Kunjungan Wisata Candi Pari dan Candi Sumur Kembali Menggeliat
Candi Pari dan Candi Sumur yang berlokasi di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, mulai ramai dikunjungi wisatawan setelah dua tahun sepi akibat dampak pandemi Covid-19.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Candi Pari dan Candi Sumur yang berlokasi di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, mulai ramai dikunjungi wisatawan setelah dua tahun sepi akibat dampak pandemi Covid-19. Selain sarat tentang pengetahuan dan nilai kepurbakalaan, destinasi wisata ini juga beberapa kali dipakai untuk mementaskan budaya tradisional.
Kabupaten Sidoarjo memiliki peninggalan purbakala berupa candi yang tersebar di sejumlah lokasi. Setidaknya ada lima candi yang kerap dikunjungi masyarakat, yakni Candi Pari, Candi Sumur, Candi Tawangalun, Candi Dermo, dan Candi Medalem.
Candi-candi tersebut dikelola Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan Jawa Timur. Namun, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo turut mempromosikan warisan budaya sarat makna tersebut agar pesonanya bisa dinikmati masyarakat luas. Selain sarana hiburan, keberadaan candi juga menjadi wahana edukasi bagi generasi bangsa.
Juru Pelihara Candi Pari dan Candi Sumur, Semin (65), mengatakan, jumlah pengunjung atau wisatawan selama Mei mencapai 757 orang dan pada April sekitar 700 orang. Geliat wisata tetap terasa hingga awal Juni ini. Pada 8 Juni 2022, misalnya, terdapat 30 pengunjung dan sehari sebelumnya 23 pengunjung.
”Pengunjung didominasi wisatawan lokal, baik dari Sidoarjo dan sekitarnya maupun luar pulau, seperti Bali. Latar belakang pengunjung ini sangat beragam, tetapi kebanyakan pelajar dari sekitar sini,” ujar Semin.
Menurut dia, salah satu faktor yang mendorong ramainya kunjungan wisatawan ke Candi Pari dan Candi Sumur adalah tanpa tarif atau gratis. Meski demikian, pengunjung tidak dilarang memberikan uang secara sukarela untuk membantu perawatan candi atau sekadar membeli minuman bagi para juru pelihara.
Faktor lain, adanya dukungan Pemkab Sidoarjo untuk mempromosikan candi sebagai wisata edukasi. Semin mengatakan, setidaknya sepekan dua kali, bus pariwisata Sidoarjo mengantarkan wisatawan yang ingin mengunjungi candi. Bus itu disediakan gratis dan penumpang bisa naik dari Alun-alun Sidoarjo.
Perawatan Rutin
Selain biaya yang terjangkau, promosi yang baik, dan fasilitas pendukung yang memadai, destinasi wisata candi juga senantiasa terawat, bersih, dan rapi. Semin mengaku rutin membersihkan area taman di sekitar candi. Merawat rumput dan tanaman agar tumbuh subur serta rapi.
Juru pelihara Candi Pari dan Candi Sumur sebenarnya ada dua orang. Mereka memiliki tugas masing-masing. Misalnya, membersihkan tanaman liar yang tumbuh pada bata dan lumut yang menempel. Pengunjung juga diingatkan agar turut serta menjaga kebersihan dengan cara tidak membuang sampah sembarangan.
Kepala Dinas Pemuda Olah Raga Kebudayaan dan Pariwisata Sidoarjo Djoko Supriyadi mengatakan, pihaknya menyediakan bus pariwisata bagi calon wisatawan yang ingin menikmati sejumlah destinasi wisata tanpa mengeluarkan biaya transportasi. Setidaknya ada enam obyek wisata yang menjadi rute kunjungan.
”Dimulai dari Monumen Jayandaru di Alun-alun Sidoarjo, Museum Mpu Tantular, semburan lumpur Lapindo, Candi Pari dan Candi Sumur, Industri Tas Koper Tanggulangin, dan kerajinan Batik Jetis,” ujar Djoko.
Pemkab Sidoarjo menyediakan sebuah bus dengan kapasitas 25 penumpang. Adapun jadwalnya hari Selasa, Rabu, Sabtu, dan Minggu. Namun, apabila ada rombongan yang berminat menggunakannya pada hari itu, tinggal mengajukan permohonan secara tertulis.
Menurut Djoko, peminat bus pariwisata gratis ini cukup tinggi. Mayoritas pelajar sekolah mulai tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) dan taman kanak-kanak serta sekolah dasar (SD). Selain untuk wisata, kompleks Candi Pari juga biasa digunakan untuk pementasan seni budaya tradisional, seperti pergelaran sendratari.
Candi Pari dan Candi Sumur diprediksi dibangun pada 1293 Saka atau 1371 Masehi. Struktur bangunan ini merupakan peninggalan zaman Majapahit, tepatnya pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389 M). Sejak ditemukan pada zaman Belanda, candi ini sudah mengalami pemugaran.
Budayawan Sidoarjo Soekarno mengatakan, keberadaan Candi Pari dan Candi Sumur menjadi warisan yang sangat penting bagi masyarakat. Oleh karena itulah, upaya pelestarian tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga semua pihak, termasuk warga lokal.