Berjibaku Merawat Anak-anak Sungai Musi di Palembang
Memiliki Sungai Musi yang membelah kota berikut 114 anak sungainya, Kota Palembang berjibaku menjaga sungai-sungai yang membuat Palembang dijuluki ”Venesia dari Timur” itu.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·6 menit baca
Para petugas berjibaku merawat anak-anak Sungai Musi di Palembang yang jumlahnya mencapai 114 buah. Mereka bekerja untuk membantu warga kota terhindar dari bencana. Dibutuhkan keterlibatan warga dan penegakan hukum yang tegas untuk menjaga keberlangsungan sungai.
Di tengah terik matahari, Slamet (70) mengangkat ember yang berisikan sampah dari Sungai Bendung, Palembang, Selasa (24/5/2022). Walau telah renta, bersama 14 petugas kebersihan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Palembang yang lain, dia mengangkat sampah dari dalam Sungai Bendung Palembang yang tertahan di penyekat sampah terapung di Kawasan Sekip Bendung, Kecamatan Kemuning, Sumatera Selatan.
Mereka berbagi tugas. Ada yang menceburkan diri ke sungai untuk mengangkat sampah ke ember, ada yang membawa ember berisikan sampah dari pinggir sungai ke truk. Ada pula petugas yang menunggu di atas truk untuk kemudian menyusun sampah di truk.
Selama delapan jam bekerja hari itu, mereka sudah mengangkut sekitar 10 ton sampah dari kawasan Sungai Bendung yang kemudian dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA) Sukawinatan Palembang.
Sistem Subdaerah Aliran Sungai (DAS) Bendung memang merupakan anak sungai yang paling kritis dari 114 anak Sungai Musi di Palembang. Karena berada di kawasan padat penduduk, sampahnya terus menumpuk. Jika terjadi hujan, kawasan itu menjadi daerah yang paling rentan mengalami banjir.
Slamet yang sudah 15 tahun bekerja sebagai petugas kebersihan itu berujar, sampah di Sungai Bendung seakan tidak pernah habis. Sampah itu sebagian besar adalah sampah rumah tangga baik yang berasal dari penduduk setempat maupun terbawa dari aliran sungai yang lain.
Saat bekerja, ia harus mengenakan pelindung tubuh utamanya sepatu bot agar kaki tidak tertancap paku, gelas, atau benda berbahaya lain ketika masuk ke sungai. ”Alhamdulillah sampai sekarang belum pernah tertancap benda tajam. Penyakit yang paling sering dialami hanyalah gatal-gatal,” ucapnya.
Meskipun bekerja di tempat kotor dan hanya mendapat upah Rp 120.000 per hari, Slamet menyadari, tugasnya membersihkan sungai sangat krusial. Sebab, jika saluran sungai tersumbat, satu Kota Palembang bisa tenggelam.
Meski demikian, Slamet merasa heran, masyarakat seakan tidak pernah jera membuang sampah di sungai. ”Bukannya kami mengeluh, tetapi sungai jadi terlihat kotor dan bau jika terus menjadi tempat sampah. Lebih baik diantisipasi sejak dini daripada menanggung bencana,” ujar dia.
Tetapi, sungai jadi terlihat kotor dan bau jika terus menjadi tempat sampah. (Slamet)
Tak jauh dari situ, di aliran Sungai Sekanak-Lambidaro, Yulianto (45) bersama rekannya juga dari PUPR Kota Palembang juga sigap mengangkat sampah yang mengendap di Sungai Lambidaro yang baru saja direstorasi Februari lalu. Di sana, tim-nya mengangkut sekitar 2-3 ton sampah per hari.
”Jumlah sampah bisa meningkat dua kali lipat jika hujan mengguyur karena sungai membawa sampah yang hanyut dari aliran sungai yang lain,” katanya. Namun, sejak sungai direstorasi jumlah sampah di sungai ini berkurang sekitar 20 persen. ”Warga agak sungkan untuk membuang sampah sembarangan lagi karena sungainya sudah cantik,” ujar Yulianto.
Sampah berkurang juga karena ada Iskandar (59) yang bertugas mengawasi berbagai bentuk aktivitas warga di sepanjang Sungai Sekanak termasuk di lokasi yang kini sudah direstorasi dan menjadi destinasi wisata. Sesekali ia berjalan menyusuri pinggir sungai untuk mengawasi pasang surut sungai dan memberikan teguran bagi warga yang akan membuang sampah ke sungai.
Ada tiga orang pengawas sungai yang bertugas secara bergantian. Karena diawasi, jumlah orang yang membuat sampah pun berkurang dibanding ketika sungai tidak dijaga. Sungai Sekanak pun kini, setelah direstorasi dan dijaga, menjadi obyek wisata bagi pelancong yang datang dari luar Kota Palembang untuk berswafoto.
