Kampanye Daring Negatif di Arena Pro-Kontra Penambangan Emas Sangihe
Penolakan masyarakat Pulau Sangihe terhadap kehadiran PT Tambang Mas Sangihe sudah jelas. Para aktivis tak gentar sekalipun menjadi target sebuah kampanye daring yang mendiskreditkan perjuangan mereka.

Spanduk penolakan PT Tambang Mas Sangihe berdiri di jalan lintas kecamatan wilayah Tabukan Selatan Tengah, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Sabtu (7/8/2021). Spanduk itu dipasang di sejumlah tempat oleh gerakan Save Sangihe Island.
Bagi Alfred Pontolondo dan Jull Takaliuang, dua aktivis Save Sangihe Island, penolakan masyarakat Pulau Sangihe terhadap kehadiran PT Tambang Mas Sangihe sudah jelas. Keduanya tak gentar sekalipun menjadi target kampanye daring yang mendiskreditkan perjuangan mereka dalam mengusir tambang emas yang diyakini akan merusak alam.
Unggahan akun Instagram david_webb02 tertanggal 22 Maret 2022. Publikasi itu berupa foto logo Save Sangihe Island (SSI), gerakan penolak PT Tambang Mas Sangihe (TMS), yang sudah diedit dengan tambahan tanda silang merah dan bubuhan tulisan unethical (tidak etis), greed (keserakahan), conflicted (memiliki konflik kepentingan), dan lies (kebohongan).
Keesokan harinya, 23 Maret 2022, david_webb02 memublikasikan gambar lingkaran berwarna merah-putih dengan tulisan SSI Supports Illegal Mining (SSI mendukung tambang ilegal). Dalam deskripsi unggahanitu, dia melayangkan tuduhan bahwa para pentolan SSI terkait erat dan diuntungkan langsung oleh para pemilik tambang liar di Sangihe.
Hingga Jumat (8/4/2022), akun itu sudah menerbitkan 13 unggahan. Nama dan nama pengguna Alfred dan Jull selalu disebut dalam setiap publikasi. Pengelola akun david_webb02 pun selalu menyuarakan hal yang sama, yaitu SSI hanya koar-koar menolak PT TMS demi melanggengkan tambang rakyat yang tak memiliki izin operasi.
Tambang rakyat tak berizin selalu dibenturkan dalam narasi dengan PT TMS yang telah mengantongi izin lingkungan dari Pemerintah Provinsi Sulut dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk operasi. Apalagi, tambang rakyat beroperasi di Kampung Bowone, Kecamatan Tabukan Selatan Tengah, Kepulauan Sangihe, yang menjadi wilayah IUPK PT TMS.
Saat ini ada ratusan, bisa jadi ribuan, petambang di beberapa lokasi di Kampung Bowone, salah satunya di lereng Tanah Mahamu yang semula adalah perkebunan rakyat. Penemuan kandungan emas oleh eksplorasi pendahulu PT TMS pada tahun 1990-an pun memicu konversi lahan secara masif oleh masyarakat.
Baca juga : Kambing Hitam Bernama Tambang Rakyat
Hingga kini, tak sejengkal pun pertambangan tak resmi di sana yang berstatus wilayah pertambangan rakyat (WPR). Dampaknya terhadap lingkungan pun kasatmata, seperti sedimentasi dan pencemaran pantai di kaki bukit Tanah Mahamu. Namun, keadaan ini tidak memicu tumbuhnya gerakan masif yang menolak tambang rakyat ilegal.
Semua berubah sejak 29 Januari 2021, ketika Kementerian EDSM menerbitkan IUPK untuk operasi PT TMS. SSI pun muncul sebagai pihak yang berseberangan alias nemesis yang mewakili penolakan rakyat, tak terkecuali para petambang liar, terhadap perusahaan itu.

