Tarif Tiket dan Simalakama Pelestarian Borobudur
Wacana kenaikan harga tiket masuk-naik bangunan Candi Borobudur menuai polemik. Di satu sisi, konservasi penting demi memperpanjang usia candi, di sisi lain kenaikan fantastis rentan memupus unsur inklusivitas Borobudur.
Wacana kenaikan tarif tiket masuk ke bangunan Candi Borobudur hingga Rp 750.000 per orang membuat publik gerah. Pro dan kontra berhadap-hadapan di ruang-ruang percakapan. Di satu pihak, menjadikan konservasi sebagai pembenar, di pihak lain muncul anggapan ekslusivisme warisan budaya Nusantara tersebut hanya akan semakin menjauhkan anak bangsa dari akar sejarahnya.
Konservasi akibat kerusakan batuan Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, memang mendesak. Ini buah dari aliran pengunjung yang tak pernah dibatasi. ”Di sejumlah titik, ada permukaan batuan candi yang cekung, tergerus hingga lima sentimeter dari kondisi awal,” ujar Koordinator Kelompok Kerja Pemeliharaan Balai Konservasi Borobudur (BKB) Bramantara, Senin (6/6/2022).
Penelitian Balai Konservasi Borobudur (BKB) sejak 1984 hingga 2021 mendapati bangunan Candi Borobudur juga telah melesak sedalam dua sentimeter dari permukaan. Selain pengaruh kondisi tanah bukit, termasuk campuran beton di sebagian struktur bangunan, hal itu dampak derasnya aliran pengunjung tanpa pembatasan. Untuk itu, bangunan Borobudur mendesak dijaga.
Upaya menghentikan gesekan alas kaki pengunjung dengan batu candi sebenarnya bisa dengan melapisi tangga dengan kayu. Upaya ini pernah dilakukan, tetapi dibatalkan karena menuai kritik hanya karena alasan estetika. Padahal, menurut Bramantara, di luar negeri, upaya pelapisan tangga di benda cagar budaya lazim dilakukan, seperti di Korea Selatan, Jepang, dan Kamboja yang menerapkannya pada bangunan Angkor Wat.
Isni Wahyuningsih, Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) Dokumentasi dan Publikasi BKB, mengungkapkan, di luar masalah konservasi, pembatasan wisatawan juga bisa mengangkat nilai penting Candi Borobudur sebagai warisan budaya dunia yang memiliki nilai pembelajaran luar biasa.
”Selama ini, nilai-nilai budaya dan sejarah nenek moyang bangsa tidak pernah diperhatikan dan cenderung diabaikan karena sebagian wisatawan hanya datang untuk rekreasi dan selfie (swafoto),” ujar Isni. Ia menambahkan, survei BKB tahun 2018 mengungkap 60 persen pengunjung tidak mengetahui status Candi Borobudur sebagai warisan budaya dunia.
Menakar kelayakan
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Sabtu (4/6/2022), menyatakan, tiket masuk Borobudur akan naik dari Rp 50.000 menjadi Rp 750,000 untuk turis domestik dan dari 20 dollar AS menjadi 100 dollar AS atau sekitar Rp 1,4 juta untuk turis mancanegara. Pernyataan yang sontak memantik perdebatan publik. Sebenarnya, harga baru itu hanya untuk wisatawan yang hendak naik ke bangunan candi, sedangkan yang tidak naik ke bangunan tetap dengan harga terjangkau.
Terkait hal tersebut, Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Edy Setijono, Senin (6/6/2022), mengatakan, pembatasan kunjungan dan pemberlakuan harga tiket baru belum ditetapkan. PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko bersama Balai Konservasi Borobudur hingga saat ini masih terus berkoordinasi untuk mengatur prosedur standar operasi atau SOP menyangkut teknis layanan kunjungan.
Baca juga: Pemberlakuan Tarif Baru Borobudur Belum Diputuskan
Sekadar perbandingan, wisata sejenis, yakni Angkor Wat di Siem Reap, Kamboja, sejak 2017 menaikkan hampir dua kali lipat harga tiket masuk bagi turis mancanegara, dari 20 dollar AS menjadi 37 dollar AS, atau dengan kurs saat ini sekitar Rp 533.000 untuk tiket sehari. Adapun tiket paling mahal 72 dollar AS atau sekitar Rp 1 juta untuk kunjungan tujuh hari dan berlaku selama sebulan.
