Ribuan buruh di Jawa Timur menuntut perbaikan kesejahteraan melalui kenaikan upah minimum, penetapan upah sektoral, dan penolakan peraturan Menteri Tenaga Kerja RI tentang pencairan jaminan hari tua pada usia 56 tahun.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Ribuan buruh di Jawa Timur meminta kenaikan upah minimum, penetapan upah sektoral, dan menolak Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI tentang pencairan jaminan hari tua pada usia 56 tahun. Saat pandemi Covid-19, kehidupan pekerja kian terimpit dengan hadirnya sejumlah kebijakan yang dinilai tidak berpihak kepada buruh.
Tuntutan itu disampaikan lewat unjuk rasa di sepanjang jalan utama, seputaran kawasan industri dan gedung pemerintah. Di Sidoarjo, misalnya, buruh berkumpul di Kawasan Industri Berbek dan Perumahan Puri Surya Jaya.
Dari sana, ribuan buruh bergerak bersama menuju Bundaran Waru untuk bergabung dengan para pekerja dari Gresik dan Mojokerto. Selanjutnya mereka berjalan menuju Grahadi.
Juru bicara Gerakan Serikat Pekerja Jatim Jazuli mengatakan, ada tiga tuntutan yang disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Jatim dan pusat. Pertama, Gubernur Jatim didesak merevisi keputusan upah minimum kabupaten dan kota tahun 2022.
”Meminta gubernur menaikkan upah minimum di Jatim tahun 2022 sebesar 7,05 persen. Kenaikan upah itu untuk menyesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi Jatim tahun 2021,” ujar Jazuli.
Selanjutnya, buruh juga mendesak Pemerintah Provinsi Jatim segera menetapkan upah minimum sektoral tahun 2022 sesuai usulan bupati dan hasil rapat Dewan Pengupahan Jatim unsur serikat pekerja. Besaran upah sektoral ini berdasarkan bidang pekerjaan.
Pada saat bersamaan, pekerja di Jatim menyuarakan penolakan terhadap Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua saat buruh berusia 56 tahun. Kebijakan ini dinilai menggerus kesejahteraan pekerja di masa pandemi Covid-19.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Sidoarjo Wahyu Budi Kristanto menambahkan, kebijakan Gubernur Jatim terkait penetapan upah minimum kabupaten dan kota tahun ini dinilai belum memenuhi rasa keadilan pekerja. Upah tersebut tidak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan buruh.
”Kondisi ekonomi buruh ini semakin diperparah dengan kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan pokok. Akibatnya, kenaikan upah yang besarnya di bawah inflasi mengakibatkan buruh semakin terancam menuju garis kemiskinan,” kata Wahyu.
Pemerintah Provinsi Jatim menetapkan upah minimum di 38 kabupaten dan kota berdasarkan peraturan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja. Namun, lima daerah penyangga ekonomi utama atau ring satu penetapannya berbeda karena mempertimbangkan kepadatan daerah industri.
Penetapan upah minimum itu dituangkan dalam Keputusan Gubernur Jatim No 188/803/KPTS/013/2021 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2022. Surabaya mengantongi upah tertinggi, yakni Rp 4.375.479 per pekerja per bulan. Adapun upah terendah di Kabupaten Sampang dengan Rp 1.922.122 per bulan.
Upah minimum ini merupakan standar dasar bagi buruh dengan masa kerja kurang dari 1 tahun. Sementara buruh dengan masa kerja di atas 1 tahun, menggunakan struktur dan skala upah.
Penghitungan UMK 2022 di 33 kota/kabupaten mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 dan menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS). Namun, khusus lima kabupaten dan kota yang masuk ring satu, yaitu Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Mojokerto, Sidoarjo, dan Pasuruan, pengusulan upah minimum dilakukan bupati dan wali kota.
Hal itu mempertimbangkan kondisi kawasan sebagai daerah padat industri. Dengan pertimbangan tersebut, UMK 2022 pada lima daerah itu naik 1,74-1,75 persen atau sebesar Rp 75.000.
Akan tetapi, kenaikan upah Rp 75.000 per pekerja per bulan di wilayah ring satu dinilai terlalu sedikit. Usulan kenaikan upah yang wajar menurut pekerja berkisar Rp 150.000 per pekerja per bulan. Jumlah tersebut mempertimbangkan kondisi ekonomi makro yang belum pulih sepenuhnya.
Sementara itu, Polres Kota Besar Surabaya menerjunkan 4.000 lebih anggotanya untuk mengawal massa buruh yang berunjuk rasa. Pengawalan dilakukan sejak di titik kumpul, sepanjang perjalanan dan selama buruh menyampaikan aspirasinya di Grahadi.
Wakil Kepala Polrestabes Surabaya Ajun Komisaris Besar Hartoyo mengatakan telah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk pimpinan kelompok pekerja untuk mengamankan unjuk rasa. Polisi akan mengawal terus kegiatan tersebut.