Pengemudi ojek daring di Surabaya, Jawa Timur, menuntut penindakan terhadap aplikator yang seenaknya menurunkan tarif bersih dan membebankan berbagai biaya sehingga melanggar regulasi.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Setidaknya 500 pengojek yang menyatakan sebagai Front Driver Online Tolak Aplikator Nakal (Frontal) Jawa Timur berdemonstrasi di Surabaya, Kamis (24/3/2022). Mereka menuntut pemerintah mengevaluasi tarif angkutan dalam jaringan (online) sekaligus menindak pengembang aplikasi pelanggar aturan.
Aksi berlangsung di sejumlah lokasi di sepanjang frontage atau jalur paralel Jalan Ahmad Yani, Surabaya. Massa Frontal berdemonstrasi, antara lain, di Dinas Perhubungan Jatim, juga Dinas Komunikasi dan Informatika Jatim. Mereka meminta ditemui oleh pejabat tinggi Kementerian Perhubungan dan atau Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Menurut Ketua Presidium Frontal Jatim Tito Achmad, ada empat tuntutan yang diajukan dalam aksi, antara lain, massa ingin ditemui oleh pejabat kementerian untuk mengadukan nasib. Frontal menginginkan pemerintah bertindak tegas terhadap pengembang aplikasi transportasi online yang seenaknya menurunkan tarif bersih untuk mitra atau pengemudi online.
”Selain itu, regulator (pemerintah) harus mengevaluasi aplikator yang membebankan berbagai tarif kepada mitra dan pengguna sehingga melanggar aturan,” kata Tito. Regulasi dimaksud ialah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 348 Tahun 2019 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi, serta Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2012 tentang Formula Tarif Layanan Pos Komersial.
Tito mencontohkan, ada aplikator yang mengubah tarif bersih yang diterima pengojek selaku mitra cuma Rp 6.400 sekali beroperasi, bahkan lebih rendah. Padahal, tarif itu berpotensi dipotong lagi oleh aplikator dengan alasan pembebanan berbagai biaya kepada mitra atau pengguna (masyarakat). ”Nilai tarif terlalu rendah sehingga melanggar peraturan dan tidak manusiawi,” katanya.
Dalam konteks itulah, Frontal meminta kehadiran pejabat tinggi kementerian agar dapat menghadirkan petinggi aplikator dari Jakarta. Dengan demikian, tuntutan dapat segera dibicarakan dan diambil kebijakan intervensi yang tepat dan adil, terutama bagi pengendara selaku mitra. Jika tuntutan diabaikan, Frontal akan kembali berdemonstrasi dan mogok operasi yang dapat mengganggu mobilitas masyarakat pengguna.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi seusai pertemuan dengan Frontal pada Kamis petang mengatakan akan membawa tuntutan demonstran untuk pembicaraan dengan kementerian dan aplikator. Yang terang, perlu ada penyesuaian termasuk dalam penetapan tarif, mengingat bisnis aplikasi kembali marak.
”Saya akan menindaklanjuti dugaan pelanggaran oleh aplikator baru,” kata Budi. Namun, pelanggaran aplikator, seperti dituduhkan oleh Frontal, perlu didukung dengan bukti-bukti sehingga bisa diteruskan ke Kemenkominfo untuk menutup atau memblokir aplikasi. Selain itu, juga menindak aplikator.
Budi juga menyampaikan mendapat masukan dari Frontal tentang indikasi pelanggaran dalam pemanfaatan aplikasi. Misalnya, pesanan ganda (double order), bahkan manipulasi jarak. Kejadian itu belum ditemukan di kota-kota besar lainnya, terutama Jakarta, yang juga amat ramai dengan keberadaan pengojek online. Masalah ini harus ditelaah dengan melibatkan aplikator.
Juru bicara Frontal, Daniel Lukas Rorong, mengatakan, dalam aksi di frontage, sebagian massa terpaksa menempuh pemeriksaan terhadap sesama pengojek yang tidak ikut aksi. ”Aksi ini untuk semua, mengapa masih ada yang tidak solid, padahal rekan-rekan dari luar Surabaya juga bergabung,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya Ajun Komisaris Besar Teddy Chandra mengatakan, pihaknya menerjunkan lebih dari 250 anggota untuk pengamanan aksi dan pengaturan lalu lintas sehingga tidak menimbulkan kemacetan.
”Massa membantu dengan konsentrasi aksi di frontage sehingga sebagian jalur Jalan Ahmad Yani masih bisa dilewati kendaraan dan menekan risiko kemacetan,” ujar Teddy.