Tingkatkan Jalan Medan-Berastagi
MEDAN, KOMPAS Ruas jalan Medan-Berastagi sejauh 45 kilometer yang digunakan oleh 11 kabupaten di Sumatera Utara dan Aceh mendesak untuk ditingkatkan. Jalan dengan lebar 6-7 meter itu kini kerap dilanda kemacetan.
Selain akibat kepadatan lalu lintas, jalan yang berkelok juga rawan longsor dan kecelakaan. Saat longsor terjadi kemacetan bisa mencapai delapan jam.
Jalan itu merupakan jalur perekonomian bagi 4.481.521 warga di 11 kabupaten, baik di Sumatera Barat maupun Aceh, yakni Kabupaten Deli Serdang, Karo, Dairi, Samosir, Pakpak Bharat, Simalungun, Humbang Hasundutan di Sumatera Utara serta Aceh Tenggara, Aceh Singkil, Aceh Selatan, dan Simeulue di Provinsi Aceh.
Kebutuhan pokok dari Medan dikirim ke daerah-daerah itu, sementara hasil bumi dari daerah dibawa ke Medan. Jalur ini juga merupakan jalur wisata ke Berastagi dan terutama Danau Toba sisi utara, satu dari 10 destinasi wisata nasional.
”Kalau kemacetan terjadi, itu sudah seperti bencana,” kata Ketua Ikatan Cendekiawan Karo Sumatera Utara (IKCSU) Budi D Sinulingga saat diskusi Jalan Medan-Berastagi di Kantor Kompas Biro Sumatera di Medan, Sabtu (1/12/2018). Diskusi dipandu Robinson Sembiring, pengajar di FISIP Universitas Sumatera Utara.
Dalam hitungan kasar IKCSU, kemacetan selama enam jam sehari bisa berpotensi menimbulkan kerugian Rp 3 miliar hingga Rp 4 miliar. Kemacetan yang kerap terjadi juga dikhawatirkan akan mengalihkan wisatawan yang memasuki Danau Toba dari utara ke selatan setelah akses Tol Medan-Parapat terbangun.
Kondisi ini dikhawatirkan bisa menjadikan sisi utara tidak memiliki daya saing dan bakal menimbulkan disparitas pembangunan. ”Yang saat ini sudah terjadi adalah gangguan aktivitas sosial budaya, misalnya upacara adat kematian dan perkawinan terlambat karena kemacetan,” kata Budi.
Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Sukaria Sinulingga mengatakan, satu perusahaan agroindustri di Karo tutup karena jalan tidak bisa dilalui kontainer. Sementara untuk mengangkut dengan kendaraan yang lebih kecil, biayanya jauh lebih tinggi.
Guru Besar Fakultas Teknik Sipil USU Johannes Tarigan menyebutkan, berdasarkan data Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I Medan, jalan Medan-Karo pada 2014 dilewati 21.231 kendaraan per hari. Kini sekitar 25.000 unit per hari.
Dia mengusulkan perbaikan jalan Medan-Berastagi di dua titik, yakni di Jalan PDAM Sibolangit dan Jalan Bandarbaru yang rawan kecelakaan. ”Jalan itu tidak layak untuk kendaraan besar karena tikungannya 360 derajat. Truk kerap terguling di jalur itu. Kami telah mendesain jembatan layang yang menghubungkan dua titik untuk memperpendek jalan,” ujarnya.
Di Sibolangit, tepatnya di Km 37, jalan tikungan diperpendek dari 1,448 kilometer jadi 384 meter (73 persen). Namun, ada mata air di kawasan itu dan masuk kawasan cagar alam.
Alternatif ke-2 dengan memperpendek jalan jadi 693 meter sedikit berputar dengan jembatan layang setinggi 34 meter.
Adapun di titik jalan Bandar Baru-Penatapan, panjang jalan 5.730 meter diperpendek menjadi 2.921 meter dengan jembatan. Jalan melewati air terjun Sigulipat dengan investasi sekitar Rp 700 miliar. Jalan menyerupai kelok sembilan di Sumatera Barat.
Diusulkan dua alternatif, yakni pembangunan jalan tol Medan-Berastagi dimulai dari Simpang Amplas, Medan. Alternatif pertama sepanjang 43 kilometer dengan biaya Rp 4,3 triliun. Alternatif kedua sepanjang 44 kilometer dengan biaya Rp 44 triliun.
Menurut Kepala Subbidang Transportasi dan Perhubungan Bappeda Sumut Ihsan Azhari, kemungkinan dibangun jalan tol Medan-Berastagi. Investasi berupa kerja sama pemerintah dan badan usaha. (WSI/NSA)