Sampah rumah tangga
Kepala Bidang Sumber Daya Air PUPR Kota Palembang, Marlina Sylvia mengatakan, secara keseluruhan, total sampah yang diangkut dari anak sungai Musi di Palembang bisa mencapai 100 ton per hari. Jumlah sampah yang dibuang ke sungai bisa jadi lebih banyak lagi karena masih ada sampah yang tidak terangkut saking banyaknya anak sungai di Palembang yang membuatnya dijuluki ”Venesia dari Timur” itu.
Sampah yang diangkut itu didominasi sampah rumah tangga dan endapan di dasar sungai. ”Jika tidak segera diangkut dikhawatirkan akan menyumbat saluran dan menjadi penyebab banjir,” ujarnya.
Adapun berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Palembang, total sampah yang dihasilkan di ibu kota Sumsel ini sekitar 1.200-1.400 ton per hari.
Upaya mitigasi bencana terus dilakukan setelah banjir besar melanda hampir seluruh wilayah Palembang pada Sabtu (25/12/2021) dengan ketinggian hampir 1,5 meter. Banjir terjadi akibar guyuran hujan dengan intensitas 159,7 milimeter per hari yang merupakan hujan dengan intensitas tertinggi di bulan Desember sejak 31 tahun terakhir. Kondisi itu diperparah dengan tersumbatnya drainase yang mengakibatkan pompa di Sungai Bendung tidak bekerja optimal.
Peristiwa itu seolah menyadarkan banyak orang untuk lebih mencintai Sungai Musi yang membelah Palembang berikut anak-anak sungainya.
Saat ini masih ada dua sungai yang kondisinya kritis di Palembang yakni Sungai Buah dan Sungai Bendung. Selain karena sampah yang terus mengalir, kedua sungai tersebut juga telah mengalami pendangkalan akibat sedimentasi. Kanan-kiri sungai juga dipadati penduduk. ”Langkah restorasi perlu dilakukan meski sifatnya fleksibel melihat dari situasi di lapangan,” kata Marlina.
Berbagai langkah sudah dibuat untuk menjaga keberadaan anak sungai di Palembang. Di antaranya, terbitnya Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Peraturan itu juga berisi larangan membuang sampah di sungai. Sanksi yang diberikan bagi pelanggar berupa pidana penjara hingga 6 bulan dan denda hingga Rp 50 juta.
Selain itu, ujar Marlina, ke-114 anak sungai yang mengalir di Palembang juga akan disertifikatkan agar tidak ada lagi pihak yang mengklaim sempadan sungai sebagai tempat tinggalnya. Tidak ada lagi penimbunan yang bisa mengancam keberadaan sungai. ”Tim sekarang sedang melakukan susur sungai untuk mendata sungai yang ada di Palembang,” ucapnya.
Dosen Ilmu Pemerintahan dan Budaya Universitas Indo Global Mandiri Palembang, Isabella, meyakini, segala aturan untuk perlindungan sungai sudah dirancang sebaik mungkin, tetapi implementasinya di lapangan tidak optimal. ”Memang ada sungai yang direstorasi, tetapi banyak juga yang kondisinya terancam,” ujarnya.
Karena itu, Isabella berharap agar pemerintah utamanya penegak hukum tidak tebang pilih dalam menegakkan aturan. Tindak mereka yang merusak sungai dengan aturan yang berlaku. Akademisi juga perlu digandeng untuk melakukan penelitian lebih lanjut guna mencari solusi terbaik untuk memulihkan sungai di Palembang.
Di sisi lain, sosialisasi secara menyeluruh dan berkelanjutan diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terutama yang tinggal di daerah aliran sungai agar turut menjaga sungai. ”Manfaatkan media sosial untuk menyebarkan pengetahuan tentang manfaat sungai bagi kehidupan termasuk dampaknya jika terjadi kerusakan,” ucap Isabella
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Ansori menyatakan, kerusakan sungai juga akan berdampak pada kerusakan ekosistem. Jika dibiarkan, kondisi itu berpotensi menimbulkan bencana ekologis. Karena itu, pemulihan sungai harus dilakukan secara menyeluruh tidak hanya di Palembang yang menjadi area hilir dari Sungai Musi tetapi pembenahan sejak dari hulu sungai.
”Sekeras apa pun upaya pemulihan yang dilakukan di Palembang tidak akan berguna jika area hulu sungai tidak dibenahi,” ucap Ansori. Karena itu, dibutuhkan peran semua pihak agar sungai tidak rusak. ”Jika sungai rusak, kita mendatangkan petaka bagi generasi berikutnya,” ujar Ansori.