Para ibu di Kampung Bowone, Tabukan Selatan Tengah, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, menolak pembukaan lahan konsesi tambang emas PT Tambang Mas Sangihe, Sabtu (7/8/2021). Para ibu menolak tinggal diam dan menyerahkan penolakan kepada kaum laki-laki saja.
Jull Takaliuang, seorang aktivis kawakan di Sulut, pun tak menyangkalnya. ”Ada orang-orang dari tambang rakyat yang tergabung dalam SSI. Kami tidak bisa menolak mereka karena mereka punya hak sebagai orang Sangihe. Mereka juga mencintai pulau ini,” katanya ketika ditemui akhir Maret 2022 lalu.
Jull pun mengakui, para petambang liar kerap memfasilitasi kegiatan SSI, seperti ketika akan menggelar aksi di Tahuna, ibu kota Kepulauan Sangihe, atau jika harus pergi ke Manado ataupun Jakarta untuk mengikuti persidangan gugatan terhadap Kementerian ESDM yang menerbitkan perizinan PT TMS.
”SSI memang menggalang uang dari siapa saja. Entah Rp 250.000, Rp 500.000, berapa pun, kalau mereka (petambang rakyat) mau menyumbang, apa yang salah? Hal-hal seperti itu kami tidak bisa menolak, karena kami butuh juga,” tambahnya.
Kendati begitu, Jull menegaskan, tidak ada kesepakatan transaksional antara SSI dan para petambang rakyat seandainya upaya hukum mereka berhasil mengusir PT TMS dari Pulau Sangihe yang luasnya hanya 736,98 kilometer persegi itu. Sebab, SSI tidak pernah melegitimasi tindakan yang merusak lingkungan.

Separuh dari luas Pulau Sangihe, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, menjadi lahan konsesi tambang emas bagi PT Tambang Mas Sangihe (TMS). PT TMS mengantongi kontrak karya selama 33 tahun ke depan hingga 28 Januari 2054.
”Kami sudah deal, kalau tambang rakyat nantinya ditutup, kami tidak mau bela karena itu perbuatan pribadi mereka. Mereka merusak alam sehingga mereka harus menanggung risikonya. Mereka pun setuju, katanya tidak masalah kalau tambang mereka ditutup, yang penting PT TMS pergi,” papar Jull.
Tambang rakyat yang tak berizin ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Dua tahun terakhir, beberapa petambang sudah diproses hukum. Ia pun mendorong pemerintah dan aparat keamanan untuk tegas dan konsisten menegakkan hukum jika ingin menyelamatkan lingkungan.
Kerusakan lingkungan akibat tambang liar yang kecil pun sudah sangat jelas. Jull khawatir, tambang skala besar dengan metode open pit (tambang terbuka) milik PT TMS yang akan dibuka di lahan seluas 65,48 hektar nantinya membawa kerusakan lebih masif lagi.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah menyatakan, PT TMS sangat rawan menyebabkan kerusakan alam di Sangihe. Apalagi, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil telah menyatakan, pulau kecil di bawah 2.000 km persegi tidak diprioritaskan untuk menjadi lokasi penambangan.

Erik Tenda (38) menarik material yang dikatrol dari salah satu lubang tambang emas, Sabtu (7/8/2021), di Kampung Bowone, Tabukan Selatan Tengah, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Lubang tambang tak berizin sedalam 30 meter itu dapat dimasuki lima orang dalam satu waktu.
Maka, seperti kata komisioner Komnas HAM, Sandra Moniaga, masuknya PT TMS berpotensi melanggar hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. ”Tanah merupakan sumber kehidupan warga Sangihe. Kita tahu, masyarakat di sana bergantung pada sagu. Kalau alam di sana rusak, mereka akan kehilangan hak atas sumber pangan yang baik,” katanya.
Sementara itu, Cesylia Saroinsong, juru bicara PT TMS, menyatakan, perusahaan kini masih berfokus pada tahap pembebasan lahan serta persiapan produksi. ”Dalam tahapan ini, PT TMS melibatkan sebagian besar tenaga kerja lokal, yaitu penduduk yang berada di desa-desa setempat,” katanya dalam pernyataan tertulis tanpa detail lebih jauh.
Saling klaim
Jull mengatakan, pembangunan di sekitar area yang nantinya menjadi situs tambang, termasuk pembangunan jalan akses, sempat menyebabkan kerusakan pipa yang menyalurkan air bersih dari Pegunungan Sahendarumang ke rumah-rumah warga. Selama empat hari, warga tak punya akses terhadap air bersih.
Di tengah keadaan ini, SSI menyatakan, PT TMS mengungkapkan kebohongan kepada para pemegang sahamnya di suatu forum investor daring, salah satunya soal pipa air. Menurut temuan SSI, Chief Excutive Officer Baru Gold (perusahaan induk PT TMS) Terry Filbert mengklaim pipa tuntas diperbaiki dalam empat jam.

