Bandara Banyuwangi dari Udeng Suku Osing hingga Aga Khan Award
Bandara Blimbingsari masuk dalam nominasi Aga Khan Award 2022. Sentuhan lokal dengan desain yang ramah lingkungan membuat bandara ini berbeda.
Bandara Blimbingsari di Banyuwangi, Jawa Timur, menjadi nominator Aga Khan Award 2022, sebuah penghargaan bergengsi arsitektur dunia. Arsitek Andra Matin mendesain bangunan ini tak hanya agar pengunjung jatuh cinta pada pandangan pertama, tetapi juga akomodatif bagi lingkungan dan warga lokal.
Semilir angin masuk ke sela-sela tatanan kayu ulin yang menjadi dinding bandara. Gemericik air di kolam sepanjang koridor menambah sejuk suasana. Dari dalam ruangan, calon penumpang bisa melihat landasan dan pergerakan pesawat dengan latar belakang Pegunungan Ijen. Suara alunan gamelan angklung paglak, khas masyarakat adat Osing, menambah lekat nuansa tradisional.
”Menyenangkan, kita bisa menikmati suasana pedesaan tanpa terasa bahwa kita sedang menunggu pesawat di bandara,” kata Wahyu Nurdiyanto (45), salah satu penumpang yang kerap terbang dari Bandara Banyuwangi ke Jakarta.
Berbeda dengan bandara lain yang didominasi beton dan kaca, Bandara Banyuwangi lebih bergaya natural dengan bilah-bilang kayu sebagai dindingnya. Bilah-bilah kayu itu dipasang dengan menyisakan celah sehingga angin bisa bebas keluar masuk mengisi ruangan. Celah-celah kayu itu juga membuat kesan artistik karena membentuk bayangan di sepanjang ruangan dan koridor.
Angin yang masuk berasa sejuk dari celah-celah kayu juga terasa lebih adem karena ada kolam ikan yang mengelilingi gedung terminal kedatangan dan keberangkatan. Konsep kolam inilah yang meredam cuaca panas di sekitar bandara.
Baca juga: Indahnya Bandara Blimbingsari, Pintu Gerbang Banyuwangi
Sepuluh tahun lalu, terminal Bandara Banyuwangi berupa sebuah kantor dengan luas 75 meter persegi. Kantor digunakan untuk terminal keberangkatan hingga kedatangan pesawat Grand Caravan yang merintis penerbangan Surabaya-Banyuwangi saat itu.
Saat Banyuwangi mulai diperkenalkan sebagai destinasi wisata baru, Bupati Banyuwangi saat itu, Abdullah Azwar Anas, berkeinginan membangun terminal kedatangan dan pemberangkatan. Desain yang diinginkan harus kental dengan budaya lokal. Jadilah ia mengundang arsitek Andra Matin untuk mendesain bandara.
Andra Matin mengusung konsep bangunan tropis ramah lingkungan dengan sentuhan budaya Osing. Jadilah Bandara Blimbingsari memiliki ruangan bebas AC dengan bukaan yang banyak untuk penerangan dan sirkulasi udara alami. Atapnya berupa rumput hijau. Kolam ikan mengelilingi bangunan itu hingga ke koridor-koridor jalan di dalamnya.
Baca juga: Bangkitkan Kembali Kejayaan Arsitektur Indonesia
Bangunan dan isinya pun diambil dari kekayaan ekonomi serta kultur Banyuwangi. Atap bandara, misalnya, didesain menyerupai udeng atau tutup kepala masyarakat adat Osing. Bilah-bilah kayu pun diadaptasi dari rumah Osing yang mayoritas terbuat dari kayu.
Detail-detail fungsional bandara diperhatikan. Seperti banyaknya toilet jongkok untuk mengakomodasi kenyamanan warga lokal, tersedianya mushala dan tempat wudhlu yang memadai, hingga anjungan pengantar di lantai teratas untuk keperluan ”dadah-dadah” keluarga penumpang.
”Warga Banyuwangi masih suka berombongan mengantar keluarganya ketika naik pesawat sehingga kami sediakan tempat ’dadah-dadah’ yang bisa diakses pengantar, biar mereka nyaman dan senang,” kata Azwar Anas kala itu.
