Tiga perupa di Bali menampilkan karya lukisannya dalam pameran bertajuk ”Silang Sengkarut”. Pameran digelar oleh Outsider Art Project di Dalam Rumah Art Station, Kota Denpasar, pada 8-29 Mei 2022.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
Bertempat di Dalam Rumah Art Station, Kota Denpasar, Bali, Outsider Art Project menghadirkan sekitar 30 karya visual dari tiga perupa dalam pameran lukisan bertajuk ”Silang Sengkarut” mulai Minggu (8/5/2022) sampai Minggu (29/5/2022). Ketiga perupa, yakni Wayan Jengki Sunarta, Putu Sumadana Bonk Ava, dan Mediana Ayuning Putri Pradnyasasmitha, bukanlah seniman seni rupa yang berasal dari institut seni.
Wayan Jengki Sunarta lebih dikenal sebagai sastrawan. Jengki merupakan penyair dan penulis puisi, novel, cerita pendek, dan esai dari Bali. Begitu pula Putu Sumadana Bonk Ava yang lebih banyak bergulat dalam proses kreatif menulis puisi. Sementara Mediana Ayuning Putri Pradnyasasmitha adalah mahasiswi yang kuliah di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Udayana.
Jengki Sunarta pernah kuliah di jurusan seni rupa meskipun tidak sampai menyelesaikan kuliahnya di kampus seni. Adapun Bonk Ava dan Mediana Ayuning bukanlah tidak pernah menjadi mahasiswa seni rupa. Namun, ketiganya memendam obsesi yang kemudian secara berani divisualkan sebagai karya lukisan.
Hasilnya, seperti diungkapkan Made Budhiana ketika memberikan kata pengantar dalam pembukaan pameran bertajuk ”Silang Sengkarut” di Dalam Rumah Art Station, Kota Denpasar, Minggu (8/5/2022) malam, ketiga perupa tersebut mampu menyampaikan pesan melalui karakter mereka di tiap karya. ”Melihat karakter dalam lukisan Jengki, tentu berbeda saat melihat karakter pada lukisan Bonk dan Mediana,” ujar Budhiana.
Melihat lukisan-lukisan karya Jengki Sunarta memunculkan kesan banal dan nakal. Dalam karyanya, Jengki Sunarta tidak ragu menggambar alat kelamin secara mencolok dan dengan ukuran yang lebih besar dari sosok orangnya. Jengki Sunarta tidak menampik.
Jengki Sunarta mengakui, dirinya mengekspresikan banalitas melalui karya-karya yang relatif nakal, satir, dan sinis. Dalam jumpa pers menyambut pameran tersebut, Jumat (6/5/2022), Jengki Sunarta mengungkapkan, karyanya cenderung mencerminkan obsesi dari alam bawah sadarnya dan juga kritiknya.
”Simbol penis menjulur itu kritik saya terhadap orang-orang yang lebih membanggakan seksualitas ketimbang otak,” ujar Jengki Sunarta.
Pria kelahiran Kota Denpasar tahun 1975 itu mengaku banyak terinspirasi dari karya-karya seni primitif dan karya-karya sejumlah seniman, misalnya, Dewa Putu Mokoh dan I Gusti Ayu Kadek Murniasih.
Proses
Sementara itu, Mediana Ayuning juga menunjukkan karakternya yang sedang berproses. Mahasiswi asal Singaraja, Kabupaten Buleleng, tersebut mengaku memilih menggambar untuk mengungkapkan perasaan maupun responsnya terhadap situasi di sekelilingnya. Mediana Ayuning menggambar sejak kanak-kanak kemudian menggemari gambar anime mulai duduk di sekolah dasar lalu tertarik dengan gambar cover album gore-metal dengan menampilkan figur manusia separuh badan atau sebatas wajah.
Obsesi Mediana itu dimunculkan dalam lukisan berjudul ”Melt in Psychedelic” (2021) yang menampilkan sosok dengan wajah yang melumer. ”Setelah kuliah mulai tertarik merealisasikan imajinasi di kepala dengan menggambar anatomi dan mencoba warna arsiran,” kata Mediana.
Adapun Bonk Ava menghadirkan karya lukis dengan beragam tema, yang umumnya menampilkan sosok manusia. Ekspresi lukisan Bonk Ava cenderung ke gaya surealisme dengan gaya seni mural. Promotor pameran dari Outsider Art Project Ari Antoni menyebut Bonk Ava mengeksplorasi beragam media, mulai dari kertas kado sampai bungkus rokok, untuk mengekspresikan obsesinya.
Selaras judul pameran, yakni, ’Silang Sengkarut’, hasil karya visual dari Jengki Sunarta dan kawan-kawan ini merupakan proses. Dapat dikatakan, mereka sedang gigih mencari dan tidak terpaku pada teknik atau pakem normal dalam melukis. (Putu Bonuz Sudiana)
Ketiga perupa itu masing-masing berproses dalam berkarya rupa, penggarapan temanya, dan penuangan kegelisahannya ke dalam wujud sebuah karya yang unik dan tidak biasa sehingga menjadi identitas. Gaya berkesenian semacam itu tidak jarang didefinisikan sebagai outsider art, yakni seni yang dihasilkan atau diciptakan oleh orang-orang yang tidak mengikuti ekspektasi sosial dalam definisi kenormalan.
Dalam jumpa pers di Dalam Rumah Art Station, Jumat (6/5/2022), kurator pameran, Putu Bonuz Sudiana, mengatakan, karya-karya lukis dari tiga perupa tersebut dapat dimaknai sebagai tiga proses atau tahapan kehidupan, yakni karya Jengki Sunarta sebagai proses penciptaan hidup, karya Mediana Ayuning sebagai proses kehidupan yang suram, dan karya Bonk Ava sebagai akhir kehidupan dengan nuansa kegembiraan.
”Selaras judul pameran, yakni ’Silang Sengkarut’, hasil karya visual dari Jengki Sunarta dan kawan-kawan ini merupakan proses. Dapat dikatakan, mereka sedang gigih mencari dan tidak terpaku pada teknik atau pakem normal dalam melukis,” kata Bonuz Sudiana.
Senada dengan Bonuz Sudiana, Budhiana menyatakan karakter akan muncul dan akan semakin mantap seiring dengan proses yang berkelanjutan. Maka, menurut Budhiana, pameran menjadi penting dalam proses selanjutnya karena pameran menjadi sebuah kesempatan untuk menunjukkan karya kepada penikmat seni dan kesempatan untuk membiarkan karya berdialog dengan khalayak di luar.
”Seberapa sengkarutkah obsesi Jengki, Bonk, dan Media yang berpameran kali ini? Mari kita nikmati melalui karya yang mereka tampilkan,” kata Budhiana menjelang pembukaan pameran, Minggu (8/5/2022). ”Yang jelas, cecap saja tanpa kecap,” ujar Budhiana.