Mohonis Meluwu (65) menyaring sagu dari serpihan batang pohon sagu di Kampung Bowone, Tabukan Selatan Tengah, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, pada Sabtu (7/8/2021). Sagu masih menjadi salah satu pilihan utama sumber karbohidrat bagi warga Kepulauan Sangihe yang hampir tak memiliki sawah sama sekali.
Dalam keterangan di situs resminya, Baru Gold juga mengklaim telah mendapatkan komitmen hampir semua pemilik lahan untuk menjual tanah mereka demi pembangunan situs tambang. Lahan seluas 100 hektar ini disebut sudah cukup untuk tahap pertama operasi.
Baru Gold juga mengklaim warga di Bowone dan Binebas memberikan dukungan penuh bagi PT TMS. Maka, pengolahan batuan untuk mendapatkan emas akan dimulai dengan pengoperasian dua pusat pelindihan (heap leach) yang telah mulai dibangun pada Oktober 2021.
Baca juga : Komnas HAM: Perusahaan Tambang Rawan Langgar HAM di Sangihe
Namun, semua klaim ini dibantah Alfred Pontolondo, Koordinator SSI. Sebab, PT TMS sejatinya ditolak seluruh lapisan masyarakat, mulai dari politisi, petinggi gereja, hingga masyarakat setempat. Kini, pusat pelindihan yang menurut rencana akan dibangun di permukiman warga masih belum berdiri.
SSI juga telah memboikot pendaratan alat berat, seperti alat pengeboran (rigdrillingmachine), ke Sangihe sebanyak tiga kali, salah satunya pada malam Natal, 24 Desember 2021. Kendati begitu, Baru Gold menyatakan bor itu sudah bisa masuk tiga hari sebelumnya.

Tenda-tenda tambang emas rakyat tak berizin berdiri di wilayah yang disebut Tanah Mahamu atau Tanah Merah di Kampung Bowone, Tabukan Selatan Tengah, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Minggu (8/8/2021). Warga mulai membuka tambang di wilayah yang sebelumnya perkebunan rakyat itu dua tahun terakhir.
Alfred juga membantah klaim Baru Gold tersebut. Apalagi, hingga kini PT TMS belum mengantongi izin pemanfaatan pulau dari Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagaimana diwajibkan dalam UU No 1/2014.
”Sudah jelas, PT TMS ini akan menambang di pulau (kecil) yang secara aturan tidak layak untuk ditambang. Prasyaratnya jelas, pulau itu tidak boleh berpenduduk. Nyatanya, penduduk Sangihe 131.000 (jiwa). Kemudian pulau itu belum dimanfaatkan masyarakat dan tidak ada hutan lindung. Nyatanya, warga berkebun dan menjadi nelayan. Hutan lindung juga ada,” kata Alfred.
Semua bantahan ini disampaikan Alfred kepada salah satu pemegang saham PT TMS asal Belanda yang ia klaim berinisial MG. MG kemudian membuka data itu di forum daring Baru Gold. Akibatnya, awal Maret lalu, harga saham PT TMS, yang terdaftar di bursa saham Kanada, turun dari 10 sen per lembar menjadi 8 sen per lembar.
Dan, muncullah akun david_webb02. Dari hasil penelusurannya, Alfred menduga akun itu milik salah satu pemegang saham PT TMS. Ia marah besar karena harga saham yang dimilikinya terus terdepresiasi.
”Akhirnya, muncullah (kampanye) SSI bohong, SSI korup. Tetapi, itu kami tidak ladeni. Menghabiskan tenaga saja, karena tidak ada pengaruhnya. Kalau kami ladeni, nanti dia jadi tambah mayak (kurang ajar),” pungkas Alfred dengan ungkapan khas Surabaya.