189 Kilogram Sabu dan 38.850 Butir Ekstasi dari Malaysia Disita
Aceh menjadi pintu masuk narkotika dari negara lain. Setelah tiba di Aceh, narkotika itu diedarkan ke Pulau Jawa dan Sumatera.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Penyelundupan narkotika dari Malaysia ke Indonesia digagalkan oleh petugas gabungan di Kabupaten Aceh Utara, Aceh. Sebanyak 189 kilogram sabu dan pil ekstasi 38.850 butir disita. Dua tersangka ditangkap.
Kepala Kepolisian Daerah Aceh Inspektur Jenderal Ahmad Haydar, Selasa (8/3/2022), dalam konferensi pers menuturkan, sabu dan ekstasi itu akan diedarkan ke berbagai provinsi di Indonesia. Aceh disebut sebagai pintu masuk dari negara-negara tetangga.
”Yang kami tangkap ini jaringan internasional, pemasok di Malaysia,” ujar Haydar.
Penangkapan dilakukan pada Kamis, 24 Februari 2022, di Desa Tanjung Dalam, Kecamatan Langkahan, Kabupaten Aceh Utara. Desa itu berjarak 50 kilometer dari Lhoksukon, ibu kota Aceh Utara.
Selain polisi, operasi juga melibatkan petugas dari Bea Cukai Aceh. Haydar mengatakan, pengintaian telah dilakukan sejak di laut, di perairan Selat Malaka. Namun, sabu dan ekstasi baru dapat ditangkap saat berada di daratan.
Petugas mendapat informasi bahwa narkotika diangkut menggunakan mobil bak terbuka menuju sebuah desa. Tim sempat kehilangan jejak.
Pada Kamis, 24 Februari 2022, sekitar pukul 05.30, petugas menemukan mobil bak terbuka parkir di sebuah lorong desa dalam keadaan menyala, tetapi tidak ada pengemudi.
Saat diperiksa, petugas menemukan lima karung berisi sabu. Saat sedang memeriksa mobil, dari kejauhan dalam kegelapan seseorang melarikan diri. Terakhir diketahui lelaki itu adalah HR yang kini jadi buronan.
Yang kami tangkap ini jaringan internasional, pemasok di Malaysia. (Ahmad Haydar)
Rumah HR digeledah dan petugas menemukan sabu. Total barang bukti yang ditemukan sebanyak 189 kg sabu dan 38.850 butir ekstasi.
Petugas melakukan pengembangan. Keesokan harinya dua warga Langkahan, MY (38) dan MR (35), ditangkap. Mereka terlibat menjemput sabu dan ekstasi dari tengah laut.
Keduanya dijanjikan upah Rp 20 juta atas jasa menjemput. Namun kini mereka terancam hukuman mati.
Masih masif
Haydar mengatakan, penyelundupan sabu masih masif. Sepanjang 2022, Polda Aceh telah menggagalkan 339 kg sabu. ”Ini kali kedua saya merilis sabu. Padahal, masih awal tahun," ujar Haydar.
Menurut dia, tidak mudah melakukan operasi untuk membongkar jaringan narkotika internasional. Pelaku mengirim barang melalui laut. Saat berada di tengah laut, penjemput yang rata-rata orang Aceh memindahkan sabu ke kapal kecil. Sekilas mereka akan terlihat seperti nelayan.
Kapal kecil berisi sabu itu kemudian menerobos sungai yang membelah desa. Di sana barang terlarang itu dibongkar untuk disimpan.
”Tidak mudah mengungkap kasus narkoba di Aceh. Banyak jalur tikus. Kami mengawasi di laut dan daratan,” kata Haydar.
Direktur Interdiksi Narkotika Bea dan Cukai Syarif Hidayat menuturkan, operasi di perairan Aceh terus ditingkatkan untuk mempersempit ruang penyelundupan narkotika. Syarif mengatakan, kerja sama antarpihak diperkuat karena butuh kekuatan besar untuk mencegah penyelundupan.
”Pencegahan sejak di laut. Namun, jika tetap lolos, kita kejar lagi di darat. Beberapa kali kami menangkap di laut,” ujarnya.
Syarif mengajak warga untuk ikut mengawasi peredaran narkoba di lingkungan masing-masing dan melapor kepada polisi jika ada informasi penyalahgunaan narkoba.
Sebelumnya pada 4 Februari 2022, petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) Aceh menangkap dua tersangka penyelundup dan menyita 6,2 kilogram sabu. Lokasi penangkapan di Aceh Timur. Kawasan Aceh bagian utara-timur paling sering ditemukan penyelundupan sabu.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Aceh Heru Pranoto mengatakan, para bandar menjadi sasaran utama penindakan. Heru mengatakan, tidak akan memberikan ampun kepada pengedar sabu.
”Mereka (pelaku) merusak saudaranya sendiri. Sebagian dari pengedar tidak memakai, mereka tahu sabu berbahaya,” katanya.