Benteng Keraton Kartasura Jebol, Terputusnya Informasi Sejarah di Tengah Masyarakat
Pemerintah dan masyarakat perlu duduk bersama untuk mengatasi persoalan jebolnya Benteng Keraton Kartasura di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Setiap pihak hendaknya ambil bagian untuk merawat cagar budaya di wilayah.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SUKOHARJO, KOMPAS — Jebolnya Benteng Keraton Kartasura di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, mengindikasikan terputusnya informasi sejarah dan identitas bangsa di tengah masyarakat. Pemerintah dan warga harus duduk bersama mengatasi masalah ini.
”Persoalan ini tidak bisa diatasi sendiri oleh pemerintah, daerah tidak bisa sendiri, apalagi masyarakat. Jadi perlu duduk bersama,” kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid saat meninjau lokasi benteng yang jebol, Minggu (24/4/2022).
Benteng Keraton Kartasura diperkirakan berdiri sejak 1680. Dahulu, wilayah itu menjadi ibu kota Keraton Mataram sebelum pindah ke Surakarta dan menjadi Kasunanan Surakarta. Panjang benteng yang jebol pada Kamis (21/4/2022) itu mencapai 7,4 meter, ketebalan 2 meter, dan tinggi 3,5 meter.
Warga yang menjebol benteng mengatakan tidak tahu bangunan itu adalah obyek diduga cagar budaya. Dia nekat merobohkan benteng agar alat berat yang digunakan untuk mendirikan indekos bisa leluasa keluar masuk.
Setelah kejadian ini, Hilmar berharap, semua pihak memiliki cara untuk mendekatkan sejarah dengan masyarakat. Langkah itu penting. Alasannya, insiden perusakan tembok itu diduga disebabkan terputusnya informasi sejarah di tengah warga.
Uniknya, perusakan itu terjadi di tengah proses penetapan obyek tersebut sebagai benda cagar budaya. Draf kajiannya disebut telah rampung. Untuk itu, menurut Hilmar, proses penetapan perlu diakselerasi. Menurut rencana, pembahasannya dilakukan pada pertengahan Mei.
Selanjutnya, Hilmar mengungkapkan, upaya pelestarian tidak akan berhenti pada penetapan obyek tersebut sebagai benda cagar budaya. Perlu ada pembahasan lanjutan tentang pelestariannya melibatkan masyarakat.
”Harus ada upaya terus melibatkan masyarakat. Semua situs sejarah ini bagian dari identitas. Kalau tembok ini (Benteng Kartasura) hilang, berarti sebagian dari identitas kita ikut hilang. Kesadaran bersama ini yang saya rasa perlu dibangun bersama,” kata Hilmar.
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Sukoharjo Tunjung W Sutirto menjelaskan, pihaknya telah bekerja mengumpulkan beragam data mengenai Benteng Keraton Kartasura sejak 1,5 bulan lalu. Sejauh ini, data yang dikumpulkan lengkap dan draf kajian telah selesai digarap. Kajiannya mulai dari survei arkeologis, deskripsi, hingga penarasian sejarah. Hasilnya, situs tersebut layak ditetapkan sebagai cagar budaya.
”Situs itu memenuhi kriteria sebagai cagar budaya. Itu pasti ditetapkan karena usia situs tersebut sudah lebih dari 50 tahun. Lalu, ada nilai sejarah, budaya, dan pendidikan. Kajian ini tinggal diserahkan kepada bupati untuk segera ditetapkan,” kata Tunjung yang juga sejarawan dari UNS Surakarta.
Bupati Sukoharjo Etik Suryani bakal menginstruksikan jajarannya untuk menginventarisasi obyek cagar budaya di daerah tersebut. Diharapkan, peristiwa serupa tidak terulang lagi. Sosialisasi juga bakal digencarkan demi mendekatkan masyarakat terhadap aset bersejarah yang ada di wilayah masing-masing.
”Segera kami inventarisasi apa yang kami miliki. Nanti juga akan kami sosialisasikan biar masyarakat lebih paham tentang cagar budaya yang ada di daerahnya,” kata Etik.