Meski tidak ada harga khusus untuk para pelajar, tiket untuk anak di bawah 12 tahun digratiskan. Selain itu, mahalnya tiket masuk kompleks Angkor Wat seluas 162 hektar tersebut hanya berlaku untuk turis mancanegara. Sementara bagi warga lokal, tetap gratis.
Adapun dari situs resmi penjualan tiket, yakni Angkor Enterprise (disupervisi Kementerian Pariwisata Kamboja), dari awal tahun hingga Senin pukul 20.15, setidaknya sudah terjual 49.151 tiket masuk turis. Artinya, dalam sebulan, rata-rata ada 9.800 pengunjung. Jumlah ini masih sangat jauh di bawah kondisi sebelum pandemi Covid-19 saat pengunjung kompleks peradaban Khmer pada abad ke-12 tersebut bisa mencapai 7.000 orang per hari.
Situasi Angkor Wat dan Borobudur memang tidak bisa dibandingkan persis. Apalagi, di Angkor Wat, terdapat ratusan candi yang terpencar. Dengan demikian, pengunjung tidak akan menumpuk di satu lokasi. Namun melimpahnya destinasi itu justru menjadi jaminan kepuasan pelancong mengeluarkan uang. Di kompleks Candi Borobudur hanya ada satu bangunan utama. Bangunan bersejarah lain, yakni Candi Mendut dan Pawon, berada di luar kompleks.
Sebagai tambahan gambaran, tiket masuk ke Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park di Bali sebesar Rp 125.000 per orang. Khusus bagi warga ber-kartu tanda penduduk (KTP) Bali, mereka dapat membeli tiket Rp 60.000.
Baca juga: Agustus, “Garuda Wisnu Kencana” Diresmikan
Dengan membayar tiket masuk tersebut, wisatawan dapat menjelajahi obyek wisata, termasuk menyaksikan pergelaran kesenian. Daya tarik utamanya adalah patung Garuda Wisnu Kencana, patung monumental setinggi lebih dari 120 meter. Untuk naik ke patung GWK, pengunjung dikenai biaya tambahan Rp 50.000 per orang, sudah termasuk ongkos jasa pemandu wisata. Pengunjung dapat naik hingga lantai 23, lantai tertinggi yang dapat diakses pengunjung, yang memiliki galeri pandang menyaksikan lansekap Bali.
Dalam unggahan di media sosial, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga menulis, pengunjung Candi Borobudur akan dibatasi 1.200 orang per hari. Badan Pusat Statistik mencatat, pada 2018, jumlah pelancong domestik di Borobudur sebanyak 3.663.054 orang atau sekitar 10.035 orang per hari. Adapun pada 2019 angka tersebut naik menjadi 3.747.757 orang, atau sekitar 10.270 orang per hari. Namun pada 2020, angka tersebut turun menjadi 965.699 orang akibat pandemi.
Sementara jumlah kunjungan wisatawan mancanegara masih sangat sedikit. Pada 2018 sebanyak 192.231 orang, kemudian naik menjadi 242.082 orang pada 2019, kemudian turun pada 2020 menjadi 31.551 orang. Artinya, Borobudur masih sangat bertumpu pada kunjungan wisatawan lokal dan belum mampu menarik minat turis asing.
Wisata alternatif
Hingga kini, belum ada alternatif menarik untuk memecah konsentrasi pengunjung Candi Borobudur. Keberadaan Museum MURI atau Galeri Unik dan Seni Borobudur Indonesia, Museum Kapal Samudraraksa, dan Museum Karmawibangga di dalam kompleks candi, selama ini kurang menarik minat pengunjung. Bahkan, ada kesan kurang terawat.
Pengembangan destinasi lain di luar kompleks candi sudah dilakukan, tetapi belum optimal. Salah satunya oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi yang menginventarisasi sedikitnya 200 obyek kearifan lokal warga dari 20 desa di Kecamatan Borobudur. Ragam budaya tersebut berpotensi menjadi obyek kunjungan wisata. Obyek budaya tersebut antara lain berupa makanan tradisional, permainan tradisional, serta berbagai ragam budaya spiritual, termasuk ritual adat.
