Tuntut Upah Berkeadilan, Ratusan Buruh Jatim Kembali Berunjuk Rasa
Ratusan pekerja dari berbagai kota di wilayah ekonomi utama Jatim kembali berunjuk rasa. Dalam aksi ketiga selama dua pekan ini, buruh tetap menolak upah minimum provinsi 2022 dan menuntut kenaikan UMK 2022.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Buruh dari berbagai elemen berunjuk rasa di depan Balai Kota Surabaya, Kamis (25/11/2021). Ribuan buruh berunjuk rasa serentak di kawasan ekonomi utara atau daerah ring satu Jawa Timur. Buruh menolak penetapan UMP Jawa Timur 2022 sebesar 1,22 persen atau naik Rp 22.790,04. UMP Jawa Timur pada 2021 adalah Rp 1.868.777.
SURABAYA, KOMPAS — Ratusan pekerja dari sejumlah kota di wilayah ekonomi utama Jawa Timur atau ring satu, kembali berunjuk rasa. Dalam aksi ketiga selama dua pekan ini, buruh tetap menolak upah minimum provinsi 2022 dan menuntut kenaikan upah minimum kabupaten/kota yang akan ditetapkan pada Selasa (30/11/2021).
Massa pengunjuk rasa, antara lain berasal dari Sidoarjo, Pasuruan, Gresik, dan Surabaya. Mereka berkumpul di Surabaya dengan mengendarai sepeda motor dan kendaraan roda empat, seperti bus serta truk.
Para pekerja dari berbagai serikat pekerja dan buruh ini menggelar aksinya di Kantor Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jatim Jalan Gayungsari dan Gedung Negara Grahadi.
Ketua SPSI Jatim Ahmad Fauzi mengatakan aksi kali ini masih mengusung isu yang sama dengan dua unjuk rasa yang digelar pekan lalu. Intinya para pekerja menolak Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 yang ditetapkan oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.
Dalam Surat Keputusan Gubenur Jawa Timur Nomor 188/783/KPTS/013/2021 tanggal 20 Nopember 2021 ditetapkan UMP Jatim 2022 sebesar Rp 1.891.567. Upah minimum tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp 22.790 atau 1,22 persen dibandingkan tahun sebelumnya Rp 1.868.777. Adapun penghitungannya menggunakan formula sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021.
”Upah minimum tersebut tidak berkeadilan sehingga melukai para pekerja. Oleh karena itu harus dicabut,” ujar Fauzi, Selasa (29/11/2021)
Kompas/Bahana Patria Gupta
Buruh dari berbagai elemen berunjuk rasa di depan Balai Kota Surabaya, Kamis (25/11/2021). Ribuan buruh berunjuk rasa serentak di kawasan ekonomi utara atau daerah ring satu Jawa Timur. Buruh menolak penetapan UMP Jawa Timur 2022 sebesar 1,22 persen atau naik Rp 22.790,04. UMP Jawa Timur pada 2021 adalah Rp 1.868.777.
Dia mengatakan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa harus melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi tentang UU Cipta Kerja yang dinilai inkonstitusional dan tidak menggunakannya sebagai landasan dalam pengambilan kebijakan tentang pengupahan.
Menurut dia, kebijakan pengupahan seharusnya mengacu pada peraturan sebelumnya, yakni PP 78 Tahun 2015.
Ahmad Fauzi mengatakan setiap warga negara termasuk kepala daerah harus mengikuti ketentuan perundangan dan menghargai proses hukum yang tengah berjalan.
Upah minimum tersebut tidak berkeadilan sehingga melukai para pekerja. Oleh karena itu, harus dicabut. (Ahmad Fauzi)
Sudah semestinya aturan yang cacat formil tidak dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan penting seperti kebijakan pengupahan yang menyangkut hajat hidup pekerja atau buruh.
Selain mencabut UMP 2022 yang telah ditetapkan, pekerja juga menuntut agar Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menaikkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022.
Usulan pekerja kenaikannya sebesar Rp 300.000 per bulan per pekerja. Sesuai dengan ketentuan, UMK 2022 akan ditetapkan pada Selasa (30/11/2021).
Adapun pertimbangannya antara lain, dengan kenaikan tersebut, besaran UMP Jatim 2022 akan berada di kisaran antara batas atas dan batas bawah upah minimum. Alasan lainnya, UMP masih menjadi salah satu upah minimum terendah di Indonesia.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih dalam proses peninjauan kembali di Mahkamah Konstitusi. Selama proses judicial review berlangsung, unsur pekerja masih memedomani Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dalam Penetapan UMP 2022.
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Pekerja di Sidoarjo, Jatim, berunjuk rasa menuntut kenaikan UMK 2022, Jumat (19/11/2021).
Penghitungan
Khoirul Anam dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sidoarjo mengatakan para buruh menolak Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan Sebagai Instrumen dalam Penghitungan Upah Minimum. Alasannya PP itu merupakan turunan dari UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional dan cacat formil.
Kalangan pekerja meminta kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022 dihitung berdasarkan PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Penetapan upah ini berdasarkan kehutuhan hidup layak dan memperhatikan produktivitas serta pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ini dinilai mampu memberikan jaring pengaman sosial bagi kehidupan pekerja dan keluarganya.
”Berdasarkan penghitungan pekerja, UMK Sidoarjo 2022, misalnya, seharusnya Rp 4.450.000 per pekerja setiap bulannya. Upah itu naik sekitar Rp 150.000 atau 3,4 persen dibandingkan UMK 2021 sebesar Rp 4.297.030,” ujar Khoirul Anam.
Selain menuntut kenaikan UMK, pekerja dari berbagai serikat atau organisasi tersebut juga menuntut agar upah minimum sektoral kabupaten (UMSK) di Sidoarjo tetap dipertahankan seperti tahun lalu. Nomenklatur atau penamaan UMSK diusulkan diganti menjadi upah unggulan Sidoarjo.
Adapun besaran yang diusulkan adalah Rp 4.850.000 per pekerja setiap bulan untuk kategori sektor I, sebesar Rp 4.666.000 per pekerja setiap bulan untuk kategori sektor 2, dan Rp 4.450.000 per pekerja setiap bulan untuk kategori sektor 3.
Pekerja menuntut Pemerintah Kabupaten Sidoarjo menyampaikan usulan mereka kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Sementara itu, Kepala Disnakertrans Provinsi Jatim Himawan Estu Bagijo mengatakan usulan tentang besaran nilai UMK 2022 dari 38 kabupaten dan kota di Jatim sudah diterima oleh Dewan Pengupahan. Selanjutnya, usulan itu disampaikan kepada Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa untuk ditetapkan.
Dari 38 kabupaten dan kota, sebanyak 33 daerah mengusulkan besaran UMK sesuai dengan PP 36 Tahun 2021. Hanya lima kabupaten dan kota yang berada di zona utama ekonomi Jatim atau ring satu yang mengusulkan besaran nilai berbeda karena mengakomodasi usulan dari unsur pekerja dan unsur pengusaha.
”Dewan Pengupahan Jatim tidak berhak memutuskan. Hanya menampung dan merumuskan dalam konstruksi usulan yang akan diserahkan kepada ibu Gubernur,” kata Himawan.
Dia menambahkan, lima kabupaten dan kota di Jatim mengajukan usulan UMK lebih dari satu besaran nilai. Persentase kenaikannya juga beragam. Daerah tersebut mengakomodasi usulan dari unsur serikat pekerja dan serikat pengusaha. Contohnya Sidoarjo yang mengajukan dua usulan UMK 2022.