Harga Telur di Blitar Tinggi akibat Populasi Ayam Merosot
Populasi ayam layer di Blitar turun menjadi salah satu pemicu naiknya harga jual telur.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
BLITAR, KOMPAS — Harga telur ayam di tingkat peternak di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, dalam beberapa pekan terakhir bertahan cukup tinggi. Merosotnya populasi ayam layer di daerah itu diduga menjadi salah satu penyebab naiknya harga telur yang sebelumnya rendah.
Harga jual telur pada Senin (6/6/2022) mencapai Rp 25.000 per kilogram (kg) di kandang. Padahal, berdasarkan catatan Kompas dalam setahun terakhir, harga telur di tingkat peternak sempat mencapai angka terendah Rp 13.500 per kg (September 2021) dan Rp 18.000 per kg (November 2021).
Adapun acuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07 Tahun 2020 harga jual telur di tingkat peternak Rp 19.000-Rp 21.000 per kg dari sebelumnya Rp 18.000-Rp 19.000 per kg (Permendag Nomor 96 Tahun 2018).
Widodo Setyohadi (64), salah satu peternak di Desa Pohgajih, Kecamatan Selorejo, menuturkan, harga telur membaik sejak Idul Fitri 1443 H awal Mei lalu. Saat itu, harga telur tembus di atas Rp 20.000 per kilogram (kg) dari biasanya fluktuatif di bawah angka tersebut.
”Sudah tiga minggu ini harganya bagus. Sejak Lebaran harganya terus naik. Hari ini mencapai Rp 25.000 per kg di kandang. Di pasar pasti harganya lebih tinggi, mungkin Rp 26.500-Rp 27.000 per kg,” katanya.
Widodo mengaku tidak tahu pasti penyebab membaiknya harga telur tersebut. Namun, berdasarkan informasi yang dia terima populasi ayam di kawasan Malang barat daya sampai Blitar selatan berkurang 60 persen. Hal ini terjadi lantaran banyak peternak mengurangi atau mengosongkan kandang.
Pengosongan ini dilakukan karena mereka—khususnya yang memiliki ayam kurang dari 1.000 ekor—merugi setelah harga jual telur rendah dalam rentang waktu cukup lama. Kala itu, harga jual telur tidak sebanding dengan penghasilan. Di sisi lain, harga pakan tinggi.
”Tengkulak langganan saya cerita jika sebelumnya (saat populasi ayam masih normal) bisa menghabiskan 10-15 ton jagung dalam sehari. Kali ini, dia hanya bisa menghabiskan separuhnya karena populasi populasi ayam berkurang,” tuturnya.
Naiknya harga telur berbanding lurus dengan harga pakan yang juga meroket. Widodo mengatakan, harga pakan konsentrat saat ini tembus di angka Rp 495.000 per zak ukuran 50 kg dari sebelumnya di bawah Rp 400.000. Dalam sebulan terakhir, harga pakan naik dua kali, masing-masing Rp 40.000 dan Rp 50.000 per zak.
Adapun jagung giling masih bertengger di harga Rp 5.450 per kg. ”Informasinya ada subsidi jagung tetapi sepertinya susah sampai ke peternak soalnya untuk mengambil harus memakai KTP, ikut koperasi. Jadi susah, ribet,” katanya.
Wakil Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Blitar Sukarman membenarkan soal tingginya harga telur dalam beberapa pekan belakangan. Menurut Sukarman, populasi ayam di Blitar yang turun sampai 40 persen menjadi salah satu penyebab selain menghilangnya telur tetas (breeding) dari pasaran.
Sebelumnya, ada dugaan telur tetas dari pabrik ikut membanjiri pasar sehingga memengaruhi harga jual telur di tingkat peternak rakyat. Keberadaan telur tetas mudah dikenali dari warnanya yang cenderung bersih keputihan. Saat ini, telur-telur tersebut ditetaskan oleh pabrik menjadi bibit ayam (day old chic/DOC).
”Kenapa telur harganya tinggi? Pertama, populasi ayam jelas sudah berkurang. Kedua, peternak mulai ngambil DOC dari pabrik sehingga telur tetas dari pabrik tidak ada yang dilempar ke pasaran karena semua ditetaskan,” ucapnya.
Membaiknya harga telur, menurut Sukarman, akan bertahan hingga 6-12 bulan ke depan, menunggu DOC-DOC yang kini mengisi kandang siap berproduksi. Adapun populasi ayam di Blitar diperkirakan kembali pulih dalam satu tahun ke depan.
”Oleh karena itu, pemerintah mesti mengawal kondisi ini karena saat ini harga telur sudah seimbang dengan harga pakan. Kondisi pakan tersedia di pasaran, tetapi harganya juga tinggi, setengah juta rupiah per zak. Titik impas biaya produksi sekarang Rp 21.000-Rp 22.000 dari sebelumnya Rp 17.000-Rp 18.000,” ucapnya.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar Toha Mashuri, melalui Whatsapp, mengatakan, populasi ayam petelur di wilayahnya saat ini tinggal 13,726 juta ekor dari sebelumnya 20 juta ekor. Kondisi ini berpengaruh terhadap produksi telur dari sebelumnya 1.000 ton per hari menjadi 312 ton per hari.
Selama ini Blitar menjadi salah satu sentra telur ayam di Jawa Timur. Dari produksi telur yang dihasilkan, 40 persen digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen di Jawa Timur, 20 persen di luar provinsi termasuk Jabodetabek, dan sisanya dikonsumsi masyarakat Blitar.