Resmikan PLTA Poso 515 MW, Presiden Tekankan Perizinan untuk EBT Dipersingkat
Pemanfaatan energi baru terbarukan terus didorong untuk memenuhi target nol emisi pada 2060. Jumat (25/2/2022), Presiden meresmikan salah satu pembangkit energi baru terbarukan di Poso, Sulteng.
POSO, KOMPAS — Presiden Joko Widodo meresmikan pengoperasian pembangkit listrik tenaga air 515 megawatt di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Jumat (25/2/2022). Pemanfaatan sumber energi baru terbarukan yang berpotensi besar di Indonesia terus didorong untuk mewujudkan nol emisi pada 2060. Presiden menekankan, birokrasi perizinan energi baru terbarukan dipersingkat.
Presiden bersama Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 yang juga pendiri Kalla Group, Jusuf Kalla, serta rombongan tiba di kompleks Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso dengan kapasitas 515 MW di Desa Sulawana, Kecamatan Pamona Utara, Poso, pukul 09.30 Wita.
Presiden berangkat dari Palu, Sulteng, dengan helikopter. Di tempat tersebut diresmikan juga pengoperasian PLTA Malea di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, dengan kapasitas 90 MW. Kedua pembangkit dioperasikan masing-masing oleh PT Poso Energy dan PT Malea Energy, entitas anak Kalla Group. Acara peresmian selesai pukul 10.30 Wita.
Turut bersama rombongan Presiden, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Menteri BUMN Erick Thohir, Direktur Utama PT PLN Darmawan Prasodjo, Gubernur Sulteng Rusdy Mastura, dan jajaran manajemen Kalla Group.
Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menyatakan dirinya senang atas diresmikannya pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang berarti sumber energi baru terbarukan (EBT). Dunia saat ini mendorong pergeseran dari energi fosil ke EBT atau energi hijau. Indonesia memiliki potensi sekitar 418 gigawatt sumber EBT, antara lain dari air, geotermal (panas bumi), surya, angin/bayu, dan panas permukaan laut.
Baca juga :Milenial Membangun PLTA Jatigede untuk Energi Terbarukan
Potensi tersebut harus dimanfaatkan agar pergeseran dari sumber energi lama, seperti batubara, terwujud. Presiden sangat mengapresiasi apa yang sudah dikerjakan Kalla Group membangun pembangkit listrik dari air (hydropower), baik yang ada di Poso, Sulteng, ini maupun di nantinya di Mamuju (Sulawesi Barat) dan Kerinci (Jambi) yang sementara dibangun.
Presiden menegaskan, Indonesia telah menetapkan target terkait penggunaan EBT untuk mengurangi emisi. Hingga 2025, ditargetkan total EBT yang berjalan mencapai 23 persen, lalu 29 persen pada 2030 hingga nol emisi pada 2060.
”Target-target seperti ini tidak mudah dikejar karena memang antara permintaan dan pertumbuhan listrik harus terus diseimbangkan. Jangan sampai PLN kelebihan pasok yang akhirnya membebani PLN,” ujar Jokowi.
Presiden menekankan agar masalah birokrasi, mulai dari perizinan hingga negosiasi, dipersingkat. Hal itu membutuhkan perhatian serius Direktur Utama PLN. Presiden tak menginginkan adanya keluhan-keluhan terkait negosiasi dan perizinan terkait pembangunan EBT hingga lima tahun.
Baca juga : Kebutuhan Listrik untuk Industri Pengolahan Nikel di Sulteng Disiapkan
Jokowi menyatakan hal itu menanggapi sambutan Jusuf Kalla sebelumnya yang menyebutkan negosiasi untuk pembangunan PLTA Poso berlangsung sekitar lima tahun.
”Sekuat apa pun orang (akan) kecapekan. Ini belum kerjanya di lapangan. Untung Kalla Group tahan banding,” ujar Presiden.
Jusuf Kalla sebelumnya menyatakan, proses negosiasi di PLN, termasuk perizinan PLTA Poso di Sulewana, tersebut cukup panjang, lima tahun. Ditambah pengerjaan memakan waktu tujuh tahun, selurunya dibutuhkan 12 tahun untuk membangun PLTA Poso.
Hal sama juga terjadi di Kerinci, Jambi, yang saat ini masih dikerjakan. ”Insya Allah dengan pimpinan baru (di PLN) dan keputusan Bapak (Presiden), negosiasi bisa dipersingkat menjadi satu tahun,” ujarnya.
Sebenarnya banyak pengusaha yang ingin berinvestasi di sumber EBT, termasuk pembangkit berskala kecil (mikro). Namun, birokrasi masih panjang sehingga hal itu menyulitkan mereka. Padahal, itu bentuk dukungan untuk memajukan EBT di Indonesia.
Rusdy menyatakan, PLTA Poso akan menjadi sumber inspirasi bagi Poso dan Sulteng pada umumnya untuk maju. Dengan adanya PLTA yang megah dan besar tersebut, Poso menjadi sumber energi yang menerangi Sulteng sekaligus mengikis citra daerah itu sebagai daerah konflik.
