Buntut Aksi Mahasiswa, DPRD Kota Cirebon Akhirnya Tolak Penundaan Pemilu
Setelah aksi mahasiswa berjam-jam, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Cirebon, Jawa Barat, akhirnya menolak penundaan Pemilu 2024, Senin (11/4/2022). Aksi sempat diwarnai bentrokan antara mahasiswa dan polisi.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — DPRD Kota Cirebon, Jawa Barat, akhirnya menolak penundaan Pemilu 2024 setelah unjuk rasa ratusan mahasiswa, Senin (11/4/2022). Aksi yang berlangsung sekitar empat jam itu sempat diwarnai bentrokan antara massa dan polisi.
Sekitar 500 mahasiswa dan warga yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Cirebon Menggugat bergerak menuju Kantor DPRD Kota Cirebon, sekitar pukul 15.00. Polisi pun menutup Jalan Siliwangi yang menjadi lokasi aksi. Sejumlah toko hingga bank juga berhenti beroperasi untuk sementara.
Ketika massa mendekati kantor DPRD setempat, polisi yang mengenakan tameng membentuk barikade. Dua mobil water cannon dan sejumlah polisi dengan senjata gas air mata bersiaga di belakang barisan. Massa yang datang dengan satu mobil komando dan pengeras suara pun berhenti. Mereka mendesak polisi membuka jalur.
Perwakilan mahasiswa bersikeras ingin menyampaikan aspirasi di Gedung DPRD Kota Cirebon yang berada di depan Balai Kota Cirebon. Namun, Kepala Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Fahri Siregar menolak usulan itu karena alasan gedung DPRD tidak cukup menampung massa.
Massa aksi dan polisi pun saling dorong, sekitar pukul 15.20. Bahkan, tampak lemparan sepatu, botol air mineral, pecahan genteng, hingga batu. Mahasiswa bernyanyi, ”Tugasmu mengayomi, tugasmu mengayomi. Pak polisi, pak polisi, jangan pukulin kami.” Sebaliknya, Fahri mengatakan akan menindak pelaku pelemparan batu.
Gesekan itu akhirnya dapat diredam setelah polisi dan perwakilan massa aksi kembali berunding. Kedua pihak sepakat agar anggota dewan menemui massa di luar kantor DPRD. Sekitar pukul 17.30, Ketua DPRD Kota Cirebon Affiati bersama sejumlah anggota dewan akhirnya datang. Mereka duduk berdiskusi di atas aspal.
Perwakilan massa aksi lalu mengutarakan tuntutan mereka, yakni mendesak DPRD Kota Cirebon menolak penundaan Pemilu 2024 serta wacana memperpanjang periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Massa juga menuntut para wakil rakyat mengatasi masalah kenaikan harga minyak goreng dan bahan bakar minyak nonsubsidi jenis pertamax.
”Kami setuju menolak tiga periode (Presiden Jokowi) dan penundaan Pemilu 2024. Kami akan menyampaikan aspirasi teman-teman soal (kenaikan) harga BBM ke pusat. Untuk kenaikan harga minyak goreng, kami akan cari solusinya dengan operasi pasar,” ujar Affiati. Unjuk rasa itu pun berhenti sekitar pukul 18.00.
Ganesha Arief, salah satu koordinator aksi, memberikan waktu maksimal tiga hari untuk anggota dewan menyampaikan aspirasi mahasiswa ke pemerintah pusat. ”Kita kawal dan monitor lagi. Kalau tidak tersampaikan, kami akan siapkan gelombang (aksi) yang lebih besar,” ungkap mahasiswa Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon itu.
Pihaknya juga menyayangkan bentrokan antara polisi dan massa aksi. ”Tadi ada teman-teman yang sempat kena tendangan. Sampai ada yang pingsan juga dan langsung dievakuasi. Kurang lebih ada empat orang. Jelas, kami meminta polres bersikap tegas soal ini,” ujar Ganesha.
Fahri Siregar menegaskan, sekitar 700 polisi yang berjaga saat unjuk rasa telah menerapkan prosedur standar operasi. Saling dorong, lanjutnya, terjadi karena mahasiswa mendesak masuk kantor DPRD. Menurut dia, beberapa anggota kepolisian juga terluka terkena lemparan. Namun, pihaknya belum menerima laporan mahasiswa terluka.
Kepolisian juga memastikan tidak menahan peserta aksi. ”Tidak ada yang ditahan. Tetapi, ada beberapa anak sekolah mondar-mandir tidak jelas mau ngapain. Kami data dan minta orangtuanya menjemput. Jumlahnya hampir 30 orang. Sekarang, kondisi sudah aman dan kondusif,” ungkap Fahri.