Baca juga: Banyuwangi Rebound dengan Festival Budaya Nusantara
Gedung pun diisi dengan perabot kursi, meja, hingga kap lampu dari perajin lokal. Begitu pula kafe-kafe di dalamnya. Kafe-kafe di Bandara Banyuwangi lebih mirip kantin karena menjual kopi lokal, soto, rawon, sampai nasi bungkus.
Konsep itulah yang sepertinya menarik Aga Khan Development Network (AKDN) untuk meloloskan Bandara Banyuwangi sebagai satu dari 20 nominator Aga Khan Award. AKDN adalah suatu lembaga yang berfokus untuk meningkatkan kualitas hidup warga dari semua golongan.
Kami bersyukur kolaborasi kami dengan Pemkab Banyuwangi mendapat apresiasi dunia. Bandara Banyuwangi tidak hanya ramah lingkungan, tetapi sangat kental budaya lokal. (Andra Matin)
Dalam situs resminya, AKDN menyebutkan sangat mengapresiasi hasil karya arsitektur yang memanfaatkan potensi lokal serta teknologi yang inovatif yang bisa menginsipasi proyek di tempat lain di seluruh dunia.
”Kami bersyukur kolaborasi kami dengan Pemkab Banyuwangi mendapat apresiasi dunia. Bandara Banyuwangi tidak hanya ramah lingkungan, tetapi sangat kental budaya lokal,” kata arsitek Andra Matin dalam rilis yang dikirim Pemerintah Kabupatem Banyuwangi.
Selain Bandara Blimbingsari, nominator lain yang juga berasal dari Indonesia adalah rumah tumbuh di Batam, Kepulauan Riau. Rumah tumbuh itu memadukan beton pada lantai dengan bilah-bilah bambu lokal di dindingnya. Rumah itu juga memiliki tempat penyimpanan air hujan hingga kebun susun.
Kedua desain bangunan itu harus bersaing dengan 18 bangunan lain di penjuru dunia, di antaranya Manama Post Officer di Bahrain, Community Space di pengungsian Rohingya Bangladesh, hingga gedung rehabilitasi Outros Barrios di Cape Verde.
Periode sebelumnya Indonesia juga lolos nominasi Aga Khan Award. Bangunan itu yakni Microlibrary di Bandung pada 2017-2019, Pelestarian Mbaru Niang di Wae Rebo pada 2011-2013, dan Rekonstruksi di rumah Desa Ngibikan DIY pada 2018-2010.
Baca juga: Wae Rebo dalam Keunikan Kehidupan
Pasang surut
Terlepas dari desain dan penghargaan, terbangunnya Bandara Blimbingsari yang berkapasitas 1.100 penumpang per hari mampu membuka daerah lain ke Banyuwangi. Sebelum tahun 2011, Banyuwangi hanya terkoneksi dengan Bali lewat laut dan kota-kota di Jawa dengan jalur darat.
”Dulu saya ke Banyuwangi seperti jalan ke hutan, sepi, hanya ada bus tertentu dengan waktu tempuh lebih dari 12 jam dari Surabaya. Kereta api pun terbatas, itu juga 8 jam. Kini naik pesawat hanya 1,5 jam dari Jakarta,” kata Wahyu.
Rute internasional bahkan sempat dibuka Banyuwangi pada tahun 2018 dengan melayani penerbangan dari Banyuwangi langsung ke Kuala Lumpur, Malaysia. Namun, rute itu ditutup karena terimbas pandemi Covid-19.
Bupati Banyuwangi Ipuk Festiandani mengatakan, tidak hanya dari sisi arsitektur, keberadaan Bandara Banyuwangi juga mampu menggerakkan perekonomian lokal untuk mengentaskan rakyat dari kemiskinan dengan semakin mudahnya akses ke Banyuwangi.
Kini setelah pandemi mulai mereda, pintu pun dibuka, dan bandara kembali ramai lagi. Jika masih penasaran untuk melihat desain bandara yang jadi nominator penghargaan dunia, datang langsung saja ke Blimbingsari.