Ikhtiar Ekowisata di Tanjung Waka, Kepulauan Sula
Tanjung Waka di Kepulauan Sula, Maluku Utara, memiliki keindahan sebagai obyek ekowisata, sepert pantai panjang berpasir putih dan kehadiran penyu. Memelihara ekosistem menjadi tantangan di tengah masih adanya ancaman.
Pantai Tanjung Waka di Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara, dideklarasikan menjadi destinasi ekowisata daerah itu. Keindahan pantai berpasir putih halus dan karang di perairan dalam cengkerama penyu menjadi jualan. Aspek keberlanjutan wisata menjadi tantangan.
Dengan satu tangan berkacak pinggang, Ida (46) berpose di pantai berpasir putih. Eta (19), kemanakannya, dari jarak 4 meter mengambil foto dengan telepon pintar. Banyak foto Ida yang bisa dijepret Eta.
Keduanya lalu menuju tempat berteduh. Ida senyum-senyum melihat hasil jepretan Eta.
Ida dan Eta dua dari sekitar 1.000 pengunjung di Pantai Tanjung Waka, Desa Fatkauyon, Kecamatan Sulabesi Timur, Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara, Sabtu (26/3/2022). Pengunjung memadati tempat wisata itu untuk menghadiri Festival Tanjung Waka, 26-29 Maret 2022. Festival diselenggarakan untuk mempromosikan destinasi wisata pantai tersebut.
Pantai Tanjung Waka berjarak sekitar 80 kilometer dari Sanana, ibu kota Kepulauan Sula. Dengan kendaraan roda empat tempat wisata tersebut bisa ditempuh 1,5 jam. Jalannya beraspal dengan medan yang tidak terlalu berat. Jalur tersebut sebagian besar berada di pinggir pantai.
Akses menuju Sanana dari Kota Ternate, ibu kota Provinsi Maluku Utara, bisa melalui jalur udara ataupun laut. Pesawat berbadan sedang terbang dari Ternate ke Sula dan sebaliknya tiga kali seminggu. Frekuensi kapal laut untuk jalur tersebut juga tiga kali seminggu.
Pantai Tanjung Waka sudah dilengkapi dengan fasilitas, seperti pondok dan lapak untuk jualan. Dinas Pariwisata setempat juga telah membangun tujuh unit penginapan.
Sejauh ini, pengunjung ke Tanjung Waka masih didominasi warga lokal, terutama dari Sanana. Mereka berwisata pada akhir pekan atau hari libur dengan kisaran 200-500 orang.
Kami ingin mengajak masyarakat kalau berkunjung ke Tanjung Waka, ya, untuk konservasi alam.
Kawasan wisata tersebut memiliki panjang garis pantai sekitar 3 kilometer. Lokasi wisata berada di sisi timur Desa Fatkauyon. Pantainya ditumbuhi tumbuhan kas pantai yang memberikan naungan menyegarkan. Di beberapa titik juga berdiri menjulang pohon kelapa yang ditanam pemilik lahan sekitar.
Panjang pantai ke garis air laut dalam keadaan stabil rata-rata 30 meter. Separuhnya rata yang sebagiannya ditumbuhi rumput halus, separuhnya lagi agak curam.
Pasir di Pantai Tanjung Waka berwarna putih dengan butiran sangat halus bak hasil ayakan. Tak ada batu yang mengganjal. Pasir putih juga menyelimuti dasar perairan hingga sekitar 50 meter ke laut. Dengan pasir putih tersebut, air laut terlihat bening menembus ke dasar.
Batas antara perairan yang dangkal dan dalam terlihat jelas dari warna air laut. Lewat dari titik pasang, perairan langsung berwarna biru tua. Tak ada dasar laut tak kelihatan lagi. Itu pertanda perairan tersebut sangat dalam.
Biasanya penyu belimbing (Dermochelys coriacea) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) juga ”bermain-main” di perairan Pantai Tanjung Waka. Barangkali karena terlalu riuh saat festival, satwa laut dilindungi tersebut tidak muncul. Kehadiran penyu menjadi salah satu kelebihan wisata Tanjung Waka.
Baca juga :
- Berdaya di Bawah Naungan Cengkeh Tua Gamalama
- Melestarikan Kuliner Tradisional, Mengabadikan Keterikatan dengan Alam
Di laut dalam bentangan terumbu karang menjadi tambahan menarik untuk wisatawan yang penyelam. Di sini juga penyelam biasanya bercengkerama dengan penyu, selain tentu dengan biota laut lainnya.
Festival Tanjung Waka digelar untuk mempromosikan keindahan tersebut. Festival baru digelar lagi setelah tak diselenggarakan dalam dua tahun terakhir imbas pandemi Covid-19. Terhitung dengan acara kali ini, festival sudah lima kali dibikin.
Bedanya kali ini pemerintah mengundang tamu dari luar Provinsi Maluku Utara, seperti dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kedutaan Besar Spanyol untuk Indonesia, Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, dan komunitas penyelam. Pada festival sebelumnya acara diselenggarakan secara lokal.
Dengan keindahan pantai ditambah kehadiran penyu serta terumbu karang, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula mengembangkan destinasi tersebut dengan konsep ekowisata dan edukasi. Keberadaan penyu dan terumbu karang menjadi nilai lebih baik untuk wisata dan edukasi tentang konservasi.
”Kami ingin mengajak masyarakat kalau berkujung ke Tanjung Waka, ya, untuk konservasi alam,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kepulauan Sula yang juga Ketua Panitia Festival Tanjung Waka Syiahjuan Fatgehipon.
Untuk mendukung konservasi, di Desa Fatkauyon terbentuk Kelompok Pengawasan Masyarakat dan Kelompok Sadar Wisata. Penangkaran penyu sudah berjalan. Saat pembukaan Festival Tanjung Waka pada 26 Maret secara seremonial dilepasliarkan sejumlah tukik ke laut.
Anggota kelompok tersebut juga sering mendampingi para penyelam untuk menikmati keindahan bawah laut Tanjung Waka. Penyelam kebanyakan berasal dari luar Kepulauan Sula. Pernah juga rombongan penyelam mancanegara menikmati keindahan bawah laut Tanjung Waka.
Dua kelompok tersebut menjadi tulang punggung untuk ekowisata Tanjung Waka. Mereka diandalkan untuk menjaga ekosistem Tanjung Waka, termasuk untuk mencegah penangkapan ikan tak ramah lingkungan yang bisa merusak ekosistem.
Baca Juga: Catatan Pertumbuhan Ekonomi di Maluku Utara, Sulawesi Tengah, dan Papua
Bagi praktisi wisata Maluku Utara Kris Syamsudin kehadiran penyu dan keindahan bawah laut menjadi unggulan wisata Tanjung Waka. Wisata Tanjung Waka harus menyasar wisatawan minat khusus. ”Wisata konservasi dan edukasi ini yang harus dijual,” ujarnya.
Kris menyatakan, pemerintah perlu mempromosikan dan membuka jaringan dengan berbagai pelaku wisata untuk menggaet wisatawan. Promosi melalui media sosial juga bisa didorong.
Bupati Kepulauan Sula Fifian Adeningsih Mus berkomitmen untuk menggelar festival dengan tamu atau undangan lebih banyak dari luar daerah ke depan. Itu bentuk promosi Tanjung Waka.
Tantangan
Ikhtiar menjadikan Tanjung Waka destinasi ekowisata tentu tak segampang membalikkan telapak tangan. Ada banyak tantangan yang terbentang, antara lain sampah plastik yang jadi hal umum di tempat wisata di Indonesia, keberlangsungan hidup penyu, dan lestarinya karang.
Soal sampah plastik, misalnya. Pada pembukaan atau hari pertama festival, Sabtu (26/3/2022), kawasan pantai terlihat bersih dari sampah plastik. Petugas kebersihan dengan kendaraan berpatroli memungut sampah. Namun, pada hari kedua festival, yakni Minggu (27/3/2022), sampah plastik sudah berserakan. Makin banyaknya pengunjung menimbulkan kekotoran tersebut.
Pemerintah Kepulauan Sula mencanangkan bebas sampah plastik pada 2024. Komitmen itu tentu harus dijalankan sedari kni, termasuk di tempat wisata Tanjung Waka.
Ancaman juga masih membayangi satwa laut dilindungi penyu. Perburuan telur penyu untuk konsumsi menjadi ancaman untuk perkembangbiakan penyu. Penangkaran yang dilakukan Kelompok Pengawasan Masyarakat Desa Fatkauyon salah satu upaya untuk menjaga populasi penyu.
”Saat ini sudah tidak ada lagi perburuan telur penyu karena makin gencarnya sosialisasi,” kata Kepala Seksi Pengawasan dan Konservasi Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Sula Syaiful Masuhu.
Ancaman untuk karang juga bisa datang sewaktu-waktu. Penangkapan ikan tak ramah lingkungan, seperti penggunaan bom, dan dampak perubahan iklim bisa mematikan karang.
Ikhtiar ekowisata yang disertai edukasi tentang konservasi bisa menjadi jualan Tanjung Waka. Ikhtiar itu harus diimplementasikan agar ekosistem Tanjung Waka lestari.
Meskipun masih skala lokal, banyak warga yang berharap banyak dari wisata Tanjung Waka. Noviasi (49), warga Desa Fatkauyon, salah satunya. Ia menyewa lapak untuk menjual berbagai barang kebutuhan, seperti air minum botol, minuman cepat saji kemasan, dan bahan makanan. Setelah sepi pengunjung selama dua tahun terakhir karena pandemi Covid-19, ia berharap festival membuka harapan untuk makin mengalirnya pengunjung ke Tanjung Waka.
Baca Juga : Kekayaan Hayati yang Memikat Sang Penjelajah
Pada hari pertama festival, Noviasi mengantongi penghasilan Rp 500.000. Pendapatan tersebut melonjak jauh dari hari kunjungan wisata sebelumnya yang tak lebih dari Rp 100.000 per hari.
Tanjung Waka memiliki keindahan alam yang bisa dijual untuk mendatangkan wisatawan. Dengan mengusung tema ekowisata kawasan tersebut harus dijaga agar tetap asri. Kondisi Hal itu bisa mendatangkan lebih banyak wisatawan ke depan yang pada gilirannya berdampak positif terhadap kehidupan ekonomi warga sekitar.