Setiap 27 Menit, Aceh Kehilangan Sehektar Tutupan Hutan
Aceh kehilangan tutupan hutan 19.443 hektar selama setahun. Meskipun terus menurun karena tata kelola yang makin baik, politik anggaran belum berpihak pada perlindungan hutan.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
KOMPAS/ZULKARNAINI MASRY
Kerusakan hutan di dalam Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh Tenggara, Aceh telah menurunkan daya dukung lingkungan. Kehilangan tutupan hutan memicu bencana ekologi
BANDA ACEH, KOMPAS — Sejak Juni 2020 hingga Juli 2021, Provinsi Aceh kehilangan tutupan hutan 19.443 hektar, atau setiap 27 menit, Aceh kehilangan satu hektar tutupan hutan. Perbaikan tata kelola kehutanan untuk mengurangi laju deforestasi belum diimbangi dengan politik anggaran yang bervisi membangun hutan.
Manager Geographic Information System (GIS) Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (Haka) Lukmanul Hakim, dalam konferensi pers, Selasa (1/3/2022), mengatakan, angka deforestasi tersebut merupakan hasil pemantauan dan analisis yan dilakukan Yayasan Haka selama setahun sejak Juni 2020 hingga Juli 2021. Perekaman laju deforestasi dilakukan menggunakan citra satelit, seperti Google Earth, Citra Planet, dan verifikasi lapangan.
”Dalam setiap 27 menit, Aceh kehilangan 1 hektar tutupan hutan,” kata Lukmanul.
Sebanyak 58 persen hilangnya tutupan hijau berada dalam kawasan hutan, yakni hutan lindung, hutan produksi, dan taman nasional. Sedangkan 42 persen lainnya berada dalam areal penggunaan lain.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Polisi hutan membabat pohon kelapa sawit yang ditanam di kawasan hutan dengan latar hutan lindung yang gundul di Desa Kaloy, Tamiang Hulu, Aceh Tamiang, Aceh, Selasa (28/2/2016). Sepanjang 2009-2017 sekitar 3.000 hektar hutan Aceh Tamiang, baik hutan produksi maupun hutan lindung, dirambah, sekitar 1.200 hektar telah dipulihkan.
Adapun luas hutan Aceh berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2015 seluas 3.557.928 hektar. Sedangkan akurasi data penelitian itu diyakini mencapai 96 persen.
Lukmanul mengatakan, deforestasi terjadi karena pembalakan liar, perambahan, dan alih fungsi. Deforestasi itu tersebar di 21 kabupaten dan kota. Lima daerah dengan angka deforestasi tertinggi adalah Aceh Tengah, Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Barat, dan Gayo Lues.
Lukmanul menjelaskan ada perubahan rentang waktu perekaman pada periode sekarang dengan sebelumnya. Dulu laju kerusakan direkam dari Januari hingga Desember, sedangkan sekarang dari Juni hingga Juli tahun berikutnya. Akibat perubahan pola pencatatan itu, Yayasan Haka tidak dapat membandingkan laju kerusakan dengan tahun sebelumnya.
Namun, Lukmanul menambahkan, secara keseluruhan deforestasi di Aceh dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan. Pada 2016 deforestasi mencapai 21.060 hektar. Pada 2019 angkanya turun menjadi 15.140 hektar.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Data kerusakan hutan Aceh tahun 2013.
Kepala Seksi Inventarisasi Perencanaan Hutan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, Dedek Hadi Ismanto mengatakan, deforestasi tidak bisa dicegah sepenuhnya, tetapi yang bisa dilakukan adalah meminimalisasinya.
Dedek menilai data yang direkam Haka itu tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi di lapangan sebab data tersebut dipotret dengan satelit. Meski demikian Dedek berterima kasih karena lembaga sipil ikut mengawasi pengelolaan hutan Aceh.
Pemprov Aceh tidak memiliki visi yang baik untuk pembangunan di sektor kehutanan.
Secara umum, lanjut Dedek, deforestasi di Aceh setiap turun menurun karena danya perbaikan tata kelola hutan. ”Pelibatan warga mengelola hutan melalui skema perhutanan sosial membuat deforestasi menurun karena warga terlibat menjaga hutan,” kata Dedek.
Asap mengepul dari lokasi pembakaran hutan di pegunungan Desa Lhokseudu, Kecamatan Leupung, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Minggu (9/7/2017). Pembakaran hutan untuk pembukaan lahan baru perkebunan dan pertanian di lintasan jalan nasional itu terus meluas sehingga berpotensi terjadi kerusakan lingkungan.
DLHK Aceh juga memaksimalkan fungsi tenaga pengamanan hutan sebanyak 1.700 orang untuk menjaga hutan dari perambahan.
Politik anggaran
Namun, secara umum, tata kelola hutan di Aceh itu belum diimbangi dengan politik anggaran yang berpihak pada perlindungan hutan. Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Irfanusir menuturkan, anggaran kehutanan sangat kecil, hanya Rp 194 miliar atau 1,20 persen dari jumlah anggaran tahunan Aceh. Adapun Anggaran Belanja dan Pendapatan Aceh pada 2022 sebesar Rp 16,17 triliun.
Irfanusir menilai Pemprov Aceh tidak memiliki visi yang baik untuk pembangunan di sektor kehutanan.