Bali dituntut menyiapkan ekosistem yang resilien untuk membangun dan menuju industri pariwisata yang berkelanjutan. Pandemi Covid-19 menjadi pembelajaran agar semua sektor kehidupan menyiapkan ketahanan.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Pandemi Covid-19 memberikan pengalaman dan pembelajaran untuk membangun dan menyiapkan ketahanan di semua sektor kehidupan, termasuk bagi industri kepariwisataan. Sebagai daerah yang tidak memiliki sumber daya alam dan mengandalkan jasa pariwisata sebagai penggerak ekonomi, Bali dituntut menyiapkan ekosistem yang resilien untuk menuju industri pariwisata berkelanjutan.
Dalam pidatonya pada pembukaan seminar internasional pariwisata berkelanjutan dan pameran kewirausahaan dengan topik ”Fostering Resilience”, yang diselenggarakan Program Magister Terapan Perencanaan Pariwisata Politeknik Negeri Bali, Badung, Senin (30/5/2022), Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan, budaya Bali menjadi karakter dan juga kekuatan pengembangan pariwisata.
Kekuatan pariwisata Bali, menurut Koster, seharusnya bersumber dari budaya Bali. Koster juga menyebutkan budaya menjadi dasar pengembangan perekonomian Bali, termasuk dalam penguatan dan pengembangan produk-produk lokal.
”Selain memiliki pasar lokal, Bali juga memiliki pasar internasional yang sekitar 6,3 juta wisatawan mancanegara dan pasar domestik mencapai 10,5 juta wisatawan sebelum pandemi Covid-19,” kata Koster di hadapan peserta seminar, yang berlangsung secara luring dan juga secara daring, di Gedung Widya Padma Politeknik Negeri Bali.
Adapun Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno menyatakan, industri pariwisata menjadi penggerak ekonomi daerah dan nasional. Melalui telekonferensi, Sandiaga mengatakan dirinya sependapat dengan pernyataan Gubernur Koster mengenai pemulihan dan pengembangan pariwisata di masa depan. ”Pandemi Covid-19 menjadi pembelajaran pentingnya membangun ketahanan dan menguatkan struktur pariwisata ke depan,” ujarnya.
Sandiaga menambahkan, Bali memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang harus dijaga dan diperkuat dalam upaya menumbuhkan resiliensi dalam menghadapi tantangan di masa depan, termasuk dampak perubahan iklim dan upaya mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Lebih lanjut Koster mengatakan, Bali sudah berkomitmen membangun dan mengembangkan budaya sebagai basis pengembangan ekonomi daerah, termasuk usaha kepariwisataan. Bali sudah memiliki sejumlah regulasi daerah, di antaranya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2020 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali, Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali, dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 28 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Pariwisata Bali.
”Pariwisata harus lengket dengan budaya. Jikalau pariwisata Bali meninggalkan budaya, pariwisata tidak akan eksis,” kata Koster.
Ketua Panitia Green Tourism International Seminar and Entrepreneurship Expo (GTISee) 2022 Dewa Putrayadnya mengatakan, seminar bertujuan menyampaikan pesan kepada khalayak luas perihal pentingnya membangun industri pariwisata berkelanjutan yang berkualitas dan ramah lingkungan. Kalangan akademisi dari perguruan tinggi berperan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia pariwisata dan juga penguatan sumber daya manusia di destinasi wisata.
Adapun Direktur Politeknik Negeri Bali I Nyoman Abdi menyampaikan, kampus sebagai bagian dari pemangku kepentingan bertanggung jawab dan berkepentingan dalam membangun sera mengembangkan sektor pariwisata yang tangguh dan berkelanjutan. Kampus bekerja sama dengan pelaku pariwisata, termasuk pengelola desa wisata, dalam menyiapkan dan mengembangkan usaha kepariwisataan, termasuk dalam menerapkan inovasi teknologi secara tepat guna.