Tidak Ada Wabah, Keluhan Sakit di Pengungsian Gempa Pasaman Barat Meningkat
Kondisi kesehatan pengungsi dinilai relatif terkendali karena tidak ada indikasi adanya wabah, seperti diare dan penyakit kulit.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Jumlah pengungsi gempa Pasaman Barat, Sumatera Barat, yang berobat ke posko kesehatan meningkat. Sejauh ini, belum terdeteksi munculnya wabah, seperti diare dan penyakit kulit. Di Pasaman, tim SAR menutup operasi pencarian empat warga hilang akibat longsor yang dipicu gempa.
Kepala Dinas Kesehatan Pasaman Barat Jon Hardi, Senin (7/3/2022), mengatakan, ada peningkatan jumlah pasien rawat jalan warga terdampak gempa. Pasien datang ke posko kesehatan ataupun dikunjungi petugas ke tenda-tenda.
Sebagai contoh, kata Jon, pada Sabtu (5/3) ada 779 kunjungan pasien rawat jalan. Pada Minggu (6/3), jumlahnya meningkat 61 kasus menjadi 840 kunjungan. Walakin, hal itu menurut Jon masih terbilang normal. Umumnya, keluhan pasien adalah demam, sakit kepala, flu, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), dan rematik.
”Untuk indikasi wabah tidak ada. Diare tidak ada peningkatan kasus signifikan, begitu pula dengan kasus penyakit kulit. Artinya, secara umum, kesehatan (pengungsi) bisa terkendali,” kata Jon ketika dihubungi dari Padang, Senin.
Jon melanjutkan, keluhan demam, sakit kepala, flu, dan ISPA tersebut dipicu kelelahan dan kurang nyamannya istirahat warga di pengungsian. Faktor cuaca yang berubah-ubah dari panas menjadi hujan berangin juga memengaruhi kondisi kesehatan pengungsi.
Menurut Jon, sebagai upaya mengantisipasi pengungsi terpapar penyakit, petugas terus mengingatkan warga menerapkan protokol kesehatan, terutama penggunaan masker. Upaya peningkatan gizi masyarakat juga dilakukan. Sebagian pengungsi juga diminta kembali ke rumah atau sekitar rumah dan disiapkan tenda keluarga agar lebih nyaman dan tidak terlalu ramai.
Terkait ketersediaan obat-obatan, kata Jon, sejauh ini masih memadai. Posko banyak mendapat bantuan dari pemerintah provinsi, pemerintah pusat, pemerintah daerah lainnya, dan instansi lainnya. ”Untuk obat-obatan, tidak ada kendala,” ujarnya.
Ditambahkan Jon, pelayanan kesehatan tetap dilakukan di posko-posko kesehatan dekat pengungsian dan berkeliling ke tenda-tenda pengungsian. Pelayanan kesehatan dilakukan berbagai instansi, antara lain dari dinkes, puskesmas, TNI-Polri, dan lembaga swadaya masyarakat atau filantropi.
Letnan Satu Muhammad Hendra Rizki, dokter tim kesehatan Detasemen Kesehatan Wilayah (Denkesyah) Padang, Kesehatan Daerah Militer I/Bukit Barisan, yang bertugas di Pasaman Barat, mengatakan, kondisi kesehatan pengungsi sejauh ini terpantau baik.
”Kami belum temukan penyakit kategori KLB (kejadian luar biasa). Tren penyakit paling banyak adalah ISPA dan demam serta beberapa penyakit metabolik, seperti hipertensi,” kata Hendra. Adapun terkait ketersediaan obat-obatan, tambah Hendra, sejauh ini masih terpenuhi oleh Dinkes Pasaman Barat.
Menurut Hendra, tim Denkesyah Padang bekerja sama dengan Dinkes Pasaman Barat di posko utama di sekitar kantor bupati. Selain itu, ada pula tim mobil yang berkeliling ke tenda-tenda pengungsian.
Hendra melanjutkan, ada dua sif pelayanan kesehatan di posko utama dan setiap sif ada 40-60 pengungsi yang dilayani. Jumlah itu mengalami tren penurunan dibanding sebelumnya karena sudah banyak warga kembali ke rumah serta adanya LSM kesehatan dan tim kesehatan dari daerah lain yang membantu.
Pencarian dihentikan
Sementara itu, di Nagari Malampah, Kecamatan Tigo Nagari, Pasaman, operasi pencarian empat warga hilang akibat longsor yang dipicu gempa dihentikan tim SAR pada Minggu sore. Sebelumnya, tim SAR sudah mencari selama 10 hari sejak gempa terjadi pada Jumat (25/2) pagi.
”Minggu sore kami hentikan karena kegiatan pencarian sudah tidak efektif. Sebelumnya, sesuai SOP, dilakukan tujuh hari dan perpanjangan tiga hari. Kami sekarang tetap memantau. Kalau ada tanda-tanda keberadaan korban dan dilaporkan ke Basarnas, kami siap mengevakuasi,” kata Asnedi, Kepala Kantor Basarnas Padang, Senin.
Asnedi menjelaskan, awalnya dilaporkan ada delapan korban dalam kejadian longsor di areal perladangan dan persawahan itu. Mereka waktu itu sedang berladang. Dari delapan orang itu, dua orang selamat dan dua warga lainnya ditemukan meninggal. Empat korban lainnya belum ditemukan.
Menurut Asnedi, pencarian tidak efektif karena dilakukan secara manual. Luas areal longsor mencapai 10 kilometer persegi. Kedalaman longsor mencapai 10 meter dan di bawahnya terkubur material batu dan pepohonan. Sementara itu, alat berat tidak bisa masuk ke lokasi longsor karena belum ada akses jalan lokasi yang berada di perbukitan itu.