Jelang Pilpres Timor Leste, Waspadai Pelintas Ilegal di Perbatasan Negara
Timor Leste menggelar pemilihan presiden pada Sabtu (19/3/2022) besok. Pengawasan di perbatasan ditingkatkan.
ATAMBUA, KOMPAS
—
Timor Leste akan menggelar pemilihan presiden pada Sabtu (19/3/2022). Petugas perbatasan, imigrasi, dan aparat keamanan di wilayah Indonesia terus memantau pergerakan pelaku perjalanan di pos pelintasan terpadu serta jalur tradisional yang rawan dilewati pelintas ilegal.
Informasi yang dihimpun Kompas pada Jumat (18/3/2022) pagi, tidak ada lonjakan pergerakan pelaku perjalanan di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadu Motaain, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Pos itu menjadi satu-satunya PLBN Terpadu yang boleh dibuka selama pandemi Covid-19.
Selain PLBN Terpadu Motaain, di NTT terdapat PLBN Terpadu Motamasin di Kabupaten Malaka dan PLBN Terpadu Wini di Kabupaten Timor Tengah Utara. Di luar itu terdapat pelintasan tradisional, mengingat banyak wilayah darat di NTT yang berbatasan langsung dengan Timor Leste. Tidak semua perbatasan memiliki pos pemantauan.
Koordinator PLBN Terpadu Motaain Badan Nasional Pengelola Perbatasan Engelberthus Klau mengatakan, dalam satu pekan terakhir, pergerakan warga ke Timor Leste setiap harinya tergolong normal. ”Sebelum pandemi, dalam satu hari bisa 300 orang, baik dari Indonesia maupun dari Timor Leste. Saat ini berkurang jauh,” ujarnya.
Pada 16 Maret, misalnya, jumlah pelintas dari RI sebanyak 105 WNI dan 19 warga Timor Leste. Masih pada hari yang sama, pelintas dari Timor Leste terdiri dari 51 WNI dan 12 orang Timor Leste.
”Kebanyakan WNI yang melintas adalah mereka yang bekerja di Timor Leste. Sedangkan warga Timor Leste yang melintas adalah pelajar,” ujarnya.
Baca juga: Merajut Persaudaraan di Tapal Batas
Menurut dia, persyaratan keluar masuk PLBN Terpadu Motaain juga mengikuti standar protokol kesehatan. Setiap pelintas wajib menunjukkan hasil tes negatif Covid-19 menggunakan metode PCR. Tiba di pos pelintasan, mereka akan diperiksa ulang oleh petugas.
Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan pelintas melewati pos tradisional dan ”jalur tikus”. Hal ini menjadi kewenangan aparat keamanan ataupun pihak imigrasi untuk mengawasinya. Berkaca pada pengalaman sebelumnya, banyak pelaku perjalanan memilih melewati pelintasan tradisional. Di sana pula sering menjadi jalur pengiriman barang secara ilegal.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Atambua KA Halim menuturkan, pada Rabu (16/3/2022), sudah ada pertemuan dengan pihak Timor Leste di Batugade. Pertemuan itu khusus membahas langkah koordinasi menyongsong Pilpres Timor Leste.
Selain Halim dan Engelberthus, pertemuan itu juga dihadiri Komandan Distrik Militer Belu 1605 Letkol Inf Wiji Untoro, Kepala Polres Belu Ajun Komisaris Besar Yosep Krisbiyanto, Komandan Satuan Tugas Pengamanan Perbatsan RI-RDTL Yonif 743/PSY Letnan Kolonel Andi Lulianto, perwakilan Konsulat Timor Leste di Kupang, Konsulat Timor Leste di Atambua, dan Imigrasi Timor Leste.
Menurut Halim, pihaknya fokus pada pelintasan tradisional karena sangat rawan dilewati para pelintas ilegal. ”Tim kami bersama aparat keamanan sudah memantau di titik-titik tersebut dan sejauh ini tidak ada pergerakan orang asing dalam jumlah banyak. Kami pun menjalin komunikasi dengan petugas dari Timor Leste,” katanya.
Dalam keterangan pers pihak Imigrasi Atambua dikatakan, Konsul Timor Leste di Kupang Jesuino Dos Reis Matos de Carvalho berharap dukungan Indonesia mengawasi perbatasan menjelang Pemilihan Presiden Timor Leste yang akan dilaksanakan besok. ”Menjaga wilayah perbatasan masing-masing negara dan juga menjaga hubungan persahabatan RI-RDTL, " kata Carvalho.
Baca juga: Mama Minta Apa, Bilang Saja . . .