Baca juga :PLTA Tonsealama, Simpul Persahabatan Manusia dengan Danau Tondano
Poso pernah didera konflik horizontal pada 2000-an yang menelan banyak korban. Saat ini, terorisme masih menjadi ganjalan bagi daerah tersebut.
Karya anak negeri
PLTA Poso memanfaatkan Sungai Poso yang bersumber dari Danau Poso. Air dimanfaatkan dengan membangun pintu air tanpa membangun bendungan besar atau waduk (run of river) di dua titik.
Jaraknya sekitar 13 kilometer dari Danau Poso. Air lalu dialirkan melalui semacam terowongan besi menuju turbin untuk menghasilkan energi. Panjang terowongan tersebut tak kurang dari 200 meter.
PLTA Poso sebenarnya sudah mulai beroperasi pada 2012 dengan kapasitas 3 x 65 MW. Total kapasitas 515 MW baru bisa dihasilkan pada Desember 2021. PT Poso Energy saat ini masih membangun satu pembangkit lagi.
Jusuf Kalla menjelaskan, PLTA Poso semuanya dikerjakan anak-anak negeri. Insinyur yang bekerja merupakan insinyur dalam negeri, baik yang dimiliki PT Bukaka Teknik Utama, induk langsung PT Poso Energy, maupun milik kontraktor-kontraktor Bukaka. ”Pekerja semua nasional, tidak ada orang asing kerja di sini,” ujarnya.
Ia menceritakan, pada tahap pemasangan turbin yang beratnya 80 ton, tim pernah kesulitan karena tak ada tenaga yang mampu melakukan pekerjaan yang membutuhkan presisi tingkat tinggi itu.
Sekuat apa pun orang (akan) kecapekan. Ini belum kerjanya di lapangan. Untung Kalla Group tahan banding.
Bahkan, perusahaan kontraktor nasional tak sanggup. Lalu manajemen mendapatkan informasi ada tim dari Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, yang bekerja di luar negeri yang mampu memasang turbin. Mereka bekerja di perusahaan-perusahaan luar negeri. Hebatnya, mereka hanya tamatan sekolah teknik menengah (sekarang sekolah menengah kejuruan).
”Mereka berhasil memasang dengan presisi luar biasa. Di sini, orang Sukabumi yang bekerja. Itu (mereka) bukan insinyur. Luar biasa sebenarnya potensi kita,” kata Kalla.
Selain tenaga, pembiayaan untuk proyek yang menelan investasi Rp 17 triliun tersebut dikucurkan bank-bank dalam negeri. Meskipun bank baru mau memberikan pinjaman pada saat pekerjaan sudah mencapai 50 persen karena masih belum yakin dengan proyek tersebut pada awalnya.
Berdasarkan pengalaman tersebut, Kalla meminta semua pihak berkolaborasi dan memaksimalkan tenaga terampil dalam negeri untuk memanfaatkan sumber EBT. Potensi EBT yang besar membutuhkan kerja sama yang intens.
JK juga berterima kasih kepada warga di sekitar pembangkit yang telah bekerja sama sehingga PLTA Poso sukses beroperasi. Ia menyebutkan, dari 2.000 orang yang bekerja di PLTA Poso, 80 persen merupakan warga sekitar, seperti Tentena dan daerah-daerah di pinggir Danau Poso.
Meski demikian, masih ada masalah yang mengganjal PLTA Poso. Ini terkait dengan dampak dari bendungan PLTA Poso I yang uji cobanya dimulai pada pertengahan 2020 lalu. Hal itu berdampak pada kenaikan permukaan danau yang diduga menyebabkan terendamnya 266 hektar sawah, padang penggembalaan kerbau, dan kebun warga di 16 desa pinggir danau.
Masyarakat adat Danau Poso dalam rilis yang diterima pada Kamis (24/2/2022) menuntut PT Poso Energy menyelesaikan masalah-masalah sosial tersebut, terutama ganti rugi yang adil.
Sejauh ini masih ada sebagian masyarakat yang tidak menerima kompensasi yang ditawarkan PT Poso Energy atas sawah yang terendam pada 2021. Perusahaan menawarkan 10 kilogram beras per are (100 meter persegi), sementara warga ingin setidaknya 50 kg per are.
Mereka juga menolak PLTA Poso disebut energi baru terbarukan karena telah merusak lingkungan dan ekosistem serta menghilangkan kebudayaan masyarakat danau.
Terkait kompensasi, Kepala Departemen Lingkungan, Kehutanan, dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan PT Poso Energy Irma Suriani menyatakan, sebagian besar warga telah menerima kompensasi. Masih ada 70 persen warga Desa Meko, Kecamatan Pamona Barat, yang menolak kompensasi. Kompensasi masih terus diusahakan. Setidaknya 100 keluarga di Meko terdampak bendungan PLTA Poso.
Baca juga : Resmikan PLTA Poso 515 MW, Presiden Tekankan Perizinan untuk EBT Dipersingkat