Harga Daging di Aceh Melambung Terdongkrak Tradisi ”Meugang”
Tradisi ”meugang”, menyantap makanan berbahan daging di Aceh, dirawat secara turun-temurun. ”Meugang” menjadi momentum berkumpul, berbagi, dan bersyukur menyambut bulan suci.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Stok daging untuk perayaan tradisi meugang di Provinsi Aceh mencukupi. Namun, harga jual daging melambung menjadi Rp 150.000-Rp 200.000 per kilogram dari sebelumnya Rp 130.000-Rp 140.000 per kilogram.
Meugang adalah tradisi menyantap masakan berbahan baku daging sehari sebelum Ramadhan. Tradisi ini dirayakan secara turun-temurun sejak masa Kerajaan Aceh Darussalam.
Kepala Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Peternakan Dinas Peternakan Aceh Teuku Taufan Maulana Pribadi, Rabu (30/3/2022), menuturkan, jumlah hewan ternak yang tersedia untuk disembelih diperkirakan mencapai 53.326 ekor. Hewan ternak itu tersebar di 23 kabupaten/kota di Aceh.
Dari total hewan ternak yang tersedia tersebut, 20.223 ekor di antaranya sapi, sedangkan sisanya kerbau, kambing, dan domba. Daging sapi paling banyak dikonsumsi saat perayaan meugang.
”Stoknya cukup. Paling banyak sapi lokal. Warga Aceh lebih suka dengan sapi lokal,” kata Taufan.
Mulai Rabu (30/3/2022) penjualan daging meugang mulai menjamur. Banyak pedagang daging dadakan muncul mengisi lapak-lapak di sudut-sudut kota.
Puncak perayaan meugang jatuh pada Jumat (1/4/2022) atau sehari sebelum Ramadhan. Pada puncak meugang, permintaan daging sapi melonjak sehingga berpengaruh pada harga.
Di Banda Aceh dan Aceh Besar, harga daging meugang antara Rp 150.000 hingga Rp 170.000 per kilogram. Sementara harga tertinggi di Kabupaten Simeulue mencapai Rp 200.000 per kilogram.
Harga tertinggi di Kabupaten Simeulue mencapai Rp 200.000 per kilogram.
Taufan mengatakan, kenaikan harga daging saat meugang merupakan hal yang wajar sebab permintaan tinggi. Pada hari biasa, harga daging di Aceh antara Rp 130.000 hingga Rp 140.000 per kilogram.
Taufan menambahkan, pemerintah mengawasi harga penjualan daging di pasaran. Pihaknya akan mengintervensi jika telah melewati Rp 200.000 per kilogram. ”Tim satgas pangan terus memantau kondisi pasar. Sajauh ini kondisinya normal,” kata Taufan.
Pada perayaan meugang, para peternak lokal mengeluarkan sapinya untuk dijual ke pasar hewan. Sapi-sapi itu dipelihara berbulan-bulan khusus untuk disembelih saat meugang.
Sapi-sapi itu kemudian dibeli oleh pedagang daging. Pada saat meugang, banyak muncul pedagang daging dadakan yang berharap mendapatkan sedikit keuntungan dari meugang.
Seorang pedagang daging, Munazir (37), menuturkan, harga jual Rp 160.000 per kilogram sesuai dengan modal yang dia keluarkan. Dia membeli seekor sapi lokal dengan berat timbang daging 200 kilogram.
Dengan berat daging 200 kilogram artinya pendapatan impas untuk modal. Dia berharap untung dari penjualan tulang dan isi perut sapi. ”Ada potensi untung Rp 2 juta atau Rp 3 juta. Tetapi kalau tiba-tiba harga turun, bisa rugi,” kata Munazir.
Munazir mengatakan, penjualan masih sepi. Hingga siang hari, daging dagangannya masih menumpuk. Dia berharap daging itu habis terjual pada sore hari. ”Kalau disimpan buat besok, walaupun masuk kulkas, tidak ada yang beli lagi,” katanya.
Meski harga melambung, tidak menyurutkan minat warga membeli daging. Biasanya warga mempersiapkan diri sejak lama untuk merayakan tradisi meugang. Membeli daging untuk keluarga juga menjadi bagian dari harga diri seorang laki-laki atau ayah.
Seorang warga Aceh Besar, Kariman (27), yang baru menikah dua bulan lalu, membeli 3 kilogram daging untuk dibawa pulang ke rumah mertuanya. Bagi lelaki Aceh yang baru menikah jadi tradisi pada meugang pertama membawa beberapa kilogram daging ke rumah mertua.
”Saya sudah siapkan uang Rp 500.000 untuk merayakan meugang. Kalau tidak cukup, nanti saya tambah lagi,” kata Kariman.
Dosen Ekonomi Universitas Muhammadiyah Aceh, Mimi Asri, menuturkan, selain sebagai tradisi, meugang juga membuat geliat ekonomi warga bergerak. Selama meugang, transaksi jual beli meningkat artinya perputaran uang di kalangan warga juga lebih besar.
”Konsumsi menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Mimi.