Potensi Besar, Petani Lampung Didorong Ekspor Rempah
Pandemi tidak menjadi halangan bagi petani untuk mengekspor komoditas pertanian. Rempah-rempah adalah salah satu komoditas yang peminatnya makin meningkat di tengah pandemi.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Di tengah situasi pandemi Covid-19, permintaan ekspor komoditas rempah dari Lampung terus meningkat. Pemerintah terus mendorong agar petani membudidayakan tanaman rempah dan melirik potensi ekspor tersebut.
Kepala Balai Karantina Kelas I A Bandar Lampung Muh Jumadh mengatakan, komoditas rempah yang berpotensi diekspor tidak hanya lada dan cengkeh. Dalam dua tahun terakhir, komoditas cabai jawa juga diminati pasar ekspor.
”Pada 2020 cabai jawa asal Lampung mampu menembus pasar ekspor di 11 negara. Artinya, ada banyak negara yang bisa menjadi tujuan ekspor,” kata Jumadh saat dihubungi dari Bandar Lampung, Senin (14/3/2022).
Berdasarkan data Indonesia Quarantine Full Automation System yang dihimpun Balai Karantina Pertanian Lampung, volume ekspor cabai jawa pada tahun 2019 sebesar 48,3 ton. Pada 2020, volume ekspor cabai jawa meningkat signifikan menjadi 459,03 ton. Sayang, kurangnya pasokan cabai jawa membuat ekspor komoditas itu menurun pada 2021, yakni hanya 50,1 ton.
Jumadh menerangkan, negara tujuan ekspor cabai jawa sebenarnya makin bertambah. Tak hanya China, India, Jerman, dan Malaysia, cabai jawa juga diekspor ke Bangladesh, Jepang, Nepal, Pakistan, Turki, dan Uni Emirat Arab. Banyaknya negara tujuan ekspor itu menunjukkan kebutuhan dunia pada cabai jawa makin meningkat.
Di berbagai negara tersebut, cabai jawa dibutuhkan sebagai salah satu bahan baku pembuatan obat dan ramuan herbal. Di kalangan masyarakat Indonesia, cabai jawa juga dikenal sebagai tanaman herbal yang berkhasiat mengatasi gangguan lambung, sakit gigi, batuk, dan asam urat. Tanaman itu juga dikenal sebagai obat untuk mengatasi darah rendah dan mengurangi rasa nyeri pada tubuh.
Peluang ekspor komoditas pertanian makin lebar karena Lampung memiliki Pelabuhan Internasional Panjang. Kapal dari sejumlah negara tujuan ekspor bisa langsung mengangkut produk dari Lampung.
Jumadh menambahkan, Balai Karantina Pertanian Lampung berupaya mendukung gerakan ekspor komoditas pertanian dengan memberikan bimbingan teknis kepada petani di sentra perkebunan cabai jawa. Salah satu daerah sentra pengembangan cabai jawa di Lampung adalah Desa Wonosari, Kecamatan Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah. Pendampingan petani harus terus dilakukan agar petani dapat mempertahankan kualitas produk sesuai standar ekspor.
Petani diberikan bimbingan teknis untuk bisa membudidayakan dan mengekspor cabai jawa. Selain diberikan pengarahan tentang cara budidaya yang baik, petani juga mendapatkan pendampingan pengolahan pascapanen agar memenuhi kualitas ekspor.
Jumadh menekankan, produk pertanian yang diekspor harus dipastikan bebas dari hama penyakit dan bebas dari cemaran bahan kimia. Jika produk pertanian yang dikirim tidak memenuhi standar di negara tujuan, produk pertanian ini bisa dikembalikan oleh negara tujuan. Untuk itulah bimbingan teknis kepada petani sangat penting dilakukan secara kontinu.
Secara terpisah, Ketua Dewan Rempah Lampung Untung Sugiatno mengatakan, pemerintah daerah harus responsif terhadap peluang ekspor. Selain lada dan cengkeh, komoditas rempah lain yang belum menjadi prioritas harus mulai dikembangkan serius.
Menurut dia, pandemi Covid-19 membuat tren permintaan rempah dunia meningkat. Selain untuk keperluan pembuatan obat herbal, rempah juga diperlukan untuk bahan baku pembuatan produk kecantikan.
Danuri (51), petani asal Kabupaten Tanggamus, menuturkan, selama ini cabai jawa dibudidayakan petani sebagai tanaman selingan di kebun. Tanaman itu biasanya ditanam bersama dengan cengkeh dan lada.
Menurut dia, belum banyak petani yang mengetahui potensi ekspor cabai jawa sehingga tidak banyak yang menanam secara luas. Sebagian petani hanya menanam cabai jawa untuk memenuhi permintaan pasar lokal sebagai tanaman bumbu.