Jika keragaman budaya tersebut berhasil digarap jadi magnet wisata, bisa jadi wisatawan mau memperlama kunjungan di kawasan Borobudur sembari menunggu giliran masuk candi. Namun, muncul pertanyaan lain soal kesiapan infrastruktur pendukung wisata di sekitar Borobudur, seperti hotel, rumah sakit, transportasi, dan restoran yang memadai.
Baca juga: Resapi Keselarasan Borobudur Highland
Masyarakat dan pelaku wisata mafhum, pembatasan pengunjung Borobudur mesti dilakukan demi membatasi laju kerusakan batuan berumur ratusan tahun itu. Namun, besaran tarif yang sangat mencolok itu seyogianya ditinjau ulang.
”Kalau naiknya jadi Rp 750.000, ya sudah jelas, warga seperti kami tidak bisa mengakses. Kami tak punya anggaran berwisata sebesar itu,” kata Asri Kristiyani (40), warga Semarang yang sehari-hari bekerja sebagai buruh garmen di Ungaran.
Danny Garjito, salah satu pelaku usaha agen perjalanan di Sleman, DI Yogyakarta, mengatakan, kelayakan tiket Borobudur dipatok semahal itu patut dipertanyakan. Sebab, sebagian besar pelancong asing yang dibawanya ke Borobudur masih menginap di wilayah DI Yogyakarta. ”Selain hotel berbintang yang masih terbatas, mereka bingung kalau malam mau ngapain. Lha warung makan saja masih terbatas. Tidak ada atraksi. Beda dengan Bali, sanggar-sanggar seni di sana rutin pentas agar turis betah menginap di daerah sekitarnya,” tuturnya.
Baca juga: Pernyataan Kenaikan Harga Tiket Borobudur Picu Kebingungan Pelaku Wisata
Ketua Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI) Jateng Setyo Legowo mengatakan, pihaknya memahami alasan pemerintah menaikkan tarif naik ke bangunan candi. Namun, besaran kenaikannya tidak sampai Rp 750.000 per orang. Idealnya, kenaikan tarif maksimal berkisar Rp 250.000-Rp 300.000 per orang.
Setyo menambahkan, selama ini, rata-rata tarif tur Borobudur dan sekitarnya dalam satu hari sebesar Rp 450.000 per orang. Tarif itu berlaku untuk wisatawan domestik dan sudah termasuk biaya naik ke bangunan candi. ”Kalau nanti jadi Rp 750.000 per orang, kami akan menyesuaikan juga. Kemungkinan, tarif yang kami kenakan lebih dari itu. Supaya tidak terlalu mahal, nanti akan kami paketkan dengan wisata ke Malioboro, Yogyakarta,” ujarnya.
Kepala Dinas Pariwisata, Kepemudaan, dan Olahraga Kabupaten Magelang Slamet Achmad Husein mengatakan, Pemerintah Kabupaten Magelang tidak dilibatkan dalam hal penentuan harga tiket masuk Candi Borobudur. Dia berharap wacana kenaikan harga tiket ini tidak meresahkan dan justru dianggap sebagai tantangan setiap pengelola destinasi untuk semakin kreatif berinovasi.
”Pembatasan kunjungan ke bangunan candi justru menjadi kesempatan pengelola destinasi-destinasi wisata lain di Magelang untuk mengembangkan diri, menampung kelebihan wisatawan yang tidak tertampung di kawasan candi,” ujarnya.
Adapun Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid menyampaikan pihaknya tidak pernah memberikan usulan nominal harga tiket karena bukan tugas atau kewenangan Kemendikbudristek. ”Penetapan harga tiket kewenangan BUMN, dalam hal ini PT Taman Wisata Candi Borobudur,” katanya.
Tidak ada yang keberatan dengan upaya konservasi warisan budaya. Namun, berbeda jika membahas rencana kenaikan tiket masuk. Kini, kepekaan pemerintah sedang diuji untuk turut menjaga warisan budaya bangsa yang terakses semua kalangan. Inklusif dan lintas generasi.