Sarang Walet, Petaka yang Menggiurkan
Sarang walet di Indonesia mengundang minat banyak pengusaha dalam dan luar negeri, begitu juga di Kalimantan Tengah. Di saat yang sama, sarang walet mengundang ancaman, penyakit, polusi suara, hingga kriminalitas.
Potensi sarang walet di Kalimantan Tengah tak perlu diragukan lagi. Keuntungan yang besar membuat warga di Kalteng berlomba-lomba membangun bangunan walet. Namun, keuntungan yang tinggi selalu mengundang petaka, tak hanya perampokan sadis tetapi juga penyakit.
Rahmadi (38) semingrah. Ia membawa dua kantong plastik merah besar berisi sarang walet. Isinya berbagai bentuk ada yang seperti mangkok selebar telapak tangan, ada yang berbentuk patahan-patahan mangkok, atau seperti setengah kotak.
Menurut Rahmadi, berat kedua kantong plastik dan isinya itu mencapai 700 gram lebih nilainya sekitar Rp 11 juta. Begitu sampai di rumahnya, Petuk Barunai, Kecamatan Rakumpit, Kota Palangkaraya, ”Besok baru saya jual ke Palangkaraya,” ujarnya, Minggu (27/3/2022).
Langit saat itu kian meredup, Rahmadi lupa mandi. Begitu datang ia langsung menuju dapur rumahnya, mengambil baskom lalu mengisinya dengan air. Direndamnya semua sarang walet yang baru ia panen dari rumah walet miliknya yang berjarak sekitar 2 kilometer dari pusat kampung, tepat di tengah kebunnya.
Rahmadi membersihkan sarang burung walet itu seperti memandikan bayi kecil, sigap tetapi berhati-hati. Ia bahkan menggunakan pinset untuk mengeluarkan bulu-bulu yang menempel di sarang, memasukkan satu tutup botol cairan pembersih khusus sarang walet yang ia pesan dari Jakarta. ”Saya suruh anak saya pesan, saya enggak tahu cara pesan online,” selorohnya.
Proses pembersihan selesai, ia mengambil plastik baru lalu memasukkan semua sarang walet yang sudah dibersihkan dan menyimpannya di dalam lemari makan. Rahmadi bahkan mengeluarkan beberapa piring berisi ikan yang istrinya goreng sedari tadi. Setelah itu baru ia ke kamar mandi membersihkan diri.
Jika dikelola dengan baik, ini bisa menjadi pemasukan untuk daerah dengan potensi miliaran per tahun.
Gedung walet milik Rahmadi sudah dua tahun berdiri dan, menurut dia, sudah menghasilkan lebih dari Rp 100 juta. Ia bahkan saat ini sedang membangun satu lagi rumah walet. Penghasilan yang besar itu membuat Rahmadi mampu membangun sebuah rumah lagi di Kota Palangkaraya karena hampir setiap minggu ia datang ke kota itu.
”Saya ini petani, bangun walet itu investasi masa depan buat anak-anak. Apalagi mereka kan kuliah jadi butuh uang lebih. Kalau hanya bertani mungkin enggak cukup uangnya,” kata Rahmadi.
Untuk membangun rumah walet, Rahmadi mengeluarkan uang lebih kurang Rp 250 juta. Uang itu ia dapat hasil menjual sebagian tanah warisan miliknya. Menurut dia, dalam dua tahun terakhir ini modal membangun gedung waletnya sudah kembali.
Potensi
Produk sarang burung walet dari Kalimantan Tengah semakin diminati pengusaha dari berbagai macam daerah. Rahmadi mengaku kalau sarang burung waletnya pernah dibeli pengusaha asal Bali, Jakarta, hingga Surabaya. ”Mereka (pembeli dan pengepul) bilang bahkan sarang walet saya sampai ke luar negeri,” ujarnya.
Bukan tanpa alasan, sarang walet Indonesia memang diminati dunia. Catatan Kementerian Pertanian, ekspor komoditas ini meningkat dibandingkan tahun lalu dengan sasaran penjualan 17 negara.
Indonesia merupakan negara produsen sarang burung walet terbesar di dunia bersama dengan Thailand, Vietnam, Singapura, Myanmar, Malaysia, India, dan Sri Lanka. Total produksi sarang burung walet dari Indonesia mencapai 80 persen dari total produksi dunia yang rata-rata lebih dari 1.200 ton per tahun (Kompas, 29 Agustus 2019).
