Ratusan Mahasiswa di Purwokerto Gelar Unjuk Rasa Kritisi Kondisi Negeri
Ratusan mahasiswa di Purwokerto memprotes kenaikan harga BBM dan sembako. Mereka berharap pemerintah pusat serius mengendalikan harga dan menuntut tidak adanya perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·2 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Ratusan mahasiswa di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menggelar demonstrasi memprotes kenaikan harga bahan bakar minyak dan minyak goreng hingga menentang wacana masa pemerintahan presiden untuk tiga periode. Mahasiswa meminta bupati dan ketua DPRD setempat untuk menandatangani tuntutan lalu menyampaikan aspirasi itu kepada pemerintah pusat.
Menamakan diri Aliansi Semarak, mahasiswa datang ke Alun-alun Purwokerto sekitar pukul 15.00 dan mulai berorasi pukul 16.40 di depan kantor DPRD Kabupaten Banyumas dan Bupati Banyumas. Sejumlah mahasiswa bertemu Bupati Banyumas Achmad Husein dan Wakil Ketua DPRD Banyumas Supangkat.
Koordinator lapangan Aliansi Semarak, Bagus Adi Kusuma, Jumat (8/4/2022), mengatakan, ada lima tuntutan yang disuarakan mahasiswa. Pertama, mereka menuntut lembaga negara tetap menjalankan pemilu sesuai yang dijadwalkan pada 2024. Kedua, menuntut lembaga negara untuk menstabilkan harga bahan pokok dan BBM.
Tuntutan ketiga adalah mendesak MPR untuk tidak melakukan upaya perpanjangan masa jabatan presiden melalui amendemen UUD 1945. Keempat, hentikan kriminalisasi dan intimidasi masyarakat sipil. Adapun yang kelima adalah menuntut perwujudan reforma agraria sejati dan industrialisasi.
Terkait penundaan pemilu, Achmad Husein setuju dengan tuntutan mahasiswa. Dia menyampaikan sejumlah pertimbangan.
”
Karena kalau nanti ada penundaan pemilihan presiden berarti ada penundaan pemilihan bupati. Artinya, nanti jabatan bupati diperpanjang. Saya juga tidak mau,
” kata Husein disambut tepuk tangan dan teriakan mahasiswa.
Perbedaan pendapat
Akan tetapi, di akhir demonstrasi, ada perbedaan pendapat di antara peserta aksi. Sebagian cukup puas saat tuntutannya diterima bupati dan wakil ketua DPRD. Namun, sebagian lain menginginkan jaminan tuntutan itu benar-benar disampaikan atau diwujudkan. Bagus menyebut, hal itu menjadi bagian dari dinamika aksi.
”Tuntutan awalnya jelas, kami mendesak Pemkab Banyumas menyetujui tuntutan. Namun, ada beberapa pihak yang tidak sepakat cukup ditandatangani saja. Mereka meminta Pemkab Banyumas punya jaminan. Padahal, pemkab hanya menyampaikan aspirasi dan disebut akan disampaikan. Pemkab bukan pemangku kepentingan kebijakan atas atau nasional. Jadi mereka hanya menyampaikan, sebagai jembatan,” papar Bagus.