Sebagian Petani di Danau Poso Masih Menolak Kompensasi Dampak PLTA
Pembayaran kompensasi dampak terendamnya sawah dan ladang petani akibat beroperasinya PLTA Poso belum juga tuntas, padahal kasus sudah berlangsung hampir dua tahun.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
POSO, KOMPAS — Sebagian petani di pinggir Danau Poso, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, masih menolak kompensasi atas sawah yang terendam air imbas pembangunan bendungan pembangkit listrik tenaga air dari PT Poso Energy. Petani berkukuh pada besaran kompensasi versi mereka yang sejauh ini belum diakomodasi perusahaan. Masalah ini belum ada solusi sejak 2020.
Petani Desa Meko, Kecamatan Pamona Barat, yang juga Juru Bicara Masyarakat Adat Danau Poso, Berlin Modjanggo (62) menyatakan masih 150 keluarga petani yang belum menerima kompensasi, termasuk 81 keluarga di Meko. Yang lainnya tersebar di Desa Pendolo, Tonusu, Bancea, Toinasa, Peura, dan Buyumpandoli.
”Posisi kami masih tetap sama dengan tuntutan, yakni kompensasi 40 kilogram beras per are (100 meter persegi) untuk masing-masing dua musim tanam pada 2020 dan 2021,” kata Berlin di Meko, Poso, saat dihubungi dari Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (27/8/2022).
Besaran kompensasi terendamnya persawaan dan perkebunan di pinggir Danau Poso tersebut sejauh ini belum diakomodasi PT Poso Energy, operator bendungan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Padalah kasus sudah berlangsung sejak pertengahan 2020.
Terakhir perusahaan menawarkan kompensasi 30 kilogram beras per are setiap musim tanam atau Rp 261.000 karena 1 kg beras dinilai Rp 8.700 jika diuangkan. Sebelumnya pada 2021, perusahaan membayar kompensasi 10 kg beras per are per musim tanam.
Berlin menyatakan, tuntutan tersebut wajar dan adil karena menghitung kerugian petani akibat sawahnya terendam. ”Perjuangan kami ini sudah panjang dan masih belum selesai juga (masalahnya),” ucapnya.
Sawah dan kebun di pinggir Danau Poso terendam saat dimulainya uji coba bendungan PLTA Poso 1 di Desa Saojo, April 2020. Perusahaan membendung Sungai Poso yang airnya mengalir dari Danau Poso. Ada sekitar 266 hektar sawah yang terendam yang tersebar di 16 desa. Sebagian sawah kini sudah bisa diolah, sebagian lagi tak bisa diolah terutama yang berada di pinggir danau karena air masih menggenang.
Petani di pinggir Danau Poso berkali-kali menggelar unjuk rasa untuk meminta pertanggungjawaban PT Poso Energy atas dampak tersebut. Perusahaan menanggapinya dengan memberikan kompensasi atas sawah-sawah, kebun, dan matinya kerbau karena kehilangan padang penggembalaan.
Kompensasi digulirkan sejak 2021. Sebagian petani sudah menerima, sebagiannya lagi masih menolak.
Sebagian warga yang akhirnya menerima kompensasi lebih karena terdesak berbagai kebutuhan, terutama untuk membayar utang. Petani tak punya pilihan lain.(Berlin Modjanggo)
Berlin mengatakan, sebagian warga yang akhirnya menerima kompensasi lebih karena terdesak berbagai kebutuhan, terutama untuk membayar utang. Petani tak punya pilihan lain.
Makril Poantu (31), warga Desa Meko, yang akhirnya menerima kompensasi, menyatakan, dirinya menerima kompensasi karena desakan kebutuhan. Ia memerlukan uang untuk memenuhi kebutuhan harian dan membayar utang. Ia menilai kompensasi yang diberikan sudah cukup. Makril menerima kompensasi Rp 34,8 juta untuk sawah seluas 1 hektar.
Saat ini, sawah tersebut tak bisa lagi diolah karena masih terendam air. Ia masih memiliki kebun cokelat dan menjadi buruh tani untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Koordinator Penanganan Dampak Keliling Danau Poso PT Poso Energy Agus Syamsi mengakui masih ada sebagian petani yang menolak kompensasi, terutama di Meko. Namun, mereka pelan-pelan mulai menerima tawaran kompensasi yang diberikan perusahaan dengan besaran 30 kg beras per are yang dibayarkan Rp 8.700 per kg jika diuangkan. ”Kami akan terus melakukan pendekatan dan meyakinkan mereka kompensasi itu benar-benar direalisasikan,” katanya.
Ia menyatakan, selama ini ada pemahaman yang keliru di masyarakat bahwa dengan membayar kompensasi sawah tersebut menjadi miliki Poso Energy. Hal itu tidak benar karena yang dibayarkan kompensasinya dampak bendungan PLTA Poso 1 yang merendam sawah. Sawah masih tetap menjadi milik warga.
Terkait tuntutan warga yang melampaui tawaran kompensasi perusahaan, Agus menuturkan hal itu berdampak pada warga lainnya yang sudah menerima kompensasi. Hal itu bisa menimbulkan masalah lagi di kemudian hari.