Kemensos Susun Rencana Perbaikan Kesejahteraan Suku Laut di Batam
Kementerian Sosial menggandeng Ikatan Alumni ITB untuk menyusun rencana peningkatan kesejahteraan Suku Laut di Batam.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Kementerian Sosial menyusun sejumlah rencana untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat Suku Laut di Kota Batam, Kepulauan Riau. Pemerintah ingin mengembangkan permukiman Suku Laut menjadi kawasan pariwisata baru di perbatasan Indonesia dan Singapura.
Dulu, Suku Laut merupakan komunitas yang hidup nomaden dengan mengembara di atas sampan beratap daun nipah. Oleh karena itu, mereka disebut juga sebagai sea nomads atau pengembara laut.
Kini, masyarakat Suku Laut di Kota Batam bermukim di Pulau Bertam, Gara, dan Pulau Lingka. Di sana ada lebih kurang 214 rumah tangga. Lokasi tiga tempat itu berada di dekat perairan perbatasan Indonesia-Singapura.
Menteri Sosial Tri Rismaharini saat berkunjung ke Pulau Bertam, Selasa (7/6/2022), mengatakan, upaya peningkatan kesejahteraan Suku Laut harus direncanakan secara matang. Risma ingin pengembangannya dilakukan menyeluruh agar masyarakat Suku Laut bisa mandiri secara ekonomi.
”Sebenarnya perencanaan sudah dimulai sejak tahun lalu, tetapi saya tidak puas karena (Pulau Bertam) ini berhadap-hadapan dengan negara lain,” kata Risma seusai melakukan musyawarah dengan perwakilan masyarakat Suku Laut.
Warga Suku Laut di Pulau Gara, Ahad (44), mengatakan, pemerintah melalui Departemen Sosial mengubah cara hidup Suku Laut di Batam pada 1987. Pemerintah membangun rumah permanen bagi Suku Laut agar bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan modern.
Akan tetapi, hal itu tidak serta-merta membuat Suku Laut hidup sesuai standar pemerintah. Bahkan, banyak warga Suku Laut sekarang hidup sangat miskin.
”Kebanyakan cuma sekolah sampai SD. Sekolah menengah ada di pulau lain, kami tak punya uang untuk beli minyak (bahan bakar) buat naik perahu ke sana setiap hari,” kata Ahad.
Azan (34), warga Suku Laut di Pulau Bertam, juga mengeluh karena hanya dapat menikmati listrik dari pukul 18.00-24.00. Untuk menghidupkan listrik selama enam jam, mereka membutuhkan 33 liter solar yang harganya mencapai Rp 330.000.
”Sekarang sudah mending karena ada bantuan mesin diesel dari Pemprov Kepri. Sebelumnya, warga pakai mesin diesel milik perseorangan. Warga yang miskin, ya, gelap-gelapan terus,” ujar Azan.
Menanggapi hal itu, Risma berjanji akan segera membangun menara pemancar komunikasi dan ruang belajar bersama di Pulau Bertam. Dua fasilitas itu dibutuhkan agar siswa sekolah menengah dapat mengikuti pembelajaran jarak jauh.
Selain itu, dalam waktu dekat, Kemensos juga akan membentuk koperasi sampah di Pulau Bertam. Sampah plastik yang terkumpul di koperasi nantinya akan diubah menjadi bensin menggunakan mesin yang dibuat Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kemensos melibatkan Ikatan Alumni ITB menyusun rencana perbaikan kesejahteraan Suku Laut di Batam. Untuk jangka panjang, Risma ingin menata secara menyeluruh perumahan dan sanitasi permukiman Suku Laut di Pulau Bertam, Gara, Pulau Lingka.
”Saya meminta bantuan teman-teman ITB karena masalah (perumahan) ini harus ditangani secara komprehensif. Hal ini bukan sekadar soal membangun rumah, tetapi rumah itu nantinya juga harus ramah lingkungan dan sumber energinya terpenuhi,” kata Risma.
Ketua Umum Ikatan Alumni ITB Gembong Primajaya menambahkan, letak Pulau Bertam, Gara, dan Pulau Lingka sangat strategis karena berada dekat dengan Singapura. Wilayah itu berpotensi dikembangkan menjadi kawasan pariwisata.
”Akan tetapi, hal ini tidak bisa dibuat tiba-tiba, edukasi kepada warga harus dilakukan secara bertahap. Oleh karena itu, pembangunan akan dilakukan secara bertahan dengan tujan akhir mengembangkan wilayah ini menjadi kawasan pariwisata baru,” ujar Gembong.