warga hanya sibuk menjual tanah mereka,” ujarnya.