Disebut Bukan Dipicu Kebakaran Hutan, Palembang Diselimuti Kabut Tebal
Dalam dua hari terakhir, Palembang diselimuti kabut tebal. Hal ini disebut lumrah terjadi di masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau. BMKG membantah pemicunya adalah kabut asap.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·2 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Dalam dua hari terakhir, Kota Palembang di Sumatera Selatan diselimuti kabut tebal. Disebut lumrah terjadi di masa transisi musim hujan ke kemarau, fenomena itu diklaim bukan kabut asap.
Pada Rabu (25/5/2022), kabut yang muncul berjenis mist dan menyelimuti Palembang pukul 06.00-07.00. Kabut tersebut membuat jarak pandang 1-5 kilometer. Keesokan harinya, kabut berjenis fog pada pukul 06.00-08.00. Kabut ini membuat jarak pandang kurang dari 1 km.
Kepala Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang Desindra Deddy Kurniawan, Jumat (27/5/2022) di Palembang, mengatakan, kabut tebal disebabkan partikel basah yang terjebak di dataran sehingga mengurangi jarak pandang. Hal itu lumrah terjadi di Palembang saat pergantian musim, dari hujan ke kemarau.
Desindra menjelaskan ada tiga jenis kabut yang biasa terjadi, yakni adveksi, kabut radiasi, dan kabut di dataran tinggi. Biasanya kabut yang terjadi di Palembang adalah kabut adveksi yang disebabkan munculnya partikel basah hasil dari pendinginan udara secara mendatar di permukaan bumi.
Terkadang, katanya, juga terjadi kabut radiasi, hasil penguapan air pada tanah dan udara yang terjadi di saat bersamaan. Ketebalan kabut harus terus dilaporkan karena data itu sangat penting bagi sektor penerbangan.
”Kabut ini biasanya akan hilang seiring dengan terbitnya matahari,” ujar Desindra.
Desindra menegaskan, kabut itu tidak dipicu asap. Tidak ada kebakaran lahan di Sumsel. ”Pada dua hari itu tidak ada titik panas. Jadi kecil kemungkinan kabut disebabkan oleh asap,” ucapnya.
Selain itu, hasil pengukur kualitas udara PM 2.5 udara di Palembang pada periode 25-26 Mei 2022 tercatat masih dalam kategori sedang. Jika ada kabut asap, kualitas udara berada antara sangat tidak sehat dan berbahaya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumsel Iriansyah menjelaskan, pada periode kali ini tidak ada kebakaran lahan. Saat ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional juga tengah menerapkan teknologi modifikasi cuaca (TMC) berupa hujan buatan.
Dia mengatakan, TMC dilakukan untuk membasahi lahan guna meredam risiko kebakaran lahan, terutama di lahan gambut. Persiapan itu penting lantaran Sumsel memiliki lahan gambut yang cukup luas, mencapai 1,3 juta hektar. ”Jika lahan gambut tersebut terbakar, akan sulit dipadamkan,” ujarnya.
Langkah itu dilakukan seiring kewaspadaan potensi kebakaran. Kewaspadaan ditandai dengan terbitnya Status Siaga Darurat Bencana Asap akibat Kebakaran Hutan dan Lahan pada 19 April 2022. Hal itu berlaku hingga 30 November 2022. ”Dengan status tersebut, semua pemangku kepentingan sudah melakukan banyak upaya mitigasi,” ujarnya.