Warga Waspada, Pemerintah Diminta Siapkan Mitigasi Penyakit Mulut dan Kuku
Kalangan warga menyikapi wabah penyakit mulut dan kuku dengan lebih waspada saat membeli daging ternak. Penanganan wabah jangan meninggalkan aspek sosialisasi agar masyarakat tidak panik dan tidak keliru.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·4 menit baca
Wabah penyakit mulut dan kuku yang menyerang populasi ternak di 12 kabupaten/kota di Jawa Timur memicu kewaspadaan warga Surabaya saat mengonsumsi daging. Di tengah penanganan wabah, aparatur terpadu perlu memastikan pengendalian harga daging agar terkontrol.
Selain itu, wabah berpotensi mengusik selera masyarakat mengonsumsi daging. Warga sementara bisa kehilangan selera mengonsumsi makanan berbahan daging ternak. Sosialisasi perlu digencarkan agar wabah tidak mengganggu pola konsumsi masyarakat karena daging ternak masih menjadi sumber utama protein dan lemak hewani.
Di Surabaya, wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) dilaporkan di Gresik pada 28 April 2022, Lamongan dan Sidoarjo (1 Mei 2022), dan Kabupaten Mojokerto (3 Mei 2022). Wabah kemudian meluas ke Kabupaten Probolinggo, Lumajang, dan Kabupaten Malang.
Bahkan, serangan juga menjangkiti sebagian populasi ternak di Surabaya, Jombang, Jember, dan Kabupaten Pasuruan. Wabah PMK meluas dan ditemukan di sejumlah provinsi, antara lain Jawa Tengah, Jawa Barat, Aceh, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat.
Menurut penuturan kalangan pedagang daging di Surabaya, wabah PMK belum mengakibatkan penurunan permintaan atau pasokan komoditas tersebut. Harga daging sapi masih di kisaran Rp 115.000-Rp 125.000 per kilogram. Harga ini setara dengan situasi saat Ramadhan dan Lebaran (2-3 Mei 2022).
”Tetapi, pembeli kini menjadi lebih waspada, teliti, dan banyak tanya,” kata Sumiyati, pedagang daging sapi di Pasar Wonokromo.
Hariyanto, pembeli daging di Pasar Genteng, mengatakan, wabah PMK membuatnya lebih waspada. ”Saya membaca berita ternyata daging dari ternak yang sakit pun masih aman dikonsumsi jika diolah dengan bersih dan matang. Namun, secara psikologis, saya jadi lebih waspada, apalagi pandemi Covid-19 belum bisa dianggap tuntas,” katanya.
Warga Surabaya lainnya, Siti Fatimah, mengatakan, sejak mengetahui ada wabah PMK, ia menahan diri untuk sementara tidak membeli dan mengonsumsi daging sapi, kambing, kerbau, atau domba.
”Sementara diganti daging ayam, burung, atau ikan. Bukan tidak percaya daging ternak aman, melainkan kesepakatan dengan keluarga sementara enggak konsumsi dulu,” ujarnya di Pasar Wonokromo.
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya, Prof Mirni Lamid mengatakan, penanganan wabah agar dilakukan secara kompherensif sehingga masyarakat tidak panik dan tidak cemas. Wajar muncul kecemasan dan pertanyaan dari publik amankah mengonsumsi olahan daging sapi, kerbau, kambing, domba, atau babi di wilayah wabah.
Padahal, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian telah menyatakan, PMK tidak menular ke manusia. Pakar kesehatan hewan dan dokter hewan dari Unair menguatkan itu dan menyatakan daging ternak yang terkena PMK masih aman jika dikonsumsi, tetapi harus diolah dengan bersih dan dimasak sampai matang.
Akan tetapi, Mirni menyesalkan wabah ini kembali muncul. Indonesia sejak 1986 sudah bebas dari wabah PMK dan diakui organisasi Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pada 1990.
Setelah 32-36 tahun bebas PMK, wabah muncul lagi dan diawali dari Jatim. PMK muncul lagi kemungkinan bukan karena impor atau lalu lintas perdagangan daging, melainkan dalam bentuk ternak hidup, apalagi jika ditempuh secara ilegal yang lolos dari pengawasan.
Direktur Utama Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (RPH) Surya (Surabaya Raya) Fajar Isnugroho mengatakan, pasokan dan permintaan daging belum terpengaruh wabah PMK. Hal itu salah satunya bisa dilihat dari permintaan pemotongan harian di kisaran 100-120 ternak. Selain itu, harga daging ternak belum mengalami lonjakan signifikan.
”Kami berharap agar penanganan wabah bisa cepat sekaligus memastikan pengendalian harga agar komoditas daging terjamin ketersediaannya dan terjangkau,” kata Fajar.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Daging dan Hewan Ternak (Aspednak) Indonesia Isa Anshori mengatakan, wabah berdampak ekonomi dan sosial. Meski wabah PMK bukan kategori zoonosis atau virus berpindah dari hewan ke manusia, masyarakat umum perlu diberi pemahaman dan informasi yang detail dan akurat sehingga tidak cemas, apalagi panik.
”Upaya pemenuhan kebutuhan daging dan hewan ternak yang sehat dan aman tetap perlu dilakukan, misalnya dari daerah yang benar-benar tidak terjangkit,” kata Isa.
Pemerintah juga harus bertindak dengan tepat, di antaranya tidak mengunci lalu lintas ternak. Alasannya, upaya pemenuhan daging turut membantu para pengusaha ternak. Selain itu, aparatur diminta memperhatikan mitigasi hambatan dalam perdagangan, memberi alternatif sumber pendapatan, memfasilitasi sarana dan prasarana biosekuriti, hingga memperkuat kewaspadaan unit usaha pengolahan dan pemasaran.