Setiap Bulan Seribu Usaha Ultra Mikro Diharapkan Naik Kelas di Pontianak
Pemerintah terus memperkuat permodalan bagi pelaku usaha di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, agar bisa naik kelas. Setiap bulan diharapkan setidaknya ada 1.000-2.000 usaha ultra mikro naik kelas menjadi usaha mikro.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Setiap bulan diharapkan setidaknya ada 1.000-2.000 usaha ultra mikro naik kelas menjadi usaha mikro di Pontianak, Kalimantan Barat. Dengan demikian, kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi kota jasa seperti Pontianak dapat terdongkrak.
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono dalam acara Program Pengembangan Kapasitas Usaha PT Permodalan Nasional Madani, di Pontianak, Kamis (9/6/2022), menuturkan, pemerintah terus berupaya membawa pelaku usaha naik kelas, misalnya dari ultra mikro menjadi mikro, kecil, menengah, hingga besar. Apalagi, Pontianak bukan kota industri, perkebunan, kehutanan, ataupun pertambangan, melainkan kota jasa dan perdagangan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengembangkan sektor usaha baik ultra mikro maupun usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui fasilitas permodalan.
Data tahun 2022 menunjukkan, jumlah UMKM formal di Pontianak mencapai 18.175 usaha, sedangkan nonformal 19.075 usaha. Oleh sebab itu lapangan pekerjaan yang sangat memungkinkan memberikan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi adalah bidang jasa dan perdagangan.
UMKM salah satu satu yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Pontianak yang kini mencapai 4,6 persen. UMKM juga berkontribusi terhadap kesejahteraan warga Pontianak. IPM Pontianak yang mencapai 79,93 di atas rata-rata nasional dan Provinsi Kalbar, salah satu sektor penentunya adalah kondisi ekonomi masyarakat.
Edi menuturkan lebih lanjut, PT Permodalan Nasional Madani berperan banyak membantu pelaku usaha menjadi wirausaha sejak dari ultra mikro. Selain permodalan, juga terdapat pembinaan dan inkubator bisnis sehingga produknya berkualitas.
”Aspek yang dibina meliputi kualitas produksi produk yang di dalamnya termasuk kualitas bahan baku dan kemasan. Selain itu, pembinaan aspek pemasaran,” ujar Edi.
Tantangan lainnya yang terus dibantu dalam pemasaran yaitu bekerja sama dengan ritel modern dan pemasaran daring karena UMKM tidak bisa berdiri sendiri. Edi mencontohkan, jika ada rumah produksi usaha makanan oleh-oleh, perlu ada usaha lain menampung produk tersebut.
Jadi, sekarang rata-rata setiap bulan harus ada 1.000-2.000 usaha naik kelas dari ultra mikro ke mikro. (Cipto Tarwono)
Pemimpin Cabang PT Permodalan Nasional Madani Pontianak, Cipta Tarwono, mengatakan, untuk menaikkan kapasitas usaha, pihaknya telah melakukan penyaluran modal kepada 80.000 nasabah. Nominal yang disalurkan untuk usaha ultra mikro mulai dari Rp 2 juta hingga Rp 10 juta.
Adapun untuk membantu pelaku usaha naik kelas dari ultra mikro menjadi mikro secara bertahap, penyaluran permodalan dinaikkan antara lebih dari Rp 10 juta hingga maksimal Rp 15 juta. Jumlah pelaku usaha yang ditargetkan naik kelas dari ultra mikro ke mikro sekitar 5 persen dari ultra mikro yang ada. ”Jadi, sekarang rata-rata setiap bulan harus ada 1.000-2.000 usaha naik kelas dari ultra mikro ke mikro,” ujarnya.
Yaya Agustriana (40), salah satu pelaku usaha makanan, menuturkan, permodalan memang masih diperlukan dalam pengembangan usahanya. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah sangat diperlukan.
Selain permodalan, juga pelatihan pemasaran. ”Kalau jualan secara daring, saya kurang paham. Oleh sebab itu, masih diperlukan pelatihan agar lebih memahami pemasaran,” ujar Yaya saat ditemui di stan pamerannya di kawasan Alun-alun Kapuas.
Senada dengan itu, Wulan Mayasari (30), pelaku usaha makanan lainnya, menuturkan, permodalan memang penting dalam menjaga keberlanjutan usahanya, terlebih saat ingin mengembangkan usaha. Namun, hal itu juga perlu dilengkapi dengan pelatihan pemasaran. Ia juga masih kesulitan dalam pemasaran secara daring.