Bangunan Rumah Walet di Palangkaraya Diprotes Warga
Warga Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, mengeluhkan keberadaan rumah-rumah sarang walet (”Apodidae”) yang masih berdiri di tengah-tengah perumahan. Pendirian rumah walet juga dianggap menyalahi aturan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Warga Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, mengeluhkan keberadaan rumah-rumah sarang walet atau apodidae yang masih berdiri di tengah-tengah perumahan. Pendirian rumah walet juga dianggap menyalahi aturan.
Abimanyu (35), warga perumahan Pasar Besar, Kota Palangkaraya, Kalteng, sudah melaporkan gangguan rumah burung walet yang semakin masif dibangun di sekitar kompleks perumahannya. Meskipun demikian, belum ada tindak lanjut dari laporan tersebut.
”Saya sudah tiga kali melapor via aplikasi lapor ataupun secara langsung, tapi tampaknya belum ada penertiban. Rumah walet di sini begitu banyak. Kalau malam tidak bisa tidur karena suaranya berisik tidak berhenti,” ujar bapak tiga anak itu saat ditemui Kompas, Selasa (17/12/2019).
Menurut Abimanyu, selain suara yang bising selama 24 jam, kotoran walet juga menyebabkan bau yang cukup menyengat, khususnya rumah-rumah yang berimpitan dengan sarang atau rumah walet.
”Saya khawatir ada dampak kesehatannya juga, apalagi saya punya banyak anak kecil,” katanya.
Abimanyu merupakan salah satu dari sekian banyak pengguna aplikasi lapor yang membuat laporan tentang sarang burung walet. Keluhan itu juga terungkap dalam kegiatan Dialog Multi-Pihak dan Evaluasi Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR).
Acara ini dilaksanakan Pemerintah Kota Palangkaraya dan mitra kerja lokal Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Justice, Peace, and Integrated Creation (JPIC) Kalimantan, di Kota Palangkaraya.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Palangkaraya Aratuni Djaban menjelaskan, persoalan rumah walet memang sudah lama berlangsung dan menjadi keluhan warga Kota Palangkaraya dalam beberapa tahun terakhir. Banyak laporan yang masuk dalam aplikasi LAPOR, aplikasi buatan Kemenpan-RB.
”Laporan soal walet memang sudah ditindaklanjuti, tetapi belum semuanya selesai. Ini masalahnya cukup pelik,” ujar Aratuni.
Aratuni menjelaskan, selama 2019 terdapat 692 laporan dari masyarakat terkait aspirasi, juga berbagai macam keluhan, seperti jalan rusak, saluran air yang macet, termasuk rumah walet. Hanya saja keluhan rumah walet yang belum diselesaikan. Padahal, keluhan tersebut setiap tahun masuk dalam laporan.
”Itu makanya kami butuh dialog dengan semua pihak supaya masalah yang tidak bisa selesai ini bisa jadi perhatian bersama,” ujar Aratuni.
Persoalan rumah walet memang sudah lama berlangsung dan menjadi keluhan warga Kota Palangkaraya dalam beberapa tahun terakhir.(Aratuni Djaban)
Sekretaris Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Palangkaraya Suwito mengungkapkan, sampai saat ini pihaknya belum mengeluarkan rekomendasi pendirian bangunan walet sejak 2011. Namun, masih banyak warga atau pengusaha yang terus membangun.
”Kami tugasnya hanya memberikan rekomendasi. Selama tugas itu diberikan ke kami, belum ada izin yang kami rekomendasikan. Artinya, semua bangunan itu harusnya dianggap ilegal,” kata Suwito.
Suwito menjelaskan, rekomendasi tidak bisa diberikan lantaran banyak syarat yang tidak dipenuhi, salah satunya izin dari warga yang rumahnya berjarak 1 hingga 300 meter dari rumah walet. ”Sedangkan untuk penindakan bukan dari kami. Itu ranahnya dinas lain,” ujar Suwito.
Hal senada diungkapkan Kepala Seksi Pengaduan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palangkaraya Frengky Setya Praja. Menurut dia, selama ini terdapat 13 laporan dari warga yang mengeluhkan rumah walet.
”Pendirian (rumah walet) itu ada dalam Perda Nomor 11 Tahun 2011. Karena banyaknya keluhan, kami buat nota agar perda itu direvisi dan dievaluasi,” ujar Frengky.
Salah satu pemilik bangunan walet di Jalan Menteng I, Kelurahan Menteng, Kecamatan Jekan Raya, IJ (40), mengungkapkan, rumah waletnya dibangun dengan biaya Rp 250 juta. Di Palangkaraya, ia memiliki dua rumah walet yang dibangun di dua wilayah.
”Ini waktu saya beli tanah sudah ada bangunan walet, tetapi belum selesai. Saya hanya meneruskan dan menambahnya saja,” kata IJ.
IJ mengaku sudah mengantongi izin dari warga di sekitar rumahnya. Sedangkan izin mendirikan bangunan dan izin lainnya masih dalam proses di dinas-dinas Kota Palangkaraya.
Saat ini, tambah IJ, harga sarang burung walet mencapai Rp 10 juta-Rp 12 juta per kilogram. Banyaknya keuntungan itu membuat banyak pengusaha membangun rumah burung walet di rumahnya. Untuk membangun rumah walet, pemiliknya juga harus menyiapkan sepiker atau pengeras suara yang sudah diisi rekaman suara walet untuk mengundang walet lainnya. Suara itulah yang diprotes oleh warga
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2008 menunjukkan, sarang burung walet memiliki banyak manfaat untuk menyembuhkan penyakit paru-paru, panas dalam, penambah tenaga, dan melancarkan peredaran darah. Namun, jika kandangnya berada dekat permukiman, rentan memicu beragam jenis penyakit yang menyerang otak, saraf, dan darah.