Baca juga: Sarang Burung Walet Indonesia Semakin Diminati Dunia
Di Kalimantan Tengah, analisis Kantor Perwakilan Bank Indonesia dalam kegiatan Coffee Morning bersama OJK awal tahun lalu mengungkap, potensi sarang walet Kalteng mampu menambah pendapatan asli daerah (PAD) Kalteng.
Saat itu, Kepala Perwakilan BI di Kalteng Rihando mengungkapkan, sarang walet tanpa olah bisa dijual dengan harga Rp 8 juta sampai Rp 13 juta per kilogram, sedangkan harga sarang walet yang sudah dibersihkan dan diolah bisa mencapai Rp 20 juta sampai Rp 28 juta per kilogram.
BI Kalteng mencatat, di Kabupaten Kotawaringin Barat memiliki jumlah gedung walet mencapai 9.700 bangunan, sedangkan Kota Palangkaraya mencapai 700 bangunan. Selain soal pajak, industri hilir sarang walet, menurut Rihando, perlu dipikirkan. Sayangnya hingga kini tak ada kebijakan yang mengatur khusus soal usaha walet, kebijakan yang ada hanya persoalan tata kelola bangunan.
”Jika dikelola dengan baik, ini bisa menjadi pemasukan untuk daerah dengan potensi miliaran per tahun,” ujar Rihando.
Petaka
Keuntungan menggiurkan itu diikuti oleh berbagai ancaman. Di Kabupaten Lamandau, Selasa (29/3/2022), aparat Polres Lamandau menangkap enam orang yang tergabung dalam sindikat perampokan sarang walet. Mereka tergabung dalam sindikat perampok sarang walet yang sudah buron selama satu bulan lebih.
Ke enam pelaku, terakhir melakukan aksinya di Lamandau pada Februari lalu. Mereka bahkan tak segan melukai korbannya.
”Saat korban memergoki para pelaku beraksi, ia didorong hingga terjatuh lalu ditebas menggunakan parang, untung nyawanya masih bisa diselamatkan,” kata Kepala Kepolisian Resor Lamandau Ajun Komisaris Besar Arif Budi Purnomo.
Arif menjelaskan, sindikat perampok sarang walet itu total berjumlah 10 orang, masih ada empat pelaku lagi yang masih dikejar polisi hingga saat ini. Pada aksinya yang terakhir, para pelaku berhasil membawa 60 kilogram sarang walet dan uang sebesar Rp 180 juta.
”Di antara para tersangka yang kami tangkap terdapat tersangka yang berstatus residivis karena baru sekitar seminggu keluar dari penjara atas perkara serupa,” jelas Arif.
Para pelaku dijerat Pasal 365 Ayat 2 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun penjara. ”Potensi sarang walet memang tinggi, tetapi harus disertai dengan keamanan wilayah seperti siskamling dan lain sebagainya karena ancamannya juga tinggi, pelaku tak segan melukai bahkan membunuh korbannya,” kata Arif.
Tak hanya itu, pada tahun 2008, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah mencatat burung walet bisa menyebabkan 24 jenis penyakit pada manusia jika letak kandangnya tidak sesuai dengan aturan. Ke-24 jenis penyakit ini menyerang otak, saraf, dan penyakit lainnya yang ada pada burung walet. Penyakit tersebut disebarkan melalui air liur, napas, dan kotoran burung walet.
Baca juga: Ekspor Sarang Walet Sumut Rp 37 Triliun China Cabut Larangan Empat Eksportir
Sulaiman (49), warga Pahandut, Kota Palangkaraya, mengungkapkan sudah jengah dengan suara burung walet dari tetangga rumahnya. Betapa tidak, setiap saat pemilik gedung walet di sebelah rumahnya menyalakan rekaman suara walet untuk memancing burung walet masuk ke gedung waletnya.
”Saya susah tidur jadinya,” ujar Sulaiman.
Hal itu menjadi mayoritas keluhan warga Kota Palangkaraya ke pemerintah, selain persoalan infrastruktur. Selama 2019, pada aplikasi Lapor, terdapat 692 laporan dari masyarakat terkait aspirasi, juga berbagai macam keluhan, seperti jalan rusak, saluran air yang macet, termasuk rumah walet. Hanya keluhan rumah walet yang belum diselesaikan. Padahal, keluhan tersebut setiap tahun masuk dalam laporan.
Sarang walet mendatangkan keuntungan yang tak sedikit juga ancaman yang kian bahaya. Keuntungan dari sarang walet itu layaknya makanan basi yang mengundang lalat. Jika tak ada pengelolaan dan sistem keamanan wilayah yang belum baik, sarang walet bisa menjadi ancaman.