Evakuasi Delapan Korban KKB di Beoga Terkendala Cuaca Buruk
Evakuasi delapan korban serangan kelompok kriminal bersenjata di Kampung Jenggeren, Kabupaten Puncak, belum terlaksana. Helikopter belum dapat menembus lokasi kejadian karena terkendala cuaca buruk.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Evakuasi jenazah tujuh pekerja proyek Palapa Ring dan seorang tenaga pemandu di Kampung Jenggeren, Distrik Beoga Barat, Kabupaten Puncak, hingga Minggu (6/3/2022), belum terlaksana. Faktor cuaca menjadi kendala tim gabungan Polri-TNI dalam mengevakuasi para korban serangan kelompok kriminal bersenjata itu.
Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Papua Komisaris Besar Faizal Ramadhani yang berada di Mimika, Minggu siang, mengatakan, evakuasi jenazah delapan pekerja itu akan dilanjutkan pada Senin (7/3/2022). Tim gabungan Polri-TNI akan menggunakan tiga helikopter untuk mengevakuasi para korban.
Lokasi kejadian berada di ketinggian sekitar 4.000 meter di atas permukaan laut dan rawan cuaca berkabut. Upaya tercepat mencapai lokasi kejadian hanya dengan menggunakan helikopter.
Tidak ada akses jalan untuk kendaraan bermotor ke lokasi kejadian. Apabila berjalan kaki menuju lokasi kejadian, tim membutuhkan waktu berhari-hari karena harus mendaki gunung.
”Kami bersinergi, perusahaan para pekerja ini dari PT Palapa Timur Telematika (PTT) yang turut menyiapkan helikopter. Mudah-mudahan proses evakuasi pada hari Senin tidak terkendala cuaca,” ujar Faizal.
Ia menuturkan, aparat yang berada di Beoga telah memastikan lokasi kejadian telah steril. Hal ini untuk memastikan tidak terjadi serangan dari KKB saat proses evakuasi.
Diketahui, KKB menyerang delapan pekerja dan seorang warga setempat yang berperan sebagai pemandu ketika sedang beristirahat di kamp pekerja, Kampung Jenggeren, Rabu (2/3/2022) sekitar pukul 03.00 WIT.
Hanya Nelson Sarira, satu-satunya pekerja, yang berhasil selamat setelah melarikan diri dari lokasi kejadian. Sementara tujuh pekerja dan seorang tenaga pemandu tewas dalam insiden ini.
Adapun identitas tujuh pekerja yang meninggal dunia itu ialah Bona Simanulang, Renal Tagasye, Bili Balion, Jamaludin, Sharil Nurdiansyah, Eko Septiansyah, dan Ibo. Masyarakat lokal yang meninggal dunia bernama Bebi Tabuni.
Disinyalir KKB pimpinan Aibon Kogeya yang terlibat dalam penyerangan delapan korban itu. Mereka menggunakan parang dan senjata api. Pelaku berjumlah 10 orang.
Pelaku berjumlah 10 orang.
”Kelompok ini telah melarikan diri ke Kabupaten Intan Jaya. Kelompok ini berafiliasi dengan KKB pimpinan Nau Waker yang kini bersembunyi di Intan Jaya,” kata Faizal.
Direktur Utama PT PTT Leon Kakisina mengatakan, para korban terdiri dari 3 karyawan perusahaan, 4 karyawan dari kontraktor perusahaan, dan 1 orang dari masyarakat lokal yang bertugas sebagai pemandu.
”Kami bersama dengan aparat gabungan TNI-Polri akan mengupayakan yang terbaik untuk mengevakuasi delapan korban jiwa yang masih berada di lokasi kejadian,” ujar Leon.
Tindakan itu akan menyebabkan masalah keterisolasian jaringan komunikasi di Puncak tidak terselesaikan.
Kepala Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Wilayah Papua Frits Ramandey mengungkapkan, pihaknya telah menghubungi pimpinan KKB di Intan Jaya sehingga mengetahui pemicu serangan delapan korban itu. Pertama, aksi penyerangan merupakan upaya penolakan pembangunan infrastruktur untuk mendukung areal tambang emas Blok Wabu di Intan Jaya.
”Faktor pemicu yang kedua ialah sebagai aksi balas dendam dugaan penganiayaan oleh aparat keamanan terhadap delapan anak-anak di Distrik Sinak pada pekan lalu,” kata Frits.
Ia pun menyatakan, penyerangan delapan pekerja di Beoga bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia. Tindakan itu akan menyebabkan masalah keterisolasian jaringan komunikasi di Puncak tidak terselesaikan.
Diketahui, saat ini warga bisa mengakses jaringan telekomunikasi yang cukup memadai di Distrik (kecamatan) Ilaga, ibu kota Puncak. Sementara warga di 24 distrik lainnya masih terisolasi.
Dari catatan Kompas dan data Polda Papua, total telah terjadi 11 kasus penyerangan pekerja yang melaksanakan pembangunan Trans-Papua dan infrastruktur lainnya di sejumlah kabupaten, seperti Puncak, Nduga, dan Yahukimo, sejak 2016 hingga Maret 2022.
Hingga kini, sebanyak 38 pekerja infrastruktur meninggal dunia dan 10 pekerja luka berat akibat serangan KKB. Adapun empat pekerja PT Istaka Karya, badan usaha milik negara sektor konstruksi, yang bekerja di Papua belum ditemukan hingga saat ini.