Lahan Bekas Tambang Batubara Sawahlunto Jadi Taman Kehati
Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) bersama Pemerintah Kota Sawahlunto membangun taman kehati di lahan bekas Tambang Batubara Ombilin di kota itu.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
SAWAHLUNTO, KOMPAS — Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia atau Kehati bersama Pemerintah Kota Sawahlunto membangun Taman Kehati di lahan bekas Tambang Batubara Ombilin di kota itu. Taman tersebut diharapkan menjadi tempat pencadangan sumber daya alam hayati lokal, penelitian, edukasi, dan ekowisata.
Taman yang dinamakan Taman Kehati Emil Salim Sawahlunto itu dibangun di lahan reklamasi bekas tambang seluas sekitar 25 hektar di Kecamatan Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat. Sebelumnya, lokasi itu merupakan Taman Kandih, taman kota Sawahlunto, tetapi belum termanfaatkan maksimal.
”Ini Taman Kehati pertama yang memanfaatkan lahan reklamasi bekas tambang,” kata Riki Frindos, Direktur Eksekutif Yayasan Kehati, di sela-sela peluncuran Taman Kehati Emil Salim Sawahlunto, Rabu (8/6/2022). Peluncuran ditandai dengan penanaman berbagai jenis bibit pohon.
Riki menjelaskan, yayasan tertarik membangun Taman Kehati di Sawahlunto karena kota ini punya Warisan Dunia Tambang Batubara Ombilin yang diakui badan PBB UNESCO. Kota itu bertransformasi menjadi kota wisata tambang sejak tambang batubara Ombilin berhenti produksi pada 1998.
Pembangunan Taman Kehati pada area bekas tambang potensial untuk mendukung keberlanjutan kota tersebut. ”Taman kehati tidak sekadar hutan kota, ditanami pohon dan dinikmati, tetapi benar-benar dibangun ekosistem, menanam, meneliti jenis-jenis tumbuhan dan spesies,” ujar Riki.
Riki melanjutkan, pembangunan Taman Kehati dibagi menjadi tiga tahap. Pada tahap pertama, pembangunan seluas 5 hektar dimulai pada Agustus 2022 dan diharapkan selesai pada 2024. Yayasan Kehati mendanai Rp 5 miliar untuk pembangunan tahap pertama. Untuk dua tahap selanjutnya, diharapkan ada dukungan dari pihak lainnya.
Pembangunan tahap pertama antara lain mencakup renovasi bangunan kantor dan fasilitas di Taman Kandih saat ini sebagai bagian utama Taman Kehati Emil Salim Sawahlunto. Selanjutnya, pembangunan gerbang utama, jembatan penghubung area dan zona taman, serta area parkir.
Selain itu, dibangun pula gazebo, kluster taman koleksi, perkerasan jalan, serta fasilitas pendukung taman lainnya. ”Dalam tiga tahun, Taman Kehati ini sudah jadi, bisa dikunjungi dan dimanfaatkan masyarakat,” ujar Riki.
Riki menambahkan, Taman Kehati Emil Salim Sawahlunto ini akan ditanami tumbuhan lokal Sawahlunto dan Sumbar yang menampung sekitar 9.600 hingga 10.000 pohon koleksi. Kehati melibatkan konsultan ahli ekologi dan vegetasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI, sekarang bagian BRIN), Universitas Andalas, dan lainnya.
Sejumlah spesies lokal yang tumbuh alami sebagai tumbuhan pionir di wilayah itu, antara lain, kelayu hitam (Arytera littoralis), paku hijau (Blechnum orientale), kanderi (Bridelia monoica), kayu musang (Alangium ferrugineum), nyamplung (Calophyllum inophyllum), dan asam kandis (Garcinia xanthocymus).
Lahan bekas galian tambang akan gersang akibat pengerukan perut Bumi.
Wali Kota Sawahlunto Deri Asta mengatakan, Taman Kehati ini menjadi proyek percontohan untuk edukasi dan membuat ekowisata berkelanjutan dan terarah. ”Kami edukasi masyarakat, bekas tambang bisa dihidupkan, termasuk bisa dijadikan taman dan punya efek ekonomi dan edukasi,” katanya.
Deri menjelaskan, lahan seluas 25 hektar itu merupakan bagian dari 393 hektar lahan bekas tambang yang dikelola Pemkot Sawahlunto. Lahan tersebut belum maksimal termanfaatkan. Adapun di bagian lain lahan sudah dimanfaatkan untuk lapangan pacuan kuda, sirkuit motokros, Taman Satwa Kandi, Danau Kandi, Danau Tandikek, dan kantor-kantor pemerintahan.
Sementara itu, Pendiri Yayasan Kehati Emil Salim mengatakan, selain manfaat ekonomi, pembukaan tambang batubara oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1860 turut berdampak pada kerusakan alam. Apalagi, batubara merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Lahan bekas galian tambang akan gersang akibat pengerukan perut Bumi.
Yayasan Kehati memandang area bekas tambang itu memiliki potensi untuk masa depan jika dijadikan kawasan pencadangan sumber daya alam hayati lokal. ”Apalagi, Sawahlunto punya area reklamasi relatif luas dan pemkotnya punya visi ingin mewujudkan kota bekas tambang menjadi kota wisata, budaya, dan lingkungan hidup,” ujarnya, dalam siaran pers.