Distribusi Logistik Terancam, Segera Atasi Kelangkaan Biosolar di Jatim
Kelangkaan biosolar di Jawa Timur berpotensi mengancam distribusi barang dan angkutan logistik. Pelaku usaha mendesak permasalahan tersebut segera diatasi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kelangkaan biosolar atau solar bersubsidi di Jawa Timur berpotensi mengancam kelangsungan distribusi barang dan angkutan logistik. Kalangan pelaku usaha mendesak permasalahan tersebut segera diatasi agar tidak berlarut-larut hingga mengganggu roda ekonomi daerah.
Desakan itu salah satunya disampaikan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi Putranto. Dia menegaskan, problem kelangkaan biosolar beberapa hari ini meresahkan pengusaha, khususnya di sektor distribusi barang. Distribusi barang tersendat akibat waktu lebih banyak terbuang untuk mengantre pembelian bahan bakar minyak jenis solar.
”Ini pasti berdampak dan mengganggu kelancaran industri di Jatim, baik besar maupun kecil. Karena antrean pembelian biosolar bisa menghambat proses perdagangan. Harapan kami hal ini tidak lama. Setidaknya, pekan depan sudah bisa teratasi sehingga dampaknya terhadap ekonomi tidak terlalu signifikan,” ujar Adik, Selasa (5/4/2022), di Surabaya.
Menurut Adik, kelangkaan biosolar tidak lepas dari jumlah kuota yang ditentukan pemerintah pada 2022. Untuk wilayah Jatim, misalnya, kuota biosolar tahun ini hanya 2.281.581 kiloliter, lebih kecil dibandingkan 2021 sebesar 2.352.388 kl.
Penentuan kuota tahun 2022 ini didasarkan realisasi penyaluran biosolar tahun 2021. Sementara itu, realisasi bisolar tahun lalu memang tidak naik akibat pandemi Covid-19. Menurut dia, pemerintah tidak menghitung datangnya bulan puasa dan telah berakhirnya masa pandemi sehingga aktivitas masyarakat kembali normal. Akibatnya, saat ada lonjakan permintaan, stok solar tidak mencukupi dan kelangkaan terjadi di sejumlah daerah.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, menurut Adik, telah mengajukan surat penambahan alokasi solar untuk Jatim di tahun 2022 sebesar 306.045 kl. Oleh karena itu, persoalan kekurangan biosolar itu mestinya bisa diatasi dengan menambah alokasi solar subsidi. Ia berharap, dengan diskresi kebijakan itu, persoalan kelangkaan biosolar secepatnya teratasi.
Adik mengungkapkan, seharusnya pemerintah lebih cermat melakukan perhitungan kuota dan anggaran untuk mencegah kekosongan stok. Apalagi, saat ini adalah momen kebangkitan ekonomi pascapandemi.
”Karena yang paling penting dalam urusan minyak itu harus digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat, terutama Jatim memiliki sumber minyak yang cukup besar dan ini harus digunakan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat,” kata Adik.
Pantauan pada Selasa (5/4/2022), antrean kendaraan berbahan bakar solar bersubsidi atau biosolar mengular di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) di wilayah Surabaya Raya yang meliputi Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo.
Di SPBU di Jalan Diponegoro, Sidoarjo, misalnya, panjang antrean kendaraan lebih dari 1,5 kilometer atau hingga luar dari kawasan SPBU, tepatnya di ruas Jalan Diponegoro sampai dengan sebelah barat Jalan Sisingamangaraja.
Sementara itu, Area Manager Communication & CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus Deden Mochamad Idhani mengatakan, penyaluran BBM RON 90, yaitu pertalite, dan solar bersubsidi berjalan lancar. Meski demikian, pihaknya berjanji mengoptimalisasi armada mobil tangki dalam menyalurkan BBM ke seluruh SPBU.
Menurut Deden, ada peningkatan permintaan atau konsumsi BBM sejak 1 April 2022. Peningkatan konsumsi terjadi pada produk BBM jenis pertalite dan biosolar masing-masing sebesar 15 persen dan 10 persen.
”Untuk wilayah Jawa Timur, penyaluran pertalite sebesar 280.000 kiloliter per bulan dan biosolar 182.000 kiloliter per bulan. Harga kedua produk tersebut tidak naik, yaitu pertalite Rp 7.650 per liter dan solar subsidi Rp 5.150 per liter,” ujar Deden.
Ia menambahkan, stok di seluruh terminal BBM dalam kondisi aman dan cukup. Permasalahan yang terjadi saat ini, menurut dia, lebih karena proses penyaluran dari terminal BBM ke SPBU menggunakan mobil tangki dan butuh waktu perjalanan. Oleh karena itu, apabila ada SPBU yang butuh suplai, ada jeda waktu pengisian ke lokasi tersebut.
Permasalahan yang terjadi saat ini, menurut dia, lebih karena proses penyaluran dari terminal BBM ke SPBU menggunakan mobil tangki dan butuh waktu perjalanan. Oleh karena itu, apabila ada SPBU yang butuh suplai, ada jeda waktu pengisian ke lokasi tersebut.
Mengenai dugaan peralihan konsumsi masyarakat dari pertamax ke pertalite menyusul kenaikan harga pertamax, Deden mengatakan hal tersebut dikembalikan kepada konsumen sebagai pemilik kendaraan. ”Tentunya pengisian jenis BBM merupakan hak konsumen disesuaikan kemampuan dan spesifikasi kendaraan. Namun, jika konsumen yang sebelumnya telah menggunakan pertamax dan terus menggunakan produk tersebut, kami sangat mengapresiasi karena dengan penggunaan pertamax artinya mendukung terciptanya udara yang lebih bersih,” ujar Deden.
Selain itu, Deden juga mengingatkan konsumen tidak perlu khawatir pasokan BBM di SPBU. Konsumen juga tidak perlu membeli dengan panik (panic buying) karena stok BBM di terminal-terminal BBM sangat cukup.
Konsumen juga dapat menghubungi Pertamina Contact Center 135 jika menemukan kendala ketersediaan produk di SPBU. Pihaknya memohon maaf jika konsumen mengalami kendala ketersediaan produk BBM di SPBU. ”Kami memastikan hal tersebut akan segera diantisipasi dengan optimalisasi armada mobil tangki kami dalam menyalurkan BBM ke seluruh SPBU,” kata Deden.