Sebagian warga Kota Banda Aceh dan Aceh Besar, Provinsi Aceh, terpaksa mengisi bahan bakar pertamax di pedagang eceran meski harganya mencapai Rp 14.000 per liter.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sebagian warga Kota Banda Aceh dan Aceh Besar, Provinsi Aceh, terpaksa mengisi bahan bakar pertamax di pedagang eceran meski harganya mencapai Rp 14.000 per liter. Pertalite hanya dapat diperoleh di stasiun pengisian bahan bakar umum atau SPBU.
Munandar (30), warga Aceh Besar, Selasa (5/4/2022), menuturkan, dia kaget saat hendak mengisi pertalite di eceran yang ditawarkan penjual justru pertamax. Dia baru tahu kini pertalite tidak dijual secara eceran. ”Harga pertamax Rp 14.000 per liter, mahal sekali. Tapi terpaksa isi juga,” katanya.
Pemerintah menaikkan harga pertamax dari Rp 9.000 per liter menjadi Rp 12.500 per liter. Sementara harga jual pertalite tetap Rp 7.650 per liter. Namun, pemerintah melarang pengelola SPBU menjual pertalite kepada pedagang eceran atau menggunakan jeriken. Pertalite hanya dijual kepada pengendara yang mengisi langsung di SPBU.
Sally (28), pedagang bahan bakar eceran, menuturkan, sejak sepekan terakhir dia terpaksa menjual pertamax sebab pertalite tidak dijual kepada pengecer. ”Kami beli Rp 12.500 per liter, jual Rp 14.000 per liter. Kami hanya cari sedikit untung,” katanya.
Sally mengatakan, tidak semua orang dapat mengakses SPBU dengan mudah, selain karena jauh juga keterbatasan waktu. Karena itu, meski harga pertamax mencekak, warga terpaksa tetap membelinya.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Hiswana Migas Aceh Nahrawi Noerdin menuturkan, larangan penjualan pertalite kepada eceran membuat penjualan pertamax tetap tinggi. Nahrawi, yang juga pemilik SPBU Lamsayeun, menambahkan, pengguna pertamax di SPBU kini didominasi oleh kendaraan roda empat dan pedagang eceran yang membeli menggunakan jeriken.
”Ada kenaikan penjualan pertamax dari 4-5 ton sebelum naik harga, menjadi 8 ton,” kata Nahrawi. Bukan hanya pertamax, penjualan pertalite juga tinggi dari biasanya 10 ton per hari kini menjadi 13 ton.
Nahrawi mengatakan, sebagai pengusaha SPBU, pihaknya hanya menjalankan putusan pemerintah. Menurut dia, perlu ada sistem pengawasan yang tepat untuk menyaluran bahan bakar minyak, misalnya, dengan sistem menempel stiker kepada kendaraan yang boleh mengisi pertalite.
Ismail (45), pengusaha bengkel mobil di Banda Aceh, menuturkan, pertamax membuat mesin lebih bersih. Untuk perjalanan jauh, dia menyarankan menggunakan pertamax. Kualitas pertamax lebih baik dibandingkan dengan pertalite. Penggunaan pertamax dapat membuat mesin lebih prima. ”Masalahnya, pertamax harganya mahal, warga seperti tidak punya pilihan,” ujarnya.