Kasus PMK Bertambah, Peternak Sapi Perah Jabar Butuh Obat hingga Vitamin
Penularan penyakit kuku dan mulut memukul telak peternak sapi perah di Jabar. Potensi penurunan produksi susu 10-90 persen.
Oleh
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG, ABDULLAH FIKRI ASHRI, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Kasus penyakit mulut dan kuku masih bertambah di Jawa Barat. Pemerintah daerah dan peternak berharap bantuan obat dan vitamin dari pemerintah provinsi dan pusat.
Data Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jabar hingga Rabu (1/6/2022) menyebutkan, sedikitnya 4.100 sapi potong, perah, serta domba dan kambing tertular penyakit mulut dan kuku (PMK). Kasus itu tersebar di 20 kota/kabupaten.
Kasus penularan, misalnya, terjadi di Kabupaten Bandung. Ketua Umum Koperasi Peternakan Sapi Bandung Selatan Pangalengan Aun Gunawan menyatakan, lebih kurang 700 ekor dari total 13.700 sapi terpapar PMK.
Hal ini membuat produksi susu sapi anjlok 10-90 persen. Dari total produksi susu 75 ton per hari menjadi hanya 63-64 ton per hari.
”Alhamdulillah, saat ini 50 persen sapi yang tertular sudah sembuh. Tetapi, kami tetap harus waspada karena persebaran penyakit ini luas dan masif,” ujarnya, Kamis (2/6/2022).
Aun mengatakan masih menunggu vaksinasi ternak dari pemerintah. Namun, ia tetap meminta peternak melakukan pengobatan mandiri, seperti pemberian air kelapa untuk memperkuat daya tahan tubuh ternak.
”Kami butuh bantuan pemerintah. Bayangkan, kalau ada satu sapi yang mati, para peternak butuh 2,5 tahun untuk mendapatkan sapi siap perah,” kata Aun.
Kondisi serupa terjadi di Kabupaten Kuningan. Hingga Kamis, tercatat 323 ternak suspek PMK. Dari jumlah itu, 11 sapi terpaksa dipotong bersyarat dan 98 ekor di antaranya sembuh. Petugas menerima laporan tiga anak sapi mati, tetapi penyebabnya masih diperiksa.
Kasus PMK tersebut terus menyebar dalam dua pekan terakhir di delapan kecamatan. Daerah itu adalah Cibingbin, Cigugur, Garawangi, Cilebak, Kramatmulya, Kuningan, Lebakwangi, dan Luragung. Kasus PMK terbanyak terdapat di Cigugur, sentra sapi perah, yakni 264 sapi.
Junen, Sekretaris Koperasi Serba Usaha (KSU) Karya Nugraha Jaya, mengatakan, PMK menyebabkan sapi peternak sulit makan sehingga produksi susu berkurang. Sebelumnya, seekor sapi bisa menghasilkan 15-20 liter per hari. Namun, kini produksi dari seekor sapi hanya 2 liter per hari.
KSU Karya Nugraha membawahkan 1.050 peternak di Cigugur dengan jumlah ternak mencapai 7.000 ekor. Dalam kondisi normal, produksi susu di koperasi mencapai 25.000 liter. ”Pasti ada penurunan produksi akibat PMK. Tetapi, jumlahnya belum kami hitung. Semoga peternak bisa dibantu,” ujarnya.
Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Kuningan Dadi Hariadi mengatakan, sistem penguncian wilayah diterapkan guna mencegah sapi dari luar daerah datang ke wilayah peternak jika tidak memiliki dokumen, seperti surat kesehatan hewan. Sebaliknya, sapi dari daerah wabah di Kuningan juga dilarang keluar.
Meskipun penularan PMK terus meluas sejak pertengahan Mei lalu, pihaknya mengakui terkendala obat-obatan untuk sapi terdampak. ”Obat-obat tidak mencukupi karena penyakit ini tidak diduga. Kami hanya gunakan anggaran yang ada. Kami bagi 50 persen untuk puskeswan dan sisanya untuk PMK,” kata Dadi.
Pejabat Otoritas Veteriner Kabupaten Kuningan Rofiq menambahkan, obat dan vitamin yang tersedia saat ini hanya cukup untuk 200 sampai 300 ternak. ”Ini sangat minim. Di Blok Cigeureung (Cigugur) saja ada sekitar 1.500 sapi. Jadi, obat yang ada sekarang hanya untuk sapi yang sakit,” ujar Rofiq yang juga dokter hewan.
Padahal, populasi sapi potong mencapai 29.000 ekor, sapi perah 7.000 ekor, dan domba 120.000 ekor. Itu sebabnya, Rofiq berharap pemerintah provinsi dan pusat memberikan bantuan obat serta vitamin untuk ternak terdampak PMK. ”Kami juga mengajukan anggaran BTT (belanja tak terduga) kepada bupati,” ujarnya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jabar Mohamad Arifin Soedjayana mengatakan masih tetap melakukan pengetatan lalu lintas hewan di perbatasan hingga mengupayakan vaksinasi.
Selama hal itu coba terus diwujudkan, ia berharap peternak melakukan upaya mandiri, baik menyemprotkan sitrat maupun memberi obat herbal untuk memberikan kekebalan pada tubuh ternak.
”Pelaporan dugaan kasus juga sangat kami harapkan. Saat ini sudah ada dokter hewan di koperasi dan daerah hingga satuan tugas PMK yang akan bekerja menekan penularan terus meningkat,” katanya.