“Banyuwangi Rebound” dengan Festival Budaya Nusantara
Banyuwangi mulai menyemarakkan lagi pergelaran festival setelah dua tahun tertahan pandemi. Festival Budaya Nusantara mengawali kemeriahan pesta rakyat di kabupaten itu.
Delegasi enam daerah memeriahkan Festival Budaya Nusantara di Taman Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur, 1-2 Juni 2022. Festival kembali diadakan setelah dua tahun tertunda akibat serangan pandemi Covid-19.
Delegasi terdiri atas Banyuwangi, Lumajang, Situbondo, dan Pamekasan dari Jawa Timur, Jembrana dari Bali, dan Tanjung Pinang dari Kepulauan Riau. Secara khusus, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menjadikan festival sebagai momentum untuk menggemakan Banyuwangi Rebound atau pantul dan bangkit dari pandemi. Lema mantul juga akronim dari mantap betul, ungkapan positif.
”Kami mendorong Banyuwangi Rebound juga untuk bangkit dari pandemi,” kata Bupati Banyuwangi Ipuk Festiandani saat pidato pembukaan festival, Rabu (1/6/2022) malam.
Di lapangan juga dihadirkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk mendorong pemulihan ekonomi, antara lain stan batik dan udeng, kaus oblong Banyuwangi, serta kopi dan kudapan. Juga ada pengasong makanan minuman dan penjual balon serta mainan.
Baca Juga: Gairah Wisata di Ujung Timur Jawa
Ipuk melanjutkan, festival juga bertujuan untuk harmonisasi kehidupan dan komitmen guna pemulihan kehidupan. Selama tahun ini, Banyuwangi akan menghadirkan 99 festival yang di antaranya digelar di Taman Blambangan. Festival yang bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila itu juga untuk merayakan persatuan dalam keberagaman.
Ragam
Seni musik karawitan tabung dari Jembrana mengawali festival. Aransemen berjudul ”Manakala” segera mencuri perhatian ratusan penonton yang memadati area sekitar panggung gelanggang seni budaya (gesibu) dengan paduraksa.
Selanjutnya, tampil tari Pancawarna dari Banyuwangi. Seni joget ini mendeskripaikan ragam budaya Banyuwangi yang dijuluki Bumi Blambangan. Pancawarna merepresentasikan unsur Osing, Mataraman (Jawa), Bali, Bugis, dan peranakan Tionghoa.
Baca Juga: Kuliner Banyuwangi Menggoda Lidah
Delegasi Jembrana melanjutkan dengan menampilkan tari Puspawresti. Seni gerak ini oleh pemuda pemudi ditampilkan untuk penghormatan dan penyambutan tamu. Yang berikutnya, tari Arume kembang gumitir dari delegasi Lumajang. Tari mengkreasikan topeng, rodat, dan maju rampak kolaborasi sanggar atau padepokan Palupi, Citra Budaya, Damar Budaya, Puspa Kencana, dan SongoSongo.
Tuan rumah kembali tampil dengan tari Kepodang Emas. Tari ini menggambarkan kerukunan masyarakat. Delegasi Pamekasan dari Pulau Madura menyambung dengan tari Bunganah Athe dan disisipi peragaan busana batik (Pemekasan Culture Show). Pamekasan dikenal sebagai sentra batik Madura.
Delegasi Situbondo kemudian tampil dengan tari Landung atau akronim dari layar pendalungan. Seni gerak ini menceritakan kehidupan warga Situbondo yang berkultur campuran Jawa-Madura atau pendalungan. Selanjutnya, tari Balingi dan musik loloan kolaborasi Banyuwangi dan Jembrana. Seni ini terinspirasi dari kampung pertemuan budaya Hindu Bali dan Islam Jawa.
Bangkit
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi Yanuar Bramuda mengatakan, festival rutin diadakan setiap tahun. Namun, Covid-19 memaksa penyelenggaraan festival ditiadakan atau ditunda.
Festival tahun ini menjadi penyelenggaraan ke-26. Festival bertujuan mempererat persaudaraan dengan daerah lain dan terus mengembangkan kerja sama. ”Dalam konteks penanganan Covid-19, festival diadakan untuk mendorong pemulihan kehidupan secara normal baru,” ujar Bramuda.
Wakil Bupati Jembrana I Gede Ngurah Patriana Krisna yang turut diminta memberikan sambutan mengatakan amat berterima kasih terhadap Banyuwangi yang melibatkan daerah lain untuk kolaborasi budaya. ”Festival ini bentuk kebersamaan dan persatuan sekaligus upaya pelestarian budaya Nusantara,” kata putra mantan Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari dan mantan Bupati Jembrana I Gede Winasa.
Baca Juga: Banyuwangi, dari Kerajaan Blambangan hingga Destinasi Wisata