Diintai Kecelakaan, Longsor, dan Macet di Ruas Medan-Berastagi
Jalan Medan-Berastagi sepanjang 60 kilometer merupakan jalan rawan di Sumatera Utara. Jalan nasional itu menghubungkan Medan dengan 11 kabupaten di Sumut dan Aceh.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Jalan Medan-Berastagi sepanjang 60 kilometer merupakan jalan yang rawan kecelakaan, longsor, dan kemacetan lalu lintas di Sumatera Utara. Jalan nasional itu menghubungkan Medan dengan 11 kabupaten di Sumut dan Aceh. Tanjakan terjal, tikungan tajam, dan tebing rawan longsor terdapat hampir di sepanjang jalan.
Kerawanan Jalan Medan-Berastagi mulai terasa sejak melintasi Jembatan Sembahe, Kecamatan Sibolangit, saat dijejal Kompas, Senin (23/5/2022). Lepas dari jembatan itu, hampir sepanjang jalan merupakan tanjakan dan tikungan tajam hingga sampai ke Berastagi, Kabupaten Karo.
Kendaraan dari arah Medan memanjang beriringan di belakang beberapa truk yang berjalan lambat dengan mesin meraung. Jalan dua lajur yang sempit membuat pengendara di belakang hampir tidak bisa mendahului. Kendaraan pun beriringan hingga sampai di tikungan PDAM Tirtanadi.
Tikungan patah hampir 360 derajat dengan tanjakan terjal. Sebuah truk kontainer yang menanjak harus mengambil lajur yang seharusnya untuk kendaraan dari arah sebaliknya. Mendengar klakson truk dari bawah, kendaraan yang menurun dari atas berhenti memberi jalur pada truk itu.
Lepas dari tikungan, kendaraan melewati jalan sempit dengan tebing terjal hampir 90 derajat. Tebing itu yang paling sering longsor saat hujan turun. Titik lain yang cukup rawan adalah tikungan Amoi di Bandar Baru. Kendaraan yang menurun sering sekali kehilangan kendali hingga menabrak pembatas jalan di tikungan itu.
Muhammad Syafii (35), sopir truk yang sehari-hari melintasi Jalan Medan-Berastagi, mengatakan, waktu itu pernah dibuat pembatas jalan dengan tabung berputar di tikungan itu, tetapi langsung jebol hanya beberapa hari karena tak mampu menahan hantaman truk. ”Saat ini, jalan di tikungan itu sudah diperlebar dan cukup membantu,” kata Syafii.
Maju Barus (50), sopir angkutan penumpang Sumatera Transport, mengatakan, kalau ada kecelakaan, kemacetan panjang tidak terhindarkan. ”Jalan yang biasanya bisa ditempuh dua jam bertambah hingga enam jam,” kata Maju.
Menurut Maju, belakangan ini kecelakaan berkurang semenjak ada pelebaran jalan di sejumlah tikungan. Truk-truk panjang yang biasanya harus mundur dulu satu kali untuk melewati tikungan kini bisa normal sekali jalan.
Berdasarkan catatan Kompas, kecelakaan lalu lintas di Jalan Medan-Berastagi masih terus terjadi. Pada Oktober 2021, minibus tertimbun longsoran di dekat tikungan PDAM Tirtanadi. Tiga orang meninggal dan arus lalu lintas tertutup total dari malam hingga pagi.
Pada Juni 2021, kecelakaan juga terjadi di tikungan itu. Tiga kendaraan terlibat kecelakaan dan menutup arus lalu lintas. Tidak ada korban jiwa, tetapi kemacetan terjadi berjam-jam.
Anggota Ikatan Cendikiawan Karo (ICK) Sumatera Utara, Robinson Sembiring, mengatakan, ada tiga kerawanan di Jalan Medan-Berastagi, yakni rawan macet, kecelakaan, dan longsor. ”Ada gangguan sedikit saja, kendaraan langsung menumpuk,” katanya.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara itu mengatakan, berdasarkan kajian ICK Sumut, solusi jangka pendek adalah membangun jembatan layang Sembahe-Sibolangit sepanjang 2 kilometer dan Bandar Baru-Panatapan 4 kilometer. Untuk jangka panjang harus disiapkan pembangunan jalan bebas hambatan Medan-Berastagi.
Jalur yang ditawarkan adalah dari Amplas di Medan hingga ke Tigapanah, Karo, dengan panjang 45 kilometer. ”Jalur itu merupakan urat nadi ekonomi 11 kabupaten di Sumut dan Aceh dengan penduduk lebih dari 4 juta jiwa. Ini seharusnya menjadi prioritas,” katanya.