Terancam Pergerakan Tanah, Warga Ciwaringin, Cirebon, Tunggu Solusi Pemerintah
Sebanyak enam rumah yang dihuni 25 warga di Desa Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, terdampak pergerakan tanah. Pemkab Cirebon berjanji mencari solusi atas bencana yang terjadi menahun itu.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Sebanyak 25 warga yang menempati enam rumah di RT 002 RW 001 Desa Ciwaringin, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, terdampak pergerakan tanah. Warga terpaksa mengungsi ke rumah kerabat untuk sementara. Tanpa solusi, pergerakan tanah masih mengancam 15 rumah di daerah tersebut.
Pergerakan tanah yang berlangsung setahun terakhir itu semakin parah pada Sabtu (5/3/2022) malam. Kondisi ini dipicu hujan deras dan kencangnya arus Sungai Ciwaringin yang berjarak sekitar 10 meter dari permukiman. Beberapa bagian rumah warga, seperti kamar dan dapur, ambruk terbawa tanah yang ambles hingga lebih dari 1 meter.
Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut karena warga telah mengungsi beberapa pekan sebelumnya. Selain memindahkan barang berharga, mereka juga mengamankan bata dan genteng rumah. ”Saya sudah mengungsi seminggu ini. Kalau tidak, bahaya. Ada suara keramik retak kalau hujan,” kata Naning (40), warga setempat, Senin (7/3/2022).
Bersama suami dan dua anaknya, Naning mengungsi ke rumah keluarga tidak jauh dari tempatnya. Adapun rumahnya seluas 6 meter x 8 meter tak lagi bisa dihuni. ”Saya sudah benerin rumah beberapa kali, sampai bosan. Habis biaya, tetapi masih kayak gini. Semoga ada perbaikan secepatnya,” ungkapnya.
Karnadi, Kepala Seksi Ekonomi dan Pembangunan Desa Ciwaringin, mengatakan, pergerakan tanah sudah berlangsung lama dan semakin parah. Warga telah memasang bambu dan menguruk lahannya, tetapi pergerakan tanah terus terjadi. ”Pemerintah provinsi dan pusat juga pernah datang ke sini untuk mengukur. Tapi tidak ada kelanjutannya,” ujarnya.
Pergerakan tanah sudah berlangsung lama dan semakin parah. Warga telah memasang bambu dan menguruk lahannya, tetapi pergerakan tanah terus terjadi. (Karnadi)
Pihaknya mendata, enam rumah terdampak pergerakan tanah. Namun, dalam 12 tahun terakhir, lanjut Karnadi, total 15 bangunan sudah terkena bencana itu. Bahkan, jembatan di jalan raya Cirebon-Bandung di dekat permukiman warga juga pernah ambles. Perbaikan jembatan kala itu memicu antrean kendaraan.
”Kalau dibiarkan, dua musim (hujan) saja sudah sampai sini. Ada 15 rumah yang terancam,” kata Karnadi sembari menunjuk deretan rumah di depan kediaman Naning. Di daerah tersebut terdapat sekitar 51 rumah yang berdekatan, hanya dipisahkan jalan kecil. Hanya kendaraan roda dua yang bisa melintas di area itu.
Kuwu atau Kepala Desa Ciwaringin Wawan Gunawan memperkirakan, kerugian akibat pergerakan tanah tersebut lebih dari Rp 600 juta. Pihaknya telah mengusulkan anggaran perbaikan rumah warga kepada Pemkab Cirebon. Namun, hingga kini belum ada jawaban.
Pihaknya mengaku tidak punya anggaran dana desa untuk menanggulangi dampak pergerakan tanah. Wawan bakal berkomunikasi dengan warga terdampak terkait rencana relokasi akibat pergerakan tanah. ”Sudah ada rencana relokasi ke tempat yang lebih aman. Kami akan berembuk bagaimana baiknya,” ungkapnya.
Sementara itu, Bupati Cirebon Imron Rosyadi mengatakan, pergerakan tanah di Ciwaringin dipicu arus Sungai Ciwaringin yang jalurnya mentok di permukiman warga. ”Dudah puluhan tahun sungai tidak pernah dikeruk," ujarnya saat meninjau lokasi.
Sebagai solusi, Imron mengatakan akan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Jakarta untuk meminta pemerintah pusat memperbaiki dampak tanah bergerak tersebut. Apalagi, daerah rawan pergerakan tanah juga tersebar di Waled, Greged, Cileduk, hingga Susukan Lebak.
”Hari ini saya panggil BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), Pak Sekda (Sekretaris Daerah) Rahmat Sutrisno, dan dinas terkait untuk membahas ini. Kami juga akan bahas apakah perlu relokasi atau tidak. Apalagi, penghuninya sudah mengungsi